8. Meminta Izin

Ciyeee nungguin ya??

***

Ujian nasional telah berakhir, Kia dan teman-temannya keluar dari kelas dengan perasaan lega. Rasa kalut dan pusing di kepala saat mengerjakan soal tadi langsung lenyap seketika. Seperti prinsip yang dipegang oleh Kia selama ini, kerjakan dan lupakan. Jika terus dipikirkan maka dia bisa gila sendiri.

"Akhirnya selesai juga. Nggak sia-sia gue iku bimbel," ucap Gio.

"Gila ya, gue ngerjain nggak ada yang paham tadi. Masa beda sama yang gue pelajarin semalem." Sekarang Vita yang merutuk.

Kia terkekeh dan merangkul bahu Vita, "Lupain, sekarang kita fokus sama tes masuk kampus."

"Ya Allah, pening pala gue!" Gio memukul keningnya keras.

"Sama, gue pikir mau lulus bakal santai ternyata malah beban." Vita kembali mengeluh.

"Nongkrong yuk, refreshing. Anak-anak udah nungguin di depan," ucap Gio sambil membaca pesan dari temannya.

"Skuy lah, butuh es biar kepala adem." Vita menatap Kia, "Lo ikut kan, Ki?"

Kia terdiam dan tampak berpikir. Dia ingin sekali ikut tapi dia belum meminta izin pada Arfan. Jujur saja, dia sedikit trauma karena selalu menentang Arfan. Pria itu memiliki kartu As yang membuat Kia bungkam. Hukuman pria itu bukan main-main. Arfan memang tidak melarangnya untuk bermain, tapi harus ada ijin terlebih dahulu. Jika bisa, izin harus diungkapkan jauh-jauh hari.

"Lo sekarang susah diajak jalan, Ki." Gio tampak kesal.

"Ya, gimana. Kalian tau kalo hidup gue nggak sama lagi."

"Emang Mas Arfan kejem banget ya? Kalo iya gue laporin ke Kak Seto." Vita mulai membuka ponselnya.

Kia dengan cepat mencegahnya, "Ngapain Kak Seto? Emang gue bocah?"

"Jadi ikut nggak?"

Kia berdecak, "Ikut deh, tapi nggak bisa lama ya. Gue harus pulang sebelum Mas Arfan pulang kerja."

"Lo nggak dijemput?" tanya Vita, dia tahu jika selama ini Arfan selalu menjemput Kia sekolah.

Kia menggeleng, "Tadi bilangnya engga."

"Oke, mantep. Nanti biar gue yang anter pulang," ucap Gio dan mulai berjalan ke arah parkiran diikuti Kia dan Vita.

Di parkiran, Kia menghentikan langkahnya saat melihat mobil yang ia kenal. Vita yang melihat Kia terdiam ikut melihat ke arah pandang Kia.

"Katanya Mas Arfan nggak jemput!" Vita tampak kesal karena dia tahu jika Kia tidak akan ikut lagi kali ini.

"Gue juga nggak tau." Kia tampak kesal dan sedih. Tubuhnya seketika lemas. Kenapa Arfan tidak pernah membiarkannya untuk sendiri dengan tenang walau hanya sebentar. Hanya dengan melihat pria itu, entah kenapa emosi Kia menjadi naik.

"Terus gimana?" tanya Gio.

"Gue coba ijin dulu ya, kalian jangan pergi dulu." Kia dengan cepat menghampiri mobil Arfan dan masuk ke dalamnya.

Kia menutup pintu dan mencegah tangan Arfan yang bergerak untuk menjalankan mobil, "Katanya tadi nggak jemput?"

Arfan alisnya bingung, "Rapat dundur besok. Kenapa?"

Kia mengerucutkan bibirnya kesal, "Aku mau main boleh?" tanyanya pelan.

"Kamu habis ujian, emang nggak mau istirahat?"

Kia menatap Arfan kesal, "Istirahatku sama Mas Arfan itu beda. Mas Arfan nggak punya temen makanya tidur terus, beda sama aku."

Arfan terkejut saat Kia mengejeknya. Jika bukan karena tanggung jawab, Arfan tentu tidak akan sesibuk ini sehingga lupa akan asmara dan pertemanan.

"Main sama siapa?" tanya Arfan sabar.

Kia menunjuk teman-temannya yang masih menunggu. Dari wajah-wajah itu, Arfan bisa melihat jika mereka semua mengharapkan kehadiran Kia. Gadis di sampingnya adalah wanita yang supel, tidak heran jika memiliki banyak teman.

"Kalau saya nggak ijinin?" tanya Arfan lagi.

Wajah Kia berubah sendu. Dia menunduk dan memainkan tangannya pelan. Dulu mungkin dia bisa memberontak tapi seiring berjalannya waktu dia sudah mulai belajar jika ucapan Arfan tidak main-main. Jujur saja Kia takut dengan hukuman Arfan jika dia berani membantah. Bisa saja Kia mengeluarkan argumennya tapi dia malas untuk melakukannya. Entah kenapa semenjak dari makam orang tuanya minggu lalu, perasaan Kia mulai melunak. Kapasitas kesabarannya seolah semakin bertambah.

"Aku nggak boleh pergi?" tanya Kia lagi.

Tidak mendengar jawaban dari Arfan, Kia menghembuskan napas kasar dan mengangguk pelan. "Aku kabarin temen-teman dulu kalo nggak bisa ikut."

Saat Kia akan membuka pintu mobil, Arfan mencegahnya. Pria itu mengambil dompetnya dan mengeluarkan tiga lembar uang berwarna merah. Arfan memberikan uang itu pada Kia, "Ambil, main saja," ucapnya.

Kia menatap Arfan terkejut, bahkan mulutnya terbuka lebar sekarang. "Aku boleh main?" tanyanya memastikan.

"Cepet ambil sebelum saya berubah pikiran."

Kia tersenyum lebar dan mengambil uang itu cepat. "Makasih ya, Mas. Aku janji pulang sore."

"Harus."

Kia dengan semangat menarik tangan Arfan dan menciumnya. Tanpa menunggu lagi dia segera keluar dan berlari ke arah teman-temannya dengan senyuman lebar.

Arfan menggeleng pelan dan meraih ponselnya. Dia akan menghubungi Mbok Sum sekarang.

"Halo, Mbok. Menu masakan istimewa siang ini buat nanti malam aja. Kia main sama temennya. Siang ini nggak usah masak dulu karena saya nggak pulang."

Setelah selesai, Arfan mematikan ponselnya dan mulai menjalankan mobilnya kembali ke kantor. Sebenarnya hari ini dia sudah meminta Mbok Sum untuk menyiapkan menu istimewa untuk makan siang sebagai bentuk perayaan Kia yang telah menyelesaikan ujiannya. Bahkan Arfan rela untuk memundurkan rapatnya karena ini. Namun sepertinya Kia lebih senang menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Arfan tidak masalah, sepertinya memang ini yang Kia butuhkan.

Ucapan Kia sedikit menyentilnya tadi. Tentu Arfan tidak bisa merasakan karena ia tidak mempunyai banyak teman. Arfan lebih memilih tidur untuk menjernihkan pikiran, berbeda dengan Kia yang memiliki banyak teman untuk bertukar pikiran.

***

Tepat pukul lima sore, Arfan sudah sampai di rumahnya. Dia berjalan masuk dan mencari keberadaan Kia. Dia tidak melihat gadis itu di manapun. Apa dia belum pulang? Apa Kia melupakan janjinya?

Arfan masuk ke dapur dan melihat Mbok Sum yang tampak sibuk dengan masakan istimewa untuk nanti malam. "Kia udah pulang, Mbok?" tanya Arfan.

"Eh, Mas Arfan. Belum, Mas."

Arfan menghela napas kasar. Melihat itu Mbok Sum meringis, "Jangan marahin Mbak Kia ya, Mas."

Arfan hanya menggeleng dan berlalu ke kamarnya, tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara gaduh di depan rumah. Dia kembali ke depan dan terkejut melihat Kia yang datang dengan membawa pasukan. Terlihat ada tujuh orang yang Arfan yakini sebagai teman-teman Kia.

"Kia, ada apa?" tanya Arfan yang membuat semua orang menatapnya terkejut.

Kia maju selangkah saat Gio mendorongnya. Entah kenapa medadak semua teman Kia merasa takut dengan Arfan. Apalagi saat mendengar cerita Kia tadi siang.

"Anu, Mas." Kia tampak gugup dan menggaruk lehernya, "Temen-temen mau minta izin."

"Loh, kita dijadiin tumbal," bisik Gio pada Vita yang masih didengar Arfan.

Alis Arfan terangkat, "Ijin buat apa?"

"Ijin itu, Mas." Vita tampak resah dan memainkan tasnya.

"Kalian semua masuk, kita omongin di dalam."

Saat Arfan masuk semua orang tampak bernapas lega. Mereka kembali saling mendorong untuk menentukan siapa yang masuk terlebih dahulu.

"Lo duluan lah, Ki. Ini kan rumah lo!" Vita tampak kesal karena Kia yang tampak ketakutan.

Akhirnya Kia masuk dan diikuti teman-temannya. Di sana sudah ada Arfan yang duduk di sofa single.

"Kalian mau minta izin untuk apa?"

Kia menarik napas dalam dan mulai berbicara, "Anak-anak ada rencana buat liburan, aku boleh ikut nggak?"

"Liburan?" Arfan mulai bingung.

"Ke Bandung," jawab Kia pelan.

Arfan mengangguk paham. Sekarang dia mengerti kenapa Kia membawa pasukannya. Gadis itu cukup pintar karena Arfan tidak mungkin menolak permintaannya di hadapan banyak orang. Meskipun apa yang ia lakukan demi kebaikan Kia tapi orang-orang juga akan berpikir jika dia terlalu mengekang gadis itu.

"Bandung?" ucap Arfan mengangguk pelan, "Mau ngapain?"

"Liburan, Mas. Habis ujian pusing tau." Kia berucap dengan bibir yang maju.

"Kapan?"

"Lusa." Kia mulai tampak semangat saat Arfan mulai bertanya.

"Berapa lama?"

"Cuma nginep sehari."

Dahi Arfan berkerut, "Nginep? Kalian semua?" Arfan seketika panik melihat teman-teman Kia yang berbeda jenis kelamin.

"Kita nggak bakal aneh-aneh kok, Mas. Beneran." Gio angkat bicara saat Arfan menatapnya lekat.

Cukup lama Arfan terdiam sampai akhirnya dia tersenyum tipis, senyum yang tampak manis membuat teman-teman wanita Kia cukup terkejut.

"Kalian sudah makan?" tanya Arfan mulai berdiri.

Mereka semua kompak menggeleng.

"Kalian makan malam dulu di sini. Kebetulan Mbok Sum masak banyak buat ngerayain Kia yang udah selesai ujian."

"Beneran, Mas?!" Kia ikut berdiri dan tersenyum senang. Untuk pertama kalinya dia melihat Arfan yang terbuka seperti ini. Apalagi pada teman-temannya.

"Iya, kalian santai-santai dulu. Kia ikut saya sebentar."

Kia mengangguk dan mulai mengikuti Arfan sampai di depan kamar pria itu. Senyumnya masih merekah berpikir jika Arfan akan mengizinkannya pergi berlibur karena respon yang diberikan cukup baik.

"Gimana, Mas? Boleh ya?"

Arfan menghela napas kasar dan berbalik, "Jangan seneng dulu, saya belum ambil keputusan. Jujur saya agak keberatan kalau kamu nginep."

"Ya masa ke Bandung cuma sehari." Kia berdecak.

"Biar saya pikirin nanti."

"Tapi Mas Arfan baik sama temen-temenku, aku pikir diizinin."

"Nggak ada hubungannya, temen-temen kamu itu tamu. Jadi saya harus sopan. Udah sana balik ke bawah."

Kia menatap Arfan kesal. Dia tidak ragu lagi untuk menunjukkan wajah cemberutnya. Melihat itu, Arfan tersenyum tipis dan mendorong pelan wajah Kia. Setelah itu dia berlalu masuk meninggalkan Kia di depan pintu.

"Nyebelin tau nggak!" teriak Kia kesal dan menendang pintu kamar.

Arfan hanya menggelengkan kepalanya dan bergegas membersihkan diri. Dia harus cepat karena ada teman-teman Kia di sini. Setidaknya dengan seperti ini, dia bisa melihat bagaimana karakter teman-teman Kia. Apa benar mereka yang memberi pengaruh pada Kia hingga menjadi bebal selama ini?

***

TBC

Kia kena prank Arfan, mana mau Arfan image-nya jatuh di depan temen-temen Kia. Kudu tetep stay cool lah 😎

Berusaha untuk mempercepat konflik biar kalian nggak bosen tapi ternyata masih chapter 8 wkwkw aku pikir udah belasan. Maklum udah lama ngga update 😂

Follow ig viallynn.story

Jangan lupa vote dan commentnya ya 😘

Viallynn

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top