2-1
Ketenangan kembali pada Tinita, sangat menyenangkan menjalani hari-hari seperti biasanya. Tanpa gangguan.
"Baiklah sebelum memulai pelajaran, mari kita adakan tanya jawab kecil," kata Pak Samuel
Ia membuka buku, "Nah ada yang bisa menjelaskan soal tes eksposisi?"
Sebagian besar mengangkat tangannya termasuk Tinita.
"Ya, kamu, Oktavia."
Yang lain menurunkan tangannya, sedangkan Ochi langsung berdiri.
"Teks Eksposisi adalah jenis atau ragam teks yang memiliki fungsi menyampaikan gagasan-gagasan berupa pemikiran tentang suatu topic. Tujuan Teks Eksposisi
Adalah Untuk menjelaskan informasi tertentu supaya dapat menambah ilmu pengetahuan pembaca, sehingga dengan membaca teks eksposisi maka pembaca akan mendapatkan pengetahuan secara rinci dari suatu hal atau kejadian," jawab Ochi lalu kembali duduk dan tersenyum puas
"Oke , lalu Tinita apa cirri-ciri teks eksposisi?"
Tinita langsung berdiri,
"Singkat dan Padat.
Gaya informasi yang mengajak
Penyampaian teksnya secara lugas dan menggunakan bahasa yang baku.
Menjelaskan informasi-informasi pengetahuan.
Teks eksposisi bersifat objektif dan netral.
Penjelasannya disertai data-data yang akurat.
Fakta digunakan sebagai alat konkritasi dan kontribusi.
Sedangkan Ochi membuang muka saat Tinita mulai menjawab."
Sedangkan Tinita tak mengerti dengan tingkah guru satu itu, akhir-akhir ini Pak Samuel sering mengajukan tanya jawab, ya awalnya pasti akan memilih diantara orang yang mengangkat tangan namun pasti ada pertanyaan lain dan Tinita selalu dipanggil untuk menjawabnya.
Meski itu terdengar biasa saja namun bagi Tinita yang selalu memperhatikan kebiasaan guru dalam mengajar untuk mendapatkan nilai tertinggi, merasa aneh. Karena sebulan lalu Pak Samuel tak pernah melakukan tanya jawab dengan memanggil langsung nama siswanya.
Tapi sudahlah, Tinita hanya berharap kalau nilai bahasanya akan stabil dan tidak turun.
***
"Tinit, kamu milih yang rasa apa? Mangga atau sirsak?" tanya Angle saat mereka sedang di kantin.
Tinita diam sebentar, "Roti isi kacang," jawab Tinita
Angle cemberut, "Kan aku ngasih pilihannya mangga ama sirsak."
"Tapi yang ingin kumakan yang isi kacang."
Tinita lalu mengambil roti tersebut lalu membayarnya, buru-buru Angle mengambil roti mangga dan membayarnya sebelum Tinita meninggalkannya.
Akhir-akhir ini Angle lebih sering bersama Tinita meski sesi tutor mereka berakhir. Angle mendapatkn nilai yang cukup memuaskan.
Tinita duduk di kursi taman sekolah di bawah pohon ceri, Angle duduk di sampingnya. Tinita membuka pembungkus roti dan memakannya sambil membaca buku saku yang dibawa. Sedangkan Angle memakan rotinya sambil melihat sekitar. Beberapa orang yang melewati mereka tampak berbisik.
Matanya lalu melihat ke arah kerumunan cewek yang tampak berteriak histeris. Mereka berdiri di pagar pembatas lapangan basket. Disana terdapat beberapa cowok yang sedang bermain.
"Hei, hei Tinit, lihat itu Cakra!" ucap Angle sambil menyenggol bahu Tinita.
Tinita melihat sekilas arah pandang Angle, "Oh," tanggapnya lalu kembali membaca bukunya.
"Ish, masa kamu nggak merasakan apa-apa sih? Padahal kalian kemarin tabrakan mesra lho," kata Angle
"Tabrakan ya tabrakan," sahut Tinita "lagi pula itu sudah lewat dan kami sama-sama tidak mempermasalahkannya."
"Reaksimu dingin banget," komentar Angle, merasa tidak puas akan sikap cuek Tinita
Tinita diam sambil tetap melanjutkan bacaannya, lagi pula tidak ada spesial-spesialnya jatuh dari tangga dan terguling-guling sebentar sebelum menjadikan seseorang sebagai tamengmu di atas lantai.
"Tapi masa kamu nggak terpesona sama gantengnya? Aku kadang-kadang lupa diri kalau liat dia lagi hot-hotnya."
"Ya dia memang ganteng karena dia cowok itu wajar," sahut Tinita
"Gimana kalau Pak Samuel? Gimana menurut kamu? Dia guru muda dengan wajah paling sempurna, denger-denger dia belum genap 25 tahun lho...."
"Biasa saja," jawab Tinita lalu membalikkan halaman bukunya.
Angle menggebungkan pipinya lalu melipat plastik bekas pembungkus roti dan melemparnya ke tong sampah yang berada di seberang mereka.
Angle lalu memutuskan untuk mengecek, ponselnya.
"EH! Eh! Tinit! Tinit!"panggil Angle sambil menggoyangkan tubuh Tinita dengan keras
"Iya-iya ada apa Angle?" tanya Tinita setengah kesal, menengok.
Angle memperlihatkan ponselnya dengan raut sedikit takut, "Kamu jadi trending di twitter lambe turah sekolah."
Tinita memperhatikan sebentar.
"Kamu yang menyebarkannya?" tanya Tinita setengah sinis, "bukankah kamu bilang kalau kamu tidak akan meyebarkannya?"
"Ya-ya aku nggak nyebarin sih, ka-kayaknya ada yang lain."
"Kamu memberitahu orang lain? siapa?" cerca Tinita lagi
"Mungkin... Ochi? Beberapa hari yang lalu sepertinya aku keceplosan saat dia bertanya hubunganku denganmu," ungkap Angle "dia sempet pinjem ponselku hehe...."
"Kamu ember banget," ucap Tinita dengan nada kesal, kembali memusatkan pikirannya pada buku yang ia baca.
Inilah yang tidak disukai Tinita, kelasnya memiliki beberapa tipe siswa yang merepotkan, seperti Ochi.
Padahal rasanya ketenangan sudah kembali kepadanya, kenapa sekarang malah pergi lagi?
***
Cakra melambaikan tangan kepada penggemarnya yang tampak berkerumun dari jauh, lalu terdengar teriakan kekaguman.
"Penggemar lo makin lama makin banyak," ucap Joshua yang berjalan di samping Cakra
Cakra yang mendengarnya hanya terkekeh pelan, "Gue emang ganteng."
Joshua menoyor kepala Cakra, "Sombong amat," ucapnya
"Tapi itu kenyataannya kan? Udah kaum iri kayak lo nggak usah banyak protes percuma," sahut Cakra sambil mengelap keringatnya sehabis bermain basket dengan handuk.
"BTW gue baru tahu kalau salah satu penggemar lo si datar muka itu, satu sekolah udah heboh padahal beritanya baru beberapa jam," kata Joshua
"Ha? Muka datar? Siapa?" tanya Cakra agak bingung
Joshua menghela napas, "Lo nggak tau Tinita temen sekelas lo? Wah kebangetan, padahal dia terkenal banget dengan julukan itu sewaktu MOS, bahkan beberapa senior kita masih ada yang manggil dia gitu."
"Ho'oh dia," gumam Cakra, dia ingat dengan sosok Tinita yang biasa saja. Cewek itu memang selalu bermuka datar, kalau tersenyum pun itu tersenyum formal, nggak ada cantik-cantiknya menurut Cakra.
"Nih gue kasih fotonya sekalian kalo lo ragu," kata Joshua sambil memperlihatkan foto Tinita yang menindih Cakra beberapa hari lalu.
Foto itu menarik perhatian Cakra mengingatkannya tentang kejadian beberapa hari lalu saat Bram memaksanya untuk mengisi posisi sekretaris OSIS karena orang yang menjabat sebelumnya mati bunuh diri.
Kalau diingat-ingat menyebalkan juga, untung bocah satu itu sudah menyerah mengejarnya.
"Tapi kayaknya disini lo yang ditaklukin sama dia deh, wajah lo kaget banget, sedangkan dia datar," goda Joshua
Entah kenapa perkataan itu menyentil Cakra.
Seorang cewek menaklukan Cakra? Hah! Itu tidak mungkin!
"Komentarnya juga rame banget," ucap Joshua, Cakra merebut ponsel sahabatnya itu.
Beraninya dia ngerebut Tuan Cakra!
Emang dia punya pesona apa? Sampe Cakra mau ama dia?!
Jauh-jauh dari #PangeranCakra!
Cakra menghentikan langkahnya, "Apa-apaan ini?! Gue yang buat para cewek terpesona bukan sebaliknya!" ucapnya lalu mengembalikan ponsel milik Joshua lalu kembali melangkah.
"Yaelah tu anak," gumam Joshua yang kadang bingung dengan isi kepala Cakra.
***
Ketika Tinita memasuki kelas, beberapa orang melihat ke arahnya dan kembali mengobrol dnegan suara yang lebih rendah.
"Tinit... sorry," ucap Angle
"Tidak apa-apa juga sudah terjadi, biarkan saja," ucap Tinita melirik Cakra yang tampak asik memakan sate sedangkan Joshua mengatakan sesuatu.
Toh Cakra sendiri juga nampaknya tidak memperpanjang permasalahan, meski sebenarnya masalah utamanya bukan datang dari si Cakra melainkan penggemarnya.
Beberapa siswa sempat menyenggolnya saat sedang berjalan di lorong, dan Tinita yakin itu bukan tanpa sebab.
Entah apa yang terjadi besok kalau berita itu masih terpajang di twitter lambe turah sekolah.
Hah, sudahlah, Tinita tidak mau memusingkannya.
"Nah sebelum kita memulai pelajaran kali ini Bapak akan membagikan kelompok untuk tugas selanjutnya."
Pak Samuel tampak membagikan kelompok dengan satu kelompok terdiri dari dua orang, Tinita mendengarkannya sambil membaca buku materi.
"Dan kelompok 9, Tinita dan Cakra. Kelom-"
"Whaat?!"
Tinita terkejut dengan keputusan Pak Samuel, bahkan Cakra juga sama. Cowok itu sampai bersua.
"Ada apa Cakra?" tanya Pak Samuel karena perkataanya di potong oleh Cakra
"Bisa ganti orangnya pak?" tanya Cakra menyuarakan protesnya, yang hampir sama dengan Tinita.
Kalau saja ia dan Cakra tidak terlibat gossip, maka Tinita akan menerima apa adanya keputusan guru satu itu. Masalahnya dekat dengan Cakra maka akan menimbulkan gossip baru, Tinita tidak ingin ketenangannya terganggu dan berimbas pada nilainya.
"Keputusan bapak bulat, juga sepertinya kalian akrab jadi tidak masalah dalam hal kerja sama," kata Pak Samuel
Meski terlihat tidak terima, Cakra hanya diam saja sehingga Pak Samuel kembali menyebutkan satu persatu anggota kelompok yang lain.
Tinita menoleh pada Cakra, dan cowok itu juga sedang menatapnya. Ia lalu membuang wajah, seakan mengatakan 'menyebalkan' pada Tinita.
Tinita memijit keningnya, astaga cobaan apa lagi ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top