2). The Fierce Genius Girl

Bel masuk sudah berdering lama, sehingga tidak heran jika ruang guru memberi kesan lengang sewaktu Tomari masuk. Sebagian besar guru tentunya sedang mengajar di kelas masing-masing.

Meskipun demikian, dia tidak perlu repot-repot mencari karena fokusnya adalah Wakil Kepala Sekolah sesuai instruksi dari staf Tata Usaha. Lantas, Tomari tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menemukan meja beliau karena letaknya pasti berada di paling ujung dan tersendiri di antara yang lain.

"Selamat pagi, Pak," sapa Tomari sopan. Entah karena suaranya agak lantang atau Pak Wakepsek terlalu menghayati tulisan pada koran yang terbuka di hadapannya, yang jelas beliau spontan terlonjak dari kursi.

Pak Wakepsek yang bernama Pak Harry berdeham dengan keras. "Kagetin aja kamu. Emangnya kamu nggak ketuk pintu, ya?"

"Maaf, Pak. Saya sudah ketuk pintu sebelumnya. Mungkin Bapak kaget karena terlalu asyik baca koran sampai-sampai nggak sadar."

"Iya juga, ya. Bapak setuju sama penjelasan kamu," puji Pak Harry senang. "Oh, iya. Kamu murid pindahan itu, 'kan? Sudah serahkan berkas tambahan ke Ruang T.U., belum?"

"Sudah, Pak."

"Oke," kata Pak Harry sembari menegakkan punggung. Kali ini wibawa beliau terlihat kentara, membuat Tomari merasakan aura seolah-olah sedang disidang. "Sebelumnya ada yang mau saya jelaskan. Berhubung semua kelas sudah penuh, satu-satunya kelas yang masih bisa diisi adalah kelas XI MIPA-1. Mungkin kamu belum tahu, tapi sekolah kita sudah memberlakukan pengelompokan kelas berdasarkan kemampuan siswa mulai tahun ini. Jadi, kelas kamu nantinya akan menjadi kelas teraktif dan mempunyai nilai rata-rata yang paling tinggi di antara kelas lain."

Suasana jeda menyusul. Pak Harry sepertinya memberikan Tomari kesempatan untuk mengajukan tanggapan atau setidaknya bereaksi, tetapi ternyata dia diam saja.

Pak Harry akhirnya bersuara setelah menghela napas sejenak. "Kamu paham maksud saya tidak—–hmm... siapa nama kamu?"

"Tomari, Pak. Tomari Shinou."

"Wah, nama Jepang banget." Wibawa yang baru saja dibangun oleh Pak Wakepsek segera berubah ke mode santai lagi. "Eh, bukannya Tomari itu tokoh utama di Kamen Rider Drive, 'kan? Anak saya suka banget sama serialnya—–oh, maaf... saya jadi ngelantur. Kembali ke topik awal. Sepertinya kamu tidak paham, jadi Bapak akan jelasin. Sesuai peraturan sekolah, faktanya kamu tidak bisa masuk kelas MIPA-1. Mau tahu kenapa?"

Tomari bergeming selama beberapa detik sebelum alisnya beradu, sebagai tanda tidak paham. "Hng... kenapa, ya, Pak?"

"Sudah Bapak duga kamu tidak paham. Jadi, begini. Sebenarnya nilai rata-rata kamu terlalu rendah kalau masuk kelas MIPA-1. Maaf ya, Tamaki, bukannya Bapak mau—–"

"Tomari, Pak." Tomari refleks mengoreksi.

"Oh, ya. Tomari Shin—–ck, nama depan saja sudah sulit dilafalkan, apalagi nama belakang—–ya, sudah. Intinya Bapak bukannya mau mengejek kamu, tapi kenyataannya memang demikian. Begini saja, kamu tidak usah khawatir karena Bapak punya solusi. Nanti Bapak akan suruh Wali Kelas atur supaya kamu duduk di sebelah murid terpintar, jadi kamu bisa mengejar kekurangan nilai kamu. Who knows? Siapa tahu nilaimu benar-benar meningkat dan bisa mengimbangi prestasi mereka. Kita coba dulu selama satu semester ini. Gimana? Deal, 'kan?"

"I-iya, Pak." Semerdeka Bapak aja, deh.

*****

Sebenarnya ini bukan kali pertama Tomari Shinou memperkenalkan diri sebagai murid pindahan. Oleh sebab itu, pengalaman dipelototin oleh banyak murid tidak membuatnya gugup atau canggung. Sebaliknya, dia terlihat santai saja berdiri di depan kelas.

Pak Harry berbisik sebentar dengan Wali Kelas XI MIPA-1, Pak John Piter, sebelum menepuk bahu Tomari dan meninggalkan ruangan.

Suasana kelas sedang heboh-hebohnya menyambut murid pindahan. Tidak heran, kulit cerah Tomari yang berbeda dari warna kulit cowok pada umumnya, disertai paras dan tinggi badan di atas rata-rata membuat dia terlihat seperti minuman penyegar di musim panas.

Namun, ini belum apa-apanya bagi Tomari karena dia yakin keributan akan bertambah hingga dua kali lipat usai mengutarakan namanya.

Pak John Piter mulai berdeham keras dalam usahanya meminta perhatian murid-murid. "Perhatian, Anak-anak, biarkan Bapak jelaskan singkat sesuai yang disampaikan oleh Pak Wakepsek. Jadi dimulai hari ini sampai satu semester ke depan, Tomari akan bergabung dan mencoba beradaptasi di kelas ini. Soal alasan kepindahan, bisa kalian tanyakan tapi Bapak sarankan lebih baik tidak usah bertanya demi kebaikan bersama karena tidak baik menanyakan sesuatu yang sudah lewat. Because now and future are better than the past, aren't they?"

Tomari tidak tahan untuk tidak mengernyitkan alis sementara sejumlah murid mendengkus geli dan tertawa. Sepertinya tidak cukup satu Wakepsek yang lebay di sekolah ini.

"Bapak jadi guru Inggris aja, deh, biar nggak perlu modus buat ngomong Bahasa Inggris." Terdengar celetukan salah satu siswa yang duduk di pojok kelas dekat jendela. Padahal suaranya pelan, tetapi herannya bisa terdengar satu kelas.

"Ya janganlah, Bro. Nanti Miss Vini-nya dikemanain?" sambut teman di sebelahnya.

"Ya ngajar barenglah! Kan, Pak Piter demen sama Miss Vini!"

Terdengar desisan keras dari siswi yang duduk di tengah kelas. Ekspresinya galak, lebih dari cukup mendiamkan kedua siswa tersebut. Tomari yakin, dia pastilah Ketua Kelas XI MIPA-1.

Alih-alih tersinggung, Pak Piter malah menunjukkan cengiran lebar. Tomari jadi ragu apakah dia harus ikut senyum atau tidak saat beliau mengangkat tangan sebagai isyarat untuk meminta perhatian lagi. "Kembali ke topik awal. Intinya, murid pindahan ini perlu basa-basi sejenak dulu sebelum Bapak atur tempat duduknya. Nah, silakan kamu perkenalkan diri—–" Pak Piter melirik Tomari. "—–jangan lama-lama, ya. Sekilas saja, terus bagi yang mau ngenal lebih lanjut, kasih saja nomor WA kamu. Oke?"

"Halo, saya Tomari Shinou. Panggil saja Tomari."

Dugaan Tomari benar, kelas otomatis heboh bukan kepalang usai dia menyebut namanya.

"Apa? Namanya siapa? Tomari? Wah, Jepang banget, tuh!"

"Eh, kayaknya pernah denger nama itu deh! Hmm... di mana, ya?"

"Cakep banget, Guys! Boleh dimiliki, nggak?"

"Bambang ganteng, lo itu kayak fatamorgana di padang pasir. Baru kali ini mata gue seger setelah hari-hari gue di-marathon-in sama buku pelajaran."

"Gue jadi terinsipirasi mau pantun. Jalan-jalan ke—–"

"Sstttt!" Terdengar desisan keras lagi dari pelaku yang sama, membuat seisi kelas diam lagi. Sepertinya tidak ada yang berani berulah, padahal jenis kelaminnya perempuan.

"Ternyata singkat banget, ya, cara kamu memperkenalkan diri, hahahaha...." Pak Piter tertawa garing. "Ya, sudah. Kalau ada yang masih penasaran sama Tomari, tanyanya jam istirahat aja, ya. Bapak akan atur tempat duduk kamu, tapi sebelumnya ada yang harus Bapak sampaikan ke kamu, Judy."

Tatapan beliau mengarah ke siswi yang bertampang galak tadi. Tomari ikut menatapnya dan secara kebetulan, Judy juga balas menatapnya meski durasinya tidak berlangsung lama karena dia segera memutuskan kontak mata sebelum beralih ke Pak Piter.

"Kamu tahu sendiri kalau kelas ini berisikan murid-murid yang prestasinya paling tinggi dari kelas-kelas lain yang setingkat, bukan? Hanya saja, tidak ada kelas lain yang kosong dan bakal jadi repot jika menarik satu siswa untuk ditukarkan dengan Tomari. Nah, jadi... Bapak harap kamu bisa bantu Tomari dan bimbing dia, ya? Bapak rasa tidak perlu jelaskan alasan memilih kamu sebagai teman sebangku Tomari karena... you know-lah what I mean."

Serempak terdengar cieee panjang seisi kelas, jelas memuji ke-lebay-an Pak Piter yang sekarang tersenyum bangga dengan kemampuan bahasa Inggrisnya yang terdengar keren.

Terkecuali Judy. Cewek itu hanya tersenyum sekilas tanda formalitas, lalu mengangguk sementara teman sebangkunya yang berambut keriting sempat mengeluh pelan sebelum pindah ke bangku kosong yang tersisa di bagian belakang.

Tomari tidak tahu apakah dia harus ikut bergembira atau tidak, tetapi dia sempat membayangkan bagaimana ekspresi Rinto si Ketua OSIS jika tahu dirinya duduk bersebelahan dengan salah satu 'Perfect Siblings' itu.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top