Bagian 5
Happy reading. Jangan lupa tinggalin jejak ya.
###
Verlita terburu membuka dompet itu. Meneliti satu per satu bagian-bagian dari dompet itu. Ia sebenarnya tak tahu apa yang telah ia lakukan, tapi nalurinya mengatakan, ia harus mencari tahu. Mencari sesuatu yang mungkin saja perlu ia ketahui.
Tak ada benda-benda yang cukup mencurigakan di dompet Radith. Kartu-kartu yang berasal dari beberapa bank, tanda pengenal dan beberapa kartu lainnya ia temukan. Juga uang tunai yang jumlahnya tak seberapa. Radith memang jarang bertransaksi dengan uang tunai.
Verlita meninggalkan dompet Radith dan beralih pada ponsel pria itu. Gemetar mulai terasa di tubuhnya, hingga tangannya pun mulai berkeringat. Diusapnya layar ponsel suaminya dan rasa lega seketika menyergap. Pria itu tak pernah mengunci ponselnya. Kebiasaan itu belum hilang hingga sekarang. Dulu Verlita sering kali mengotak-atik ponsel pria itu, tapi tentu saja tidak untuk saat ini. Sudah beberapa tahun terakhir ini mereka tak lagi saling memedulikan ponsel masing-masing. Dulu saat pernikahan mereka masih baik-baik saja. Saling membuka dan mengecek ponsel masing-masing bukanlah hal yang aneh. Mereka yakin sebagai suami istri tak ada satupun yang perlu dirahasiakan atau ditutupi.
Jari Verlita sudah menyentuh aplikasi pengirim pesan milik Radith. Wanita itu memejamkan mata sesaat demi bisa menenangkan degub jantungnya. Berusaha agar tak terlalu terkejut jika nantinya akan menemukan sesuatu di sana. Saat membuka mata kembali, hal yang ia lihat adalah pesan teratas yang Radith kirimkan beberapa menit yang lalu. Dengan gemetar Verlita membuka pesan itu. Seketika nyeri menusuk dadanya.
"Rey, kamu baik-baik saja kan? Tolong angkat telepon saya."
Siapa orang yang Radith panggil Rey?
Mencoba berprasangka baik. Verlita membaca cepat pesan-pesan yang Radith kirim ke kontak bernama Renata itu. Dan lagi-lagi sengatan nyeri begitu mengoyaknya tanpa ampun.
Verlita mengangkat pandangan dari ponsel suaminya. Matanya mengedar ke sekeliling. Saat matanya menemukan ponselnya di atas nakas, ia pun meraih benda itu, melakukan apapun yang terlintas di kepalanya.
Tak berhenti di sana. Dengan jemari bergetar, ia mencoba membuka galeri pada ponsel suaminya. Hal yang seharusnya tak ia lakukan karena justru memperburuk keadaannya.
Verlita membelalak tak percaya dengan penglihatannya. Entah berapa banyak foto. Puluhan atau mungkin ratusan foto Radith dengan seorang wanita. Wanita yang terlihat begitu belia yang seketika saja membuat ingatan Verlita jatuh pada percakapannya dengan penjaga rumah peristirahatan sang suami di Batu. Pasti ini adalah wanita yang sama. Entah kenapa Verlita merasa tak asing saat melihat sosok di foto itu. Ia seperti pernah kenal atau bertemu dengannya. Tapi kapan? Di mana?
Mengabaikan rasa penasarannya. Verlita bergerak cepat. Sesekali menoleh ke kamar mandi berharap Radith tak segera keluar dari ruangan itu, Verlita melanjutkan niatnya semula. Mengarahkan ponselnya pada ponsel Radith. Ia harus bertindak cepat dan tanpa jejak agar Radith tak mengetahui apa yang telah ia lakukan pada ponsel pria itu. Dan benar saja, beberapa saat kemudian ia sudah menyelesaikan apa yang ia inginkan. Ia meletakkan kembali ponsel Radith seperti semula. Lalu segera keluar kamar menuju dapur meminta asisten rumah tangganya untuk membuat kopi.
Tak sampai lima menit kemudian ia sudah kembali ke kamar dengan secangkir kopi di tangan. Radith tampak segar setelah mandi. Tangan pria itu menggenggam ponsel dan menempelkannya ke telinga. Entah siapa yang ia hubungi. Apakah wanita bernama Renata itu? Tadi Verlita sempat melihat daftar panggilan. Nama wanita itulah yang Radith hubungi terakhir kali.
Verlita mencibir sinis. Kurang ajar sekali pria ini. Ia bahkan tak menyembunyikan bukti-bukti perselingkuhannya dan dengan santainya menyimpan foto-foto mesranya dengan wanita lain. Apakah pria itu tak takut dirinya akan memergokinya?
Ah, ia melupakan satu fakta. Mereka sebelumnya berjauhan dan jarang bertemu. Jadi untuk apa harus diam-diam menyembunyikan bukti perselingkuhannya. Toh ia tak akan tahu jika tidak berniat mencari tahu seperti beberapa saat lalu.
Lagi pula meskipun ia mengetahuinya juga percuma. Radith sudah berniat membuangnya. Tinggal menunggu waktu saja, namun, ia tak akan membiarkannya begitu saja.
"Dith, ini kopinya," tegur Verlita berusaha mengalihkan perhatian Radith dari ponselnya. Pria itu hanya menoleh sekilas lalu kembali memalingkan wajah. Berkonsentrasi pada ponsel di telinganya.
Setidaknya satu senyum kemenangan terukir di wajah Verlita. Pria itu memakai baju yang telah ia siapkan. Yah, meskipun mungkin hanya demi kepraktisan karena enggan menyiapkan baju gantinya sendiri.
Beberapa menit kemudian Radith tampak meletakkan ponsel di atas meja. Verlita bisa melihat raut muram di wajah pria itu. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Kamu sudah makan?" tanya Verlita mencoba mengusir kecanggungan.
Pria itu tak segera menjawab.
"Dith?" ulang Verlita.
"Sudah." Lalu Radith kembali meraih ponselnya kembali. Mengernyit sejenak lalu kembali menempelkan benda itu di telinganya.
"Kamu benar-benar sudah tidak mau bertegur sapa denganku?" Suara Verlita terdengar nyaring. Membuat Radith mau tak mau meletakkan ponselnya sebelum akhirnya mendesah lelah.
"Apa maumu, Ver?" tanya Radith terdengar begitu putus asa.
"Cabut gugatan itu dan kita kembali seperti semula."
Radith menggelengkan kepala. "Tidak, Ver."
"Kenapa? Karena wanita itu? Wanita murahan simpananmu itu memintamu menikahinya hingga kamu begitu keras kepala seperti saat ini?"
"Ver! Sudahlah. Aku lelah." Radith merebahkan kepalanya pada sofa yang ia duduki. "Kita bicarakan ini baik-baik."
"Yang benar saja. Bagaimana aku bisa berbicara baik-baik jika masalah yang kita bahas adalah gugatan sialan itu. Demi Tuhan kenapa kamu tiba-tiba saja melakukan hal itu? Aku tahu aku salah, aku terlalu sering di luar hingga akhirnya kamu mencari pelarian."
"Bukan seperti itu, Ver. Semuanya jauh lebih rumit." Radith mencoba menghentikan ocehan istrinya.
"Setidaknya garis besarnya seperti itu." Verlita tak mau kalah. Ia kembali menyela membuat suaminya akhirnya menyerah. Enggan beradu pendapat.
"Kita buat kesepakatan saja. Kita sama-sama bersalah. Benar bukan? Jangan hanya menimpakan hal ini kepadaku. Kamu juga bersalah. Kamu selingkuh di belakangku."
Radith masih enggan membuka mulut. Ia kembali merebahkan kepalanya di sofa. Tangannya bergerak memijat pelipisnya.
"Biar semuanya adil. Aku memaafkan semua ulahmu. Perselingkuhanmu, ketidak jujuranmu, semuanya. Tapi aku ingin kita kembali seperti semula dan memperbaiki semuanya. Aku akan mengurangi jadwalku sehingga kita bisa lebih banyak waktu bersama lagi seperti dulu."
"Dulu? Kapan? Seingatku sejak kita menikah sembilan tahun lalu, kamu selalu sibuk di luar sana."
"Kita pernah berbahagia, Dith. Itu nyata."
"Itu menurutmu. Karena aku hanya berusaha agar kamu bahagia."
Verlita berdecak tak sabar karena kalimatnya terpotong.
"Lalu kamu adalah korban dari semua ini? Lalu aku yang sepenuhnya bersalah? Demi tuhan, kamu begitu kekanak-kanakan."
"Ya, aku memang kekanak-kanakan. Makanya lebih baik kamu tidak usah mempunyai suami sepertiku.
"Radith! Demi apapun aku tidak akan mau berpisah!"
"Lalu untuk apa kita bertahan jika sudah tidak ada rasa di hati kita?"
"Karena aku mencintaimu dan ingin menghabiskan hidupku bersamamu."
"Demi Tuhan hentikan omong kosong tak bergunamu itu, Ver. Tanyakan pada dirimu. Jika kamu mencintaiku, saat kamu mengetahui jika aku melayangkan gugatan itu, apa kamu merasa sedih? Ataukah hanya amarah? Sejak tadi di kantor, aku bahkan tak melihat tanda-tanda seseorang yang mencintai dengan begitu dalam. Tidak ada air mata atau kesedihan seseorang yang kehilangan orang yg dia cintai. Yang aku lihat hanya kemarahan kamu. Itukah cinta? Orang yang mencintai begitu dalam tak akan melakukan apa yang saat ini kamu lakukan. Aku tak melihat ketulusan di setiap langkahmu. Rasa cinta dan peduli di hati kamu sudah hilang, Ver. Kamu sudah tidak merasakan apapun kepadaku. Jadi, berhentilah memperumit keadaan. Kita sudah sama-sama tersiksa dengan hubungan ini."
Verlita tak mampu berucap. Ia hanya menggeleng pelan. Hatinya berusaha mencerna ucapan Radith. Mencoba meraba hatinya. Apakah benar yang pria itu katakan tentang dirinya? Tidak! Itu semuanya hanyalah siasat Radith untuk berpisah dengannya.
###
Teman2 yg sudah baca Upgrade pasti lanjutan di bab ini bisa tahu atau bisa menghubungkan. 😅😅😅
Yang belum mampir ke lapak Upgrade, yuk mampir sekarang.
Nia Andhika
29112021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top