-Perfect Two (1)-

Note :

Hai,

Terima kasih bagi kalian yang sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Perlu dipahami bahwa ketika aku membuat cerita ini, masih belajar mengenai tata bahasa, penulisan secara benar dan sebagainya.

Jadi, maaf bila menemukan banyak kejanggalan atau kalimat rancu. Namun, aku dapat menjamin, tak sedikit dari readers yang menyukai alurnya. 😊 Terima kasih.

Happy Reading!!

.

.

.

"Rikkun! Ayo cepat! Cepat! " Tamaki menarik-narik lengan Riku, sembari mempercepat langkahnya.

"Matte, Tamaki! Aku tidak bisa banyak berlari..." Riku menghentikan langkahnya sesaat dan menarik nafas panjang. Ia harus menjaga pernafasannya tetap normal, karena mereka akan tampil sebentar lagi. Riku menatap Tamaki yang sudah menghentak-hentakan kakinya beberapa kali, kesal karena menunggu lama.

"Lagi pula ini salahmu, Tamaki. Sudah kubilang untuk nanti saja memakan pudingmu itu" Protes Riku kembali melangkah.

Mereka kini sedang menuju studio untuk pengambilan gambar acara terbaru yang mengundang mereka.

Dan Tamaki membuat mereka terlambat 10 menit.

"Rikkun! " Tamaki membalikan badannya dan berteriak, berjalan mundur untuk memastikan Riku mempercepat langkahnya.

"Iya! Iya! Eh? Tamaki! Awas! "

"Huh--Waa! "

Tamaki jatuh menimpa seseorang bertubuh lebih kecil darinya. "Uh.. " Rintih seseorang berbaju hitam dengan topi putih itu.

"Ma-Maaf! " Riku membungkukan badan kearahnya. "Apa kau terluka? " Riku mendorong Tamaki menjauh dari orang yang ditimpanya. "Rikkun! Aku juga jatuh! Bantu aku dulu! " Rengek Tamaki sambil mengulurkan tangan kearahnya.

"Hush! Tamaki! Ini salahmu! Aku hanya akan membantunya, kau berdirilah sendiri"

"Cih" Tamaki berdecak pelan.

Orang itu pun berdiri dari tempatnya terjatuh. "Aku benar-benar minta maaf.. Tamaki! Mana maafmu! " Riku menariknya ke hadapan orang itu.

"Maaf.. " Tamaki menundukan kepalanya sedikit.

Orang itu lalu tertawa kecil "Sejak kapan kau terlihat seperti seorang kakak, ne Riku? "

"Huh? " Riku mengangkat kepalanya yang tertunduk dan menghadapkan wajahnya pada seseorang didepannya, surai hitam yang kecokelatan itu terlihat tidak asing baginya.

Ia mengangkat topinya sedikit, memperlihatkan mata honey brown miliknya yang bulat sempurna. Senyum bibir tipisnya menghiasi paras cantiknya.

Benar-benar sempurna.


Pupil mata Riku sontak membesar. Ia bukan orang asing.

Ia.. Seseorang yang pernah menghiasi warna harinya.

"Sana-nee.. "

.

.

.

Perfect Two

by

nshawol566
.

.

.

"Apa yang kalian lakukan? " Riku menghampiri membernya yang berkumpul di depan tv, minus Tamaki.

"Hum?" Mitsuki menolehkan kepalanya sebentar kearahnya "Acara terbaru Re:vale. Ada penyanyi solo yang sangat hits akhir-akhir ini. Muncul setelah break ini"

"Hmm.. " Riku hanya berdehum pelan dan duduk disamping Sougo. "Riku-kun mau minum teh? " Ia menyodorkan cangkir kosong padanya dan mengangkat teko teh. "Arigatou, Sougo-san" Riku menerima tawarannya dengan senang hati.

"Kalian tahu tidak? Katanya ia sangat cantik" Yamato menyengir lebar kearah member-membernya yang lebih muda darinya itu.

"Ossan.. Cengiranmu menjijikan" Mitsuki melemparnya dengan bantal.

"Ouh! Love story desuu! Aku harap aku bisa berkenalan denganya! " Nagi memeluk dirinya sendiri.

"Hah... Jatuh cinta itu hanya merepotkan" Iori menghela nafas dalam.

"Are? Ichi? Apa kau tidak pernah jatuh cinta? "

"Tidak ada waktu untuk hal seperti itu Nikaido-san" Iori membuang wajahnya.

"Ichi.. Ayolaaah. Beritahu Oni-san" Yamato memeluk lengannya manja.

"Percuma Ossan. Aku bahkan tidak tahu Iori menyukai wanita atau lelaki" Mitsuki menggelengkan kepalanya.

"N-Nii-san!! Tentu saja wanita! " Protes Iori pada kakaknya sembari menutup wajahnya malu. Nagi mengelus punggungnya pelan. Sougo membantu menenangkannya. Mitsuki dan Yamato hanya menyengir lebar.
Hobi mereka adalah membuat member termuda malu.

Riku hanya tersenyum kecil melihat mereka.

"Ne. Kalau Riku? " Yamato mengganti targetnya "Pasti kau pernah suka dengan seseorang kan? "

"Iyashh! Hatimu tidak sekeras Iori kan? " Sahut Nagi dan hanya dapat lemparan bantal dari Iori.

"Aku.. " Riku memutar bola matanya agar tidak menatap mereka langsung "...ahah.. Entahlah... " Riku menggaruk belakang kepalanya yang tidak terasa gatal, malu-malu.

"Ouuhh! Reaksi yang oni-san suka! Beritahu! Beritahu! " Yamato melompat-lompat diatas sofa.

"Ossan! Tahu diri! Duduk kau! " Perintah Mitsuki.

"Nanti sofanya rusak, Yamato-san" Sougo menarik ujung bajunya agar ia kembali duduk.

"Mana mungkin, Nanase-san berani dengan wanita... " Iori berdengus kearahnya.

"Hey! Aku cukup berpengalaman! " Riku menunjuknya dengan jari telunjuk tepat didepan wajah Iori.

"Waaah! Berpengalaman! " Yamato dan Mitsuki mulai antusias dengan topik mereka "Seperti apa, Riku? Ceritakan! "

Riku malah jadi kelabakan, semburat merah mulai muncul dikedua pipinya "A-Ah.. Ada sih. Tapi tidak begitu menarik kok... "

"Hehhh ceritakan saja! "

"Acaranya mulai kembali! " Riku ingin berterima kasih pada Nagi yang mengalihkan perhatian mereka.

Semuanya kembali menatap layar.

Riku menyandarkan kepalanya pada sofa dan melirik tv dengan ujung matanya.

"Hai! Kita kembali! Saatnya penyanyi solo yang sedang hits untuk tampil! Mana tepuk tangannya! "

"Sasuga.. Momo-san.. " Mitsuki menatap Momo kagum dengan pembawaannya yang dapat memeriahkan suasana dalam acara.

"Inilah dia! Sana! "

Riku menyembur teh yang baru saja berada di mulutnya, beruntung tidak ada yang menyadarinya. Mereka terlalu fokus menatap layar.

Riku mengelap mulutnya dengan ujung baju panjangnya.

Mereka melihat seorang wanita berpakaian kaos hitam membawa gitar melangkah ketengah, dimana sebuah kursi dan mic telah disiapkan untuknya. Rambutnya diikat ponytail, dengan kalung choker sebagai aksesoris pada lehernya, membuat penampilannya terlihat menarik.

Ia mengibas poni panjangnya yang sempat menghalangi pandangan matanya. Memperlihatkan rupa wajah yang diatas rata-rata.

"Hai.. " Sapanya sesaat memegang mic.

Mendengar itu, Yamato bahkan tidak berkedip.

"Ia belum bernyanyi.. tapi jantungku sudah berdegub.. " Gumam Mitsuki masih terus menatap layar.

"Pretty yang maximal desu! Hatiku langsung meleleh" Sougo mengangguk kecil tanda ia setuju. Iori hanya menatap layar tanpa memberikan reaksi banyak.

Tentu saja mereka akan terpesona.
Riku tahu itu.

Ia lebih tahu Penyanyi solo itu, dari siapapun. Mereka pernah sangat dekat.

"Aku akan menyanyikan satu lagu. Ini mengingatkanku pada seseorang... yang dulu berada disampingku"

"Awh.. Broken heart desu.. Sad.. "

Riku memegangi dadanya 'Tidak lagi... ' batinnya. 'Jangan datang lagi... '

Walking with our small shoulders side by side

Riku menegakan posisi duduknya, menatap lurus layar.

Laughing at every little thing and we were seeing the same dream

If I listen closely I can hear it even now

Your voice In this orange-coloured town

Pandangan Riku mulai sendu. Matanya terasa berat.

If you are not there it is really boring

Though I think I'll be laughed at if I said I was lonely

Ia menatap langit-langit dorm. Beberapa kilasan masa lalu masuk kedalam pikirannya.

The things you left behind I check them again and again

They are still shining brightly without anything disappearing

Riku kembali menatap layar. Kini air diujung matanya hampir tumpah.

I remember your smile

Your smile which is like the sky after the rain; your smile which makes my heart feel refreshed

I remember it and smile

Riku merapatkan bibirnya menahan tangisnya.

I'm sure we will remain as we were on that day; as innocent children

And go through these changing seasons looking forward to our own tomorrows

(Orange-7!!)

Alunan musik masih terdengar. Tanda ia belum selesai bernyanyi.

"Wah... Suaranya membuat buluku bergidik... " Mitsuki memeluk dirinya sendiri.

"Pantas saja namanya langsung naik" Iori menganggukan kepalanya.

"Yash.. Menyentuh hati.. " Nagi memegangi dadanya yang masih terasa hangat.

"Ano.. Yamato-san? " Sougo mentowel bahunya, tapi masih tidak ada respon.

Mitsuki berdengus "Lupakan dia. Setelah sekian lama akhirnya ia bisa melihat wanita secantik itu" Yang lain tertawa kecil.

"Riku bahkan tak ada suaranya--"
Mitsuki tersentak melihat aliran air yang ada di pipinya "Riku! " Lalu ia menghampirinya "A-Ada apa? " Tanyanya panik.

"Nanase-san! Apa kau butuh inhalermu! "

Riku hanya mengerjapkan matanya beberapa kali. "Oh" Ia mengelap sisa air matanya "Hebat sekali. Nyanyiannya sampai membuatku menangis" Katanya tersenyum kecil.

Yang lain mengehela nafas lega.

"Kau ini. Jangan membuat oni-san panik. Padahal oni-san masih memandanginya" Yamato mengacak pelan rambut Riku. "Oh ya. Tamaki belum bangun juga? Biar aku yang bangunkan" Riku pun bangkit dan berjalan menuju pintu, dengan tergesa. Beruntung baginya tidak ada yang memperhatikan hal itu.

"Yotsuba-san.. Untung saja ini hari libur. Kalau tidak ia hanya akan menambah absen saja"

Selang beberapa saat Tamaki masuk sembari mengucek matanya. "Ohayou"

"Ini sudah siang" Gerutu Iori.

"Heh.. Ini kan hari libur, Iorin" Tamaki berjalan dengan lemas menuju sofa dan kembali merebahkan tubuhnya. Kepalanya bersandar pada paha Yamato yang tertekuk. "Tama. Dasar. Coba saja kau bangun lebih awal, kau bisa mendengar nyanyian yang merdu sekali"

"Uhm? " Tamaki membuka satu matanya, lalu membalikan posisi badannya. kini ia menatap layar. "Itu penyanyinya? "Tanyanya.

"Ya. Namanya Sana. Entahlah kenapa tidak ada nama keluarganya" Jelas Sougo.

Tamaki menyipitkan matanya. Berusaha memperjelas penglihatannya, lalu ia teringat sesuatu "Oooh. Pacarnya Rikkun"

"..."

"Ahahaha! Becanda apa kau Tama! Kau masih mengantuk ya! "

"Hihihi, Tamaki-kun. Tidak baik berbohong"

"Yesh. Dan kau membawa nama Riku"

Tamaki mengernyitkan dahinya dan mengganti posisinya menjadi duduk "Aku tidak becanda! Itu benar pacar Rikkun! Kami bertemu dengannya beberapa hari yang lalu di studio! "

Tlak.

Iori menjatuhkan remote tv.

Nagi dan Sougo menganga lebar

Mitsuki mematung

Dan wajah Yamato sudah tak dapat diprediksi lagi bentuknya.

"HAH??! "

"Kita tidak boleh pacaran! Presiden akan mengomeli kita! "

"Batas kita harus 2 tahun debut"

"Bukan itu masalahnya! " Yamato mengacak rambutnya "Tama! Jelaskan padaku! " Yamato mulai mengguncang tubuh Tamaki keras membuatnya ingin mengeluarkan isi perutnya. "Yama-san! Aku akan muntah! "

"Oops" Yamato melepaskan genggamannya"Jelaskan padaku dengan detail"

Tamaki melirik Yamato malas sebelum ia membuka mulutnya kembali "Aku tidak sengaja menabraknya beberapa hari lalu saat kami terlambat menuju studio" Tamaki melihat sekelilingnya. Dilihatnya mereka yang sangat fokus padanya. "Disana.. Mereka saling bertukar sapaan. Sansan--"

"Sansan? "

"Panggilan Sana"

Yang lain hanya memutar bola mata mereka. Tipikel Tamaki.

"Sansan bilang sudah lama tidak bertemu. Lalu Rikkun terlihat sedikit gugup, mereka pun hanya saling tersenyum sehabis itu" Tamaki menjeda kalimatnya dan meraih salah satu cangkir teh karena ia haus.

"Sansan bilang, jangan pikirkan soal hubungan yang telah berlalu. Selesai" Tamaki lalu melirik Yamato "Apa aku mendapatkan puding setelah ini? "

"Jadi itu hubungan yang telah berlalu" Yamato menggosok dagunya.

"Cih. Diabaikan" Tamaki pundung dan berdiri dari tempatnya duduk menuju kulkas.

"Aku tak menyangka Nanase-san memiliki hubungan seperti itu"

"Riku tidak berbohong ketika ia bilang berpengalaman" Mitsuki melirik Iori. Ia lalu menupuk punggung adiknya simpati. "Hanya kau yang tidak berpengalaman"

"Aku tidak mengerti Nii-san. Tapi aku sedikit tersinggung dengan ucapanmu"

"Bukankah Sana 2 tahun lebih tua dari Riku?" Kata Sougo berpikir sejenak.

"Heh... Riku dengan one-san.. Oni-san iri.. " Yamato menarik-narik ujung bajunya "Kenapa yang manis selalu dapat yang cantik"

"Tapi.. Kenapa Riku tidak cerita pada kita? " Nagi mengkerutkan keningnya.
"Sudahlah. Jika Riku tidak ingin cerita kita jangan mengungkitnya. Tapi kita akan dengarkan jika ia mau bercerita sendiri pada kita" Jelas Yamato menghadap yang lain.

"Tidak biasanya kau terlihat seperti leader" Mitsuki menaikan satu aslisnya "Efek wanita cantik luar biasa"

"Mitsu. Aku punya telinga untuk mendengar"

"Oh. Sorry. Aku tidak tahu mereka berfungsi" Sindir Mitsuki menyengir lebar.

Urat pelipis Yamato berdenyut "Mitsu! " Yamato pun mengejar Mitsuki yang berlari mengelilingi area makan.

"Nii-san! Nikaido-san! Bertingkahlah seuai umur! "

"Ah! Kalian menjatuhkan gelas kokonaku!"

"Yama-san! Mikki! Lagi main apa? Aku ikut!! " Tamaki hanya mengikuti mereka tanpa tahu apa yang terjadi.

Teriakan juga tawa menggema didalam ruangan, beberapa barang berjatuhan.

Ruanga yang bersih kini jadi pora-poranda.

Sougo yang sedari tadi masih diam saja, perlahan berjalan menuju dapur "Kalian... " Mereka merasakan adanya hasrat membunuh dibelakang mereka.

Satu per satu kepala mulai menolehkan kepala mereka secara perlahan. Dilihatnya Sougo dengan... 'partner'nya sudah berada dalam genggamannya.

"Bereskan"Perintahnya menodongkan pisau pada mereka.

"Yash Mam! "

***

Beberapa hari kemudian, cerita Sana dan Riku sudah mereda diantara member Idolish7. Tidak ada yang berbeda dengan Riku setelah itu. Semua kembali normal. Sehingga mereka memutuskan untuk tidak mempermasalahkannya lagi.

Dan saat ini mereka memiliki jadwal yang sama dengan Trigger diacara Re:vale.

Rikupun sangat senang bertemu mereka, terlebih lagi ada sang kakak.
"Tenn-nii!" Riku berlari secepat yang ia bisa kearah Tenn, seakan tidak ada hari esok lagi.

"Riku. Sudah kubilang jangan berlari" Tenn menghela nafas lelah "Jangan panggil aku begitu ketika kerja"

"Tapi kan hanya ada kita disini... " Riku melihat sekeliling ruangan yang hanya ada member Idolish7, Trigger dan Re:vale, tidak ada staff.

"Ah. Mumpung semua sudah berkumpul kami juga mengundang seseorang" Yuki menepuk tangannya sekali untuk menarik perhatian mereka.

"Seseorang? " Gaku mengulai perkataannya.

Momo mengangguk "Penyanyi solo yang sedang hits! Masa kalian tidak tahu? "

"Uhmm.. Momo-san. Banyak sekali penyanyi hits sekarang ini" Jelas Ryuu.

"Hehhh tapi ia paling top! " Protes Momo karena mereka masih tidak mengetahui orangnya. "Baiklah aku panggil saja! " Momo berlari kecil keluar ruangan dan kembali bersama seseorang.

"Semuanya! Ini Sana! "

Member Trigger hanya menundukan kepala mereka dan memberi salam dengan sopan antara satu dan yang lain.

Idolish7 memberikan reaksi yang berbeda.

Mulut mereka terbuka lebar.

Lalu mereka melirik Riku yang berada disamping Tamaki. "Idolish7, mohon kerja samanya" Bungkuknya.

Mereka pun hanya membalasnya dengan sopan walaupun sedikit canggung karena terlalu dadakan.

"Riku" Panggilnya "Mohon kerja samanya ya" Sana tersenyum lembut kearahnya.

Perbedaan seperti saat memanggil nama itu, tentu tak luput dari telinga orang sekitar mereka.

Riku membalas senyumnya, walau sedikit canggung sama seperti yang lain"Tentu, Sana-nee"

"Heh? Kalian saling kenal? " Sahut Momo.

"Ah.. Sana-nee seniorku di sekolah, Momo-san. Maaf jika aku sedikit gugup. Sudah lama tidak bertemu dengannya.. " Riku tersenyum malu-malu.

Sana tertawa kecil. Tawanya saja bahkan bisa membuat satu ruangan terdiam.

Tawanya begitu manis. Lalu ia meletakan satu tangannya diatas kepala Riku dan membenarkan beberapa rambutnya yang berdiri "Tidak pernah berubah. Kau harus lebih sering memperhatikan dirimu sendiri, Riku" Sana lalu mengusap pelan kepalanya sebelum menurunkannya.

"Mou.. Sana-nee. Aku sudah menjadi lelaki sekarang, kau tidak usah khawatir" Riku memanyunkan bibirnya. Sana yang melihat itu hanya dapat terus tersenyun

Ah.. Senyum yang sangat aku rindukan.

Mereka saling melempar senyum, tanpa menghiraukan sekitarnya.
Senyum yang penuh makna dibaliknya.

"Ano... Apa benar hanya sekedar senior dan junior? " Yang membuat mereka kaget adalah pertanyaan itu keluar dari mulut seorang Ryuu.

"Huh? I-Iya Tsunashi-san"

Member Idolish7 dan Tenn menggelengkan kepala mereka bersamaan. Riku adalah aktor yang buruk. Ia tidak pernah bisa berbohong.

Mendengar itu Sana hanya dapat memandangi Riku.

***

"Ya! Seperti itulah cerita masing-masing dari grup idol Idolish7 dan Trigger juga penyanyi solo kita Sana" Yuki mengintip cue-card acaranya dan kembali menghadap kamera "Sesi selanjutnya adalah mereka yang disini akan menjawab pertanyaan dari para penggemar"

"Berhubung ini live, jadi kami akan membacakan beberapa saja karena waktu terbatas" Sambung Momo. "Kalian juga bisa menanyakan pada kami, Re:vale jika mau, tee hee" Momo mengerlingkan mata jahil dan direspon dengan tawa oleh semuanya.
Pertanyaanpun masuk seperti air yang mengalir dan mereka menjawabnya dengan senang.

"Etto.. Pertanyaan selanjutnya... " Momo menatap layar yang berada pada genggamannya "..untuk Riku-kun.. " Riku menegakan posisinya menghadap kamera dan tersenyum lembut "...dan Sana? " Senyumnya berangsur hilang tergantikan dengan kerutan diwajahnya dan Sana memiringkan kepalanya.

Idol lain hanya melirik mereka, penasaran dengan pertanyaan yang akan diberikan.

"Hai. Aku teman sekelas Riku. Aku senang melihat mereka satu frame. Mereka adalah... Pasangan paling manis saat di sekolah... "

Momo sontak menolehkan kepalanya ke Riku lalu menghadap kebelakang kamera dimana para staff terdiam untuk beberapa saat. Momo mengisyaratkan apakah pertanyaan boleh untuk dijawab dan staff memberikan jawaban 'ok'.

Member hanya terus menatap Riku.
Dilihatnya Riku yang gelisah dalam duduknya.

Sana hanya seperti biasa. Ia menghela nafas dalam. Seakan ia sudah dapat memprediksi pertanyaan itu.

Riku menolehkan kepala kepada Yamato mengkerutkan keningnya sedikit. Yamato mengangguk pelan. Bagaimana pun ia leader mereka. Riku perlu meminta izin sebelum membuka mulut.

"Ano--"

"-- Itu cerita lama" Sana memotong perkatannya. "Sekarang kami hanya rekan dalam kerja" Jawabnya dengan yakin.

Momo dan Yuki selaku MC acara mengangguk penuh pengertian.

Riku melirik Sana dan mengucapkan 'Arigatou' tanpa suara kearahnya. Sana mengangguk kecil.

"Selanjutnya.. " Yuki kini bergantian dengan Momo "..hm? Tiba-tiba saja banyak kiriman penggemar--tidak. Mereka adalah.. Teman Riku-kun dan Sana... "

Momo menatap layar yang terus berganti gambar "Sugoi! Tidak ada berhentinya! Bagaimana caranya kita menjawab?" Momo menghadap Riku dan Sana "Sepopuler apa kalian di sekolah??? "

"Mereka pasangan terpopuler sepanjang masa! "Yuki membaca satu respon dari ucapan Momo yang terekam di kamera.

"Duo paling berbakat! "

"Harusnya mereka dari dulu satu panggung"

"Aku sangat menantikan mereka berdua sejak dulu... Huhu aku terharu! "

Yuki lalu tidak sengaja membaca salah satu respon dari penggemar Idolish7.

"Jika Riku-kun dengan Sana aku tidak protes! "-Yuki sedikit terkejut dan melirik Riku apa ia baik-baik saja.

Riku hanya semakin tenggelam dalam duduknya.

Tenn bahkan ingin segera memberhentikan sesi pertanyaan ini.

Yuki langsung mencari pertanyaan yang menjauhkan soal hubungan mereka.

"Kalian harus dengar saat mereka bernyanyi bersama! Epic! "

" Ooh. Kalian bisa nyanyikan? " Yuki tersenyum kearah mereka berdua secara bergantian.

"Lagu apa yang harus kita nyanyikan? "Riku bertanya balik padanya.

"Sesuka hati kalian"

Riku kembali melirik Sana untuk kesekian kalinya dan Sana menyadari itu "Kita bisa menyanyikan satu lagu yang sempat kita nyanyikan disekolah dulu, jika kalian perbolehkan? " Usul Sana.

"Tentu! Tapi kita harus break sejenak untuk persiapan penutupan! Bersabarlah pemirsaaa! " Momo mengangkat tangannya kearah para staff dan pengambilan gambar dihentikan sementara.

***

Para Idol menunggu persiapan staff untuk sesi penutupan acara.

"Maaf. Sana-nee" Riku menghampiri Sana yang duduk dipojok ruangan jauh dengan yang lain.

Yang lain mungkin terlihat tak peduli tapi mereka memfokuskan pendengaran mereka kepada percakan keduanya.

"Iee. Iee" Sana mengibaskan tangannya "Sini duduk Riku" Ia menepuk-nepuk kursi kosong disebelahnya. Riku tersenyum dan menempatkan dirinya disana.

"Apa kondisimu baik saat ini?" Tanya Sana sembari menopang dagu diatas lututnya menghadap Riku.

"Hai! Aku minum teh buatan Sougo-san sebelum kesini dan efeknya masih bekerja. Aku masih merasa hangat! " Senyumnya lebar.

Sougo yang mendengar itu dari kejauhan mengelap air mata transparannya, terharu. Member Idolish7 mengacungkan jempol kearahnya.

"Sana-nee sudah berapa lama kau debut? "

"Are? Apa aku segitu tidak terkenalnya sehingga kau tidak tahu? "

"Hum? O-Oh.. Yah.. " Riku menundukan kepalanya "Gomen.. "
Sana tertawa kecil melihat kepolosan Riku. "Aku hanya menggodamu" Ia lalu kembali pada topik pembicaraan mereka "8 bulan, Riku"

"Woaah. Dan kau sudah sehebat ini?! "

Sana terdiam sesaat melihat wajah Riku. Ia ingin sekali memangkuk wajah mungil itu ditangannya. Menariknya pelan dan meninggalkan kecupan disana.

Sana menepis pikirannya.

"Kau kan senpai disini Riku" Sana menepuk punggungnya "Bersikaplah seperti salah satunya! " Sana tiba-tiba saja berdiri "Ne Riku. Sepertinya kau tambah tinggi" Sana menarik lengannya, sedikit memaksanya bangkit "Tentu saja! Aku juga tumbuh!" Riku mendekatkan tubuh mereka untuk mengukur tingginya.

Sana menghentikan nafasnya. Riku sedekat ini, tapi ia terasa jauh.

Dengan tinggi yang hampir sama, Sana mudah menjangkau surai Riku dan mengacaknya. "Padahal kau dulu sedikit lebih kecil dariku dan itu sangat lucu" Cengirnya jahil.

Riku membuang wajahnya tiba-tiba, wajahnya memanas "Curang.. Cantik sekali.. " Gumamnya pada dirinya sendiri.

"Wah.. Lihatlah kemistri itu... " Yamato menatap mereka iri.

"Mereka pasti tidak menganggap kita disini" Tambah Mitsuki "Apa yang kau lakukan Iori? " Ia mengernyitkan dahi melihat adiknya yang sedari tadi mengarahkan ponsel kearah Sana dan Riku.

"Tidak. Aku bermain game" Iori dengan tergesa memasukan ponselnya kembali pada saku celananya.

Mitsuki bersweatdrop.

"Mereka terlihat manis ya kan Iori-kun? "Sougo menepuk punggungnya. Iori hanya diam tapi rona merah sudah muncul dipipinya.

"Ouh. Cinta mulai bersemi" Nagi menatap pemandangan didepannya dengan mata berbinar-binar.

"Sepertinya mereka bukan teman biasa" Gaku menaikan satu alisnya "Nanase menjawab pertanyaanmu bohong, Ryuu"

"Ahaha"Ryuu tertawa "Mau bagaimana lagi. Ia pasti malu"

Tenn hanya mengamati situasi yang ada. Ia tidak begitu mengerti urusan seperti ini, tapi jika ini menyangkut Riku... Ia harus membantunya sebagai kakak yang baik.

"Ne Yuki. Apa kau bisa melihat background kelap-kelip dibelakang mereka? " Momo merangkulnya.

"Hai. Begitulah orang ketika jatuh cinta, Momo" Yuki masih memandang Riku dan Sana, senyuman kecil tumbuh diwajahnya.

"Rikkun! " Tamaki menarik ujung bajunya "Toilet. Toilet. Temani aku" Rengeknya manja.

Yang lain menatap Tamaki datar. 'Tidak bisa membaca situasi' batin mereka.

"Hehh?" Riku melirik Sana yang mengangguk kecil "Baiklah. Ayo pergi, Tamaki"

Riku dan Tamaki pun pergi menuju toilet.

Sana yang berada didalam ruangan bersama idol lain yang tidak ia kenal dekat hanya kembali duduk dipojokan.

Suasana hening kembali.

"Sana-san? " Tenn memanggilnya sembari melangkahkan kaki kearahnya.

"Tenn.." Ryuu terlihat ingin menahannya beberapa saat.

"Ya? Kujou-san? " Sana mengalihkan perhatian padanya.

"Apa yang menyebabkan kau mengakhiri hubungan dengan Riku? "
Pertanyaannya membuat suasana terasa berat.

"Huh? " Sana melirik orang-orang dibelakang Tenn yang sepertinya tertarik dengan hal itu. Mereka saling mendongakan kepala untuk melihatnya.

Sana menghela nafas dalam, lalu tersenyum kecil "Kau. Kujou Tenn"

Tenn mengerjapkan matanya. "Maaf? "

Sana masih dengan senyumannya menghadap Tenn.

"Riku sangat menyayangi kakanya. Ia rela melakukan apapaun untuk mengejar kembarannya" Sana bangkit dari tempatnya duduk.

"Riku.. anak yang baik. Ia memperlakukan aku dengan lembut. Ia tidak pernah menyentuhku tanpa seijinku" Sana tertawa kecil "Kami bahkan tidak pernah sempat merasakan first kiss kami"

"Aiya. Tidak seberapa berpengalaman seperti yang oni-san pikir" Yamato menggelengkan kepala kecewa. Mitsuki menepok jidatnya "Apa yang kau pikirkan dengan otak mesummu itu, Ossan"

"Tapi.. Ia punya ambisi. Untuk mengejarmu, membuktikan dirinya bisa setara denganmu dan bisa diakui olehmu" Sana mengalihkan perhatiannya sesaat. Ia melihat Tenn yang mendengarkannya dengan serius.

"Hampir setahun kami menjalin hubungan, semua baik-baik saja. Riku juniorku dan aku seniornya. Hubungan yang terbilang sulit untuk dilakukan. Tapi kami melewati semuanya dengan lancar. Semua orang mendukung kami" Sana menjentikan jarinya "Kami sering bernyanyi di kantin saat istirahat. Mungkin itu yang menyebabkan beberapa pertanyaan keluar" Sana melirik kearah Yuki dan Momo.

"Benar-benar masa yg indah... " Senyumnya. "Kau tahu? Kenapa aku sangat tahu tentangmu? Tidak ada hari dimana Riku tidak menceritakanmu. Tenn-nii begini... Tenn-nii begitu.. Riku tidak mengerti perasaanku... " Sana mengibas poninya yang menghalangi penglihatannya.

"Ia menjalin hubungan denganku. Tapi.. Yang ia pikirkan hanya kakaknya... "

Tenn merasa bersalah "Ma--"

"--Jangan meminta maaf Kujou-san. Ini bukan salahmu. Aku hanya ingin memilikinya seutuhnya. Aku terlalu egois. Harusnya aku tahu, ia juga memiliki beberapa orang yang disayanginya" Sana menatap sekelilingnya "Minna-san. Terima kasih sudah menjaga seseorang yang aku sayangi dengan baik" Sana membungkukan badan kearah mereka.

Mereka hanya terenyuh dengan penyanyi solo dihadapan mereka. Ia dewasa, baik, sopan dan sangat cantik baik luar ataupun dalam.

"Iee. Iee. Riku-kun anak yang baik, kami semua suka berada disekelilingnya" Ryuu merespon ucapannya, yang diikuti anggukan oleh yang lainnya.

Tenn membungkukan badan dua kali "Terima kasih sudah menemani adikku disaat aku tak ada disampingnya Sana-san"

"Yadda Kujou-san. Kau membuatku malu" Sana lalu kembali teringat akan sesuatu "Kujou-san. Sebelum aku dan Riku berpisah. Aku bertanya pada Riku, jika aku dan Tenn berada disituasi yang sama. Dimana kau harus memilih salah satu dari kami untuk selamat. Siapa yang akan kau pilih? "

Tenn mengenyitkan dahi mendengar pertanyaannya.

"Riku diam" Sana menaruh satu tangan dipundaknya "Tapi aku tahu.. Ia akan lari kearahmu saat itu, baru kearahku"

"Sana-san.. "

"Kujou-san. Aku mohon. Mulai sekarang hargai usahanya... " Sana memainkan ujung ponytailnya "Memujinya sesekali tidak ada salahnya kan... " Ia lalu menutup wajahnya tiba-tiba " Dan aku harusnya minta maaf padamu" Sana mengintip dari celah jemari jenjangnya, mereka dapat melihat wajahnya yang memerah.

"Aku pernah berpikir. Should i raped him? And make him mine? "

Para lelaki idol itu menganga saking terkejutnya. Tenn bahkan terpaku ditempat. Sana yang menyadari suasana menjadi canggung pun mulai menambahkan ucapannya " Oh!Tentu saja tidak kulakukan"

Yang lain menghela nafas.

Mereka harus menjaga Riku tetap bersih hingga pada waktunya.

"Why... " Yamato terlihat kecewa kembali "Ossan! " Mitsuki menjewernya " Riku bukan dirimu! "

Sana memandangi wajah Tenn yang masih menatapnya dengan pandangan bersalah. "Ah.. Aku kalah denganmu" Ia memencet ujung matanya. Uh.. Ia hampir menangis.

"Tamaki! Kau sudah cuci tanganmu kan? "

"Heh... Sepertinya sudah.. "

Mereka mendengar suara Riku dan Tamaki yang kembali. Sana menghadapkan kepala kearah mereka sekali lagi, menaruh telunjuk dibibirnya dan mengedipkan sebelah matanya "Rahasiakan ini dari Riku ya"

Setelah itu Riku dan Tamaki masuk.

***

Sore itu warna oranye menghiasi langit diatas perkotaan dengan lembutnya. Perpaduan warna kuning dan sedikit kemerahan sungguh indah.
Diikuti oleh suara percikan air yang saling berbenturan saat mengalir, memberikan ketenangan tersendiri.

Jembatan yang biasa mereka lalui terasa begitu panjang saat itu.


Remaja perempuan itu menatap punggung remaja lelaki didepannya "Riku. Aku akan lulus bulan depan" Sahutnya.

Riku menghentikan langkahnya dan membalikan badannya "Aku tahu, Sana"

Sana memendekan jarak diantara mereka "Apa kau akan sedih jika aku tak ada disampingmu? " Tanyanya mendekatkan wajahnya sedikit.

Riku menatap mata honey brown miliknya itu lekat. Dibawah langit senja, matanya terlihat bercahaya. Riku pun tak dapat memalingkan pandangannya sedikitpun.

"Tentu... Kau meninggalkan aku, bagaimana aku tidak kesepian? " Riku memainkan ujung sepatunya.

Sana tersenyun lembut "Riku. Apa kau bisa melakukan hubungan jarak jauh? "

Riku mengangkat kepalanya yang tertunduk " Apa kau masih mau denganku, Sana? Bukankah diluar sana banyak yang lebih menarik dari pada aku..? "

Sana tersenyum dan menatap lurus kemata crimson milik Riku "Kau lebih menarik Riku. Percayalah" Kedua tangannya mengelus pelan pipi remaja yang lebih muda dua tahun darinya itu.

"Apa kau tidak malu denganku? Aku lebih tua darimu.. " Sana merapatkan bibirnya sesaat "Kau akan dikira menjalin hubungan dengan tante-tante" Candanya tertawa kecil.

Sana merasakan hangat tangan lain yang bukan miliknya berada diatas punggung tangannya "Aku lebih menyukai Sana yang mengelus pipiku pelan. Menggenggam tanganku agar tetap hangat. Menatap mataku dalam... " Riku membuka matanya yang tadi tertutup, ketika merasakan hangat tangan remaja perempuan itu dipipinya "...menemaniku sepanjang waktuku... "

Mata Sana mulai bergetar, jika ia berkedip, air matanya akan jatuh.

"Bagaimana dengan mimpimu? " Sana berusaha sedikit mengalihkan topik dan melepaskan genggamannya pelan.
"Aku masih berusaha" Riku menatap aliran sungai yang berada disamping mereka. "Aku tetap akan mengejar Tenn-nii"

Sana melihat tatapan Riku saat itu. Penuh akan tekad yang kuat.

"Hah... " Sana menghela nafas "...Kalau begitu ayo kita lakukan" Sana mengepalkan tangannya kearah Riku. "Aku akan mendukungmu. Kita akan bertemu di panggung yang sama nanti. Entah aku atau kau yang berada disana pertama kali" Sana tersenyum lebar "Tunggulah saat hari kita bersama"

Riku menatapnya beberapa saat dan membalas kepalan tangannya. "Uhm! "

"Dan.. " Sana kembali membuka mulutnya "Kita akhiri saja ini.. "
Riku mengernyitkan dahinya.

"Kau harus fokus mengejar kakakmu Riku. Aku akan menjadi penghalang. Kau tidak akan bisa mengkhawatirkan dua orang secara bersamaan, itu akan menguras energimu.. " Riku mencoba mengeluarkan suaranya tapi tidak ada yang keluar.

"Aku tidak akan membencimu. Aku berjanji. Karena itu.. Berlarilah Riku. Kejar impianmu. Sebebas yang kau mau"

"Sana.. "

"Bukan Sana, Riku" Sana tersenyum tetapi bulir air mata sudah mengalir dikedua pipinya "Tapi Sana-nee.. "

Riku merapatkan bibirnya "Uh... Apa kau yakin dengan semua ini.. " Tanyanya memastikan.

Sana mengangguk "Kau sudah cukup memberikanku banyak kenangan. Karena itu.. Biarkan... " Sana menarik Riku dan memeluknya erat "...aku seperti ini untuk beberapa saat"
Sana membenamkan wajahnya pada bahu Riku.

Riku membalas pelukannya sembari menatap langit. Ia dapat merasakan seragamnya yang mulai basah, tapi tidak berbicara apapun.

'Untukmu... yang kini bebas melangkah. Kejar apa yang menjadi impianmu. Aku akan datang menjemputmu.. '

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top