3-2
Tinita duduk setelah menjawab pertanyaan dari Bu Atika, guru sejarah.
"Ada yang punya pendapat lagi?" tanya Bu Atika sambil melihat siswa di kelas
Ochi mengangkat tangannya, Bu Atika mengangguk mempersilahkan Ochi untuk berbicara.
"Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda antara lain Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31" terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Pasifik.
Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang"
Tinita merasa bahwa Ochi terlihat berbeda beberapa hari ini. Dia seakan berlomba saat Tinita mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan. Tinita yang biasanya tidak acuh bisa merasakannya.
Tatapan Ochi yang selalu mengarah padanya, bagai siap melemparkan belati.
Tinita menghela napas, lagi pula ini bukan kali pertamanya ia bertemu dengan orang yang menjadikannya rival di kelas. Tapi tentu saja Ochi yang paling keras menunjukkan persaingan mereka.
Bahkan Cakra yang sempat mendeklarkan ke-rival-an mereka tampak biasa saja, tidak ada yang banyak berubah kecuali peningkatannya dalam mengerjakan tugas.
Ya, orang diam-diam seperti Cakra yang sebenarnya berbahaya bagi Tinita. Selain itu bukan Cakra dan Ochi saja saingan Tinita, ada satu orang lagi di kelas ini peraih ranking tepat di bawah Tinita.
Dia tidak berisik seperti Ochi, dia banyak diam. Tinita juga tidak terlalu dekat dengannya, mereka hanya berpapasan sesekali karena sekelas. Bahkan Angle saja mengakui bagaimana pendiamnya orang itu saat mereka pergi karyawisata di argowisata kemarin.
Tinita melirik ke arah Cakra, cowok itu tampak melihat ke arahnya juga tersenyum.
"Rival lo bertambah tuh" ucapnya dengan gerakan bibir lalu kembali melihat ke depan kelas.
Yah, tanpa diberitahu pun Tinita sudah tahu.
***
"Wah, kelas olahraga kali ini basket ya?" ucap Angle sambil berkacak pinggang.
"Hm," gumam Tinita
Setelah melakukan pemanasan dan lari sebanyak 7 lapangan, mereka digiring menuju ke lapangan basket indoor karena di lapangan outdoor sedang digunakan oleh kakak kelas.
"Gue berharap jadi cadangan aja," ucap Rei sambil melihat cowok-cowok yang mulai pemanasan kedua serta membagi diri menjadi dua tim.
"Mana boleh! Semangat dong! Semangat!" ucap Angle sambil menggoyang-goyangkan Rei yang menguap beberapa kali.
Meski berkata sepanjang hari bahwa dirinya mengantuk, nyatanya Rei berada di urutan ke lima saat lari tadi. Dibelakangnya ada Ochi yang beberapa kali berusaha untuk menyalipnya dan berhasil untuk dua putaran saja sebelum Rei kembali menyalipnya.
Tinita berada di urutan ketiga, setelah Angle dan Cakra yang memang memiliki kemampuan fisik yang bagus. Dan tentu saja, orang pertama yang menyelesaikan ketujuh putaran adalah Oda, cowok mantan wakil ketua geng itu tidak perlu ditanya soal tingkat kebugaran tubuhnya.
"Tinit! Tinit! Siapa menurutmu yang paling ganteng?"
Mata Tinita langsung menjelajahi cowok-cowok yang mulai bermain, kalau di bandingkan dengan sorakan yang ada, tentu saja Cakra.
Tinita tidak tahu kenapa masih ada banyak cewek yang menjadi penggemar cowok tukang tebar gombalan itu mungkin karena fisiknya positif ganteng dan keren kali ya?
Tapi kalau misalnya adu fisik,Oda juga lumayan ganteng meski punya sejarah kelam-masuk bui. Lalu ada Ru, cowok yang punya rupa oppa ganteng khas negeri gingseng dengan mata sipit dan kulit cerah. Tinita pernah mendengar gosip kalau cowok itu punya darah asia timur.
Kalau dijabarkan semua, 70% cowok dikelas mereka memang orang ganteng dengan ciri khas masing-masing.
"Semua ganteng di mataku," jawab Tinita bijak
"Lo punya jiwa playgirl ya?" sahut Rei
"Nggak! Mana ada! Tinita hanya anak kecil yang belum menemukan pangerannya saja!" bela Angle-tak terima jika Tinita di bilang Playgirl, sedangkan Tinita diam saja mendengar reaksi Angle dan komentar Rei
"Ngomong-ngomong soal pacaran, lo beneran pernah pacaran ama idol?"
"Iya, aku pernah dengar kabarnya, bahkan sebelum dia debut," ucap Aninda, cewek itu memperbaiki letak kacamatanya.
"Ya, dan itu Cuma masa lalu," jawab Angle santai
"Aku jadi iri," ucap Aninda
"Oh ya, Aninda kan penggemarnya," celetuk Rei
"Aku baru tahu itu," komentar Tinita, sedikit tak percaya.
Tapi ya, Angle adalah siswi tercantik di sekolah, jadi wajar punya mantan idol sepertinya. Namun tetap saja bagi Tinita itu adalah kejutan kecil. Karena selama ini Angle terlihat tidak dekat dengan cowok mana pun, juga tak pernah curhat tentang sosok 'mantan'nya.
Tinita kembali melihat ke lapangan, ia dapat melihat Cakra yang melirik padanya setelah memasukan beberapa bola ke dalam ring, senyum penuh kemenangan.
15 menit berlalu dan mereka pun bertukar, tim cewek mulai memasuki lapangan. Tinita berada di satu Tim yang sama dengan Rei, meski cewek itu awalnya menolak untuk masuk lapangan.
Beberapa kali Tinita mendapatkan bola, mendribellnya namun selalu saja Ochi datang menghadang, kalau bukan Tinita yang membawa bola cewek itu tidak akan memberikan blok berarti.
"Lo terus dijaga ama Ochi," bisik Rei ketika mereka berlari menuju wilayah lawan
Tinita melirik Ochi, ya cewek itu memang tampak terus mengawasinya.
***
"Sebenarnya kalian ada apa sih?"
Mereka berempat duduk ngerumpi di salah satu meja kantin, sehabis olahraga memang yang paling enak mengisi perut.
"Tidak ada," jawab Tinita lalu menggigit roti lapis selainya, sedangkan Rei tampak tak puas
"Si Ochi Ocha itu lagaknya mau ngajak berantem aja," ucap Angle, "untung aja tadi kamu nggak cedera,"
Ya, untung saja. Batin Tinita, kalau saja ia tidak memperhatikan gerakan Ochi dengan teliti mungkin ia sudah berada di UKS sekarang dengan kaki kanannya yang di perban. Ochi sengaja ingin membuat Tinita cedera dengan menyenggol Tinita namun gagal karena Tinita cepat berkelit.
"Sudah-sudah jangan terlalu dipikirkan," ucap Aninda sambil membuka kotak bekalnya lalu memberikan sumpit pada Rei.
"Tapi dia udah keterlaluan lho," sahut Angle lalu mengambil toples kecil yang berisi kue kering yang dibawa oleh Aninda.
"Hm... gimana menurut lo Tin? Lo mau labrak dia?" tanya Rei lalu memasukan sushi ke dalam mulutnya
"Tidak, itu hanya akan membuang waktu," jawab Tinita, matanya masih memperhatikan handphone.
Tingkah Ochi memang menyebalkan, tapi Tinita berusaha untuk tidak menimbulkan konflik berlebih dengan cewek satu itu. Mulutnya setingkat lebih tinggi dari admin lambe turah di twitter, dan Tinita yakin jika mereka sampai berdebat, akan memakan waktu berhari-hari.
"Dari pada ngomongin orang nggak penting kayak dia, gimana kalau kita bahas tour nanti?" tanya Rei
Aninda menepuk tangannya, "Ah iya! Katanya voting untuk negara tujuannya sudah keluar!"
"Eh??!! Aku bahkan belum sempat voting!" kata Angle setengah kecewa "kenapa juga sih votingnya dikasih batas waktu?!"
"Biar cepet kali," sahut Rei "yang menang kali ini Finlandia."
"Jadwal tournya sudah keluar," ucap Tinita "walau sebenarnya kurang dari yang kuharapkan."
"Pantas saja dari tadi lihat hp mulu," komentar Rei
"Memangnya apa yang kurang?" tanya Angle pada Tinita, ia membaca jadwal tour yang telah ia download dari website sekolah, dan merasa tidak ada yang aneh dengan jadwal itu.
"Aku hanya berpikir kalau bagian 'bermain'nya terlalu banyak," jawab Tinita
Khas Tinita sekali, batin mereka bertiga kompak.
"Aku akan pesan es jeruk, kalian ada nitip?" tanya Aninda sambil berdiri dari kursinya
"Buah potong!" sahut Angle
Aninda menoleh pada Tinita dan Rei, kompak kedua cewek itu menggeleng.
BRUK!
Baru tiga langkah berjalan Aninda di senggol oleh Ochi, minuman yang dibawa cewek itu tumpah sedikit mengenai seragam Aninda.
"Ah! Maaf!" ucap Aninda spontan
"Makanya kalau jalan itu pakek mata dong! Dasar mata empat!" ejek Tia yang berada di samping Ochi
Beberapa siswa di kantin memperhatikan mereka, termasuk Tinita, Angle, dan Rei.
"Kamu seharusnya minta maaf!" ucap Angle tak terima
Ochi memandang remeh Aninda yang diam sambil membersihkan seragamnya dengan tisu yang ia bawa.
"Seharusnya lo nggak ada disini malu-maluin, susul gih kakak lo yang udah meninggal itu!" kata Ochi sambil menyenggol Aninda lalu berjalan keluar kantin bersama Tia.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Tinita sambil menepuk pundak Aninda yang tampak syok itu.
Sedangan Rei menahan Angle agar cewek itu tidak menyusul Ochi lalu melakukan pergelutan.
"Ya... aku baik-baik saja," ucap Aninda sambil tersenyum.
Tapi Tinita tahu, senyum Aninda itu palsu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top