5. Tukang Palak
Cepet kan updatenya? 😌
***
Di Sabtu sore, Arfan sudah rapi dengan kaos berkerah yang ia kenakan. Dia mamakai jam tangannya sambil keluar dari kamar. Hari ini Arfan akan membawa Kia untuk berbelanja kebutuhannya. Meskipun sedikit memperketat ruang gerak Kia, tapi dia juga paham dengan kebutuhan wanita. Sebisa mungkin Arfan akan membuat Kia disiplin tanpa harus merasa kekurangan.
Arfan mengetuk kamar Kia sebentar. Setelah mendapat sahutan, dia masuk dan bersandar pada pintu. Arfan menghela napas lelah melihat Kia yang tampak bermalas-malasan di tempat tidur. Di depan gadis itu terdapat laptop dan banyak makanan ringan. Arfan yakin jika stok camilan di dapur sudah habis dan ini saatnya dia kembali berbelanja untuk mengisi kekosongan dapur.
"Apa?" tanya Kia menghentikan film yang ia putar.
Tanpa menjawab, Arfan masuk dan mulai melihat meja rias Kia. Dia memperhatian satu persatu alat kecantikan itu dengan lekat. Setelah itu dia bersandar pada meja dan melipat kedua tangannya di dada. Arfan mulai menatap Kia lagi.
"Mas Arfan kenapa?" tanya Kia bingung.
"Parfum kamu udah mau habis."
Alis Kia terangkat, "Ya terus?"
"Nggak mau beli lagi?" tanya Arfan.
Mendengar itu Kia langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Dia menatap Arfan dengan mata yang berbinar, "Mas Arfan mau beliin?"
Arfan berdiri tegak dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, "Siap-siap sekarang. Kita ke mall," ucapnya dan berlalu keluar kamar.
Kia membulatkan matanya dan berteriak senang, "Yes! Yes! Shopping!" teriaknya sambil memeluk bantal gemas.
"Cepetan! Saya tunggu 15 menit!" teriak Arfan dari luar kamar.
Mendengar itu Kia dengan cepat meraih handuk dan berlari ke arah kamar mandi. Dia harus cepat atau kesabaran Arfan akan habis. Kapan lagi pria itu akan berbaik hati seperti ini? Ini saatnya Kia meluapkan napsu belanjanya yang tak tersalurkan akhir-akhir ini.
***
Di dalam mall, Kia tampak bersemangat dan menatap toko-toko favorit-nya dengan pandangan berbinar. Arfan yang melihat itu sedikit merasa bersalah. Sebenarnya dia tidak melarang Kia untuk ke luar rumah, hanya saja gadis itu sering lupa waktu dan membuatnya pusing. Itu yang membuat Arfan sedikit tegas dan memberikan hukuman. Namun hal itu justru dianggap sebagai pengekangan oleh Kia sehingga dia beranggapan jika tidak diijinkan keluar rumah selain bersekolah. Padahal itu tidak benar.
"Beli barang yang kamu butuhin dulu," ucap Arfan.
"Baju?" tanya Kia semangat.
Arfan mendengkus, "Yang penting dulu Kia. Kita ke toko buku."
"Hah? Ngapain?!" Kia menatap punggung Arfan yang berjalan menuju toko buku dengan bingung. Untuk apa ia ke toko buku?
Dengan malas Kia mengikuti langkah Arfan yang sudah berada di dalam toko. Pria itu tampak melihat buku-buku bisnis dengan serius, mengabaikan Kia yang terlihat bingung di belakangnya.
"Mas Arfan mau beli buku?" tanya Kia bingung.
Tanpa menjawab Arfan mengambil satu buku dan memberikannya pada Kia, "Kayanya ini cocok buat kamu."
Kia menerima buku tebal itu dengan bingung. Dia mendengkus saat melihat judulnya. Ternyata Arfan masih menyebalkan. Sekarang Kia mulai ragu jika Arfan membawanya ke mall untuk bersenang-senang.
Panduan untuk menghargai waktu dan mengatur waktu.
Kia mengembalikan buku itu ke rak dan menatap Arfan tajam, "Jangan aneh-aneh deh. Aku menghargai waktu kok."
Arfan berdecak, "Saya liat kamu cuma rebahan terus dari tadi pagi. Kamu bisa ngelakuin hal yang lebih bermanfaat."
"Hari libur, Mas! Jangan ngadi-ngadi deh."
Arfan tidak menjawab dan kembali berjalan ke tumpukan buku yang sepertinya Kia butuhkan. Tanpa bertanya, Arfan mengambil beberapa buku itu dan membawanya ke kasir.
"Buku ini bagus buat latian sebelum ujian nasional nanti," jelas Arfan pada Kia di belakangnya.
Kia hanya mencibir dan mengalihkan pandangannya. Meskipun begitu dia cukup terkejut saat Arfan memperhatikan pendidikannya sampai sedetail itu. Bahkan Kia tidak pernah berpikir untuk membeli buku latihan soal untuk belajar.
"Beli baju, yuk." Kia mulai merengek dan meraih lengan Arfan. Mereka sudah keluar dari toko buku dan berniat ke tempat selanjutnya.
"Nggak mau beli tas baru?" tanya Arfan.
"Boleh, aku mau beli pouch," ucap Kia mulai semangat.
Arfan kembali berdecak, "Buat sekolah Kia. Sekalian buat kuliah kamu nanti."
Kia melepaskan lengan Arfan dengan kesal, "Males banget deh! Tau gini nggak usah belanja!" ucapnya berlalu pergi.
Arfan tersenyum tipis dan mulai meraih kemeja yang Kia pakai, "Mau ke mana? Toko bajunya ada di sebelah sana."
Mendengar itu Kia kembali tersenyum dan mulai menuju toko yang ingin ia kunjungi. Kali ini Arfan hanya akan mengikuti Kia membeli apapun yang ia butuhkan. Meskipun begitu, dia akan tetap memfilter barang yang akan Kia beli.
***
Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya Kia mendapatkan apa yang ia inginkan. Meskipun sedikit diwarnai dengan perdebatan untuk saling mengalah, tapi itu tidak masalah karena saat ini sudah ada tiga kantung belanjaan di tangannya. Mulai dari pakaian, sepatu, hingga alat kecantikan sudah ia beli. Arfan sendiri hanya membawa buku soal latihan yang ia beli untuk Kia. Sekarang mereka berniat untuk makan malam sebelum kembali ke rumah.
"Tadi dress-nya bagus loh, Mas. Nggak mau balik lagi?" tanya Kia mencoba meluluhkan hati Arfan.
"Enggak, terlalu terbuka."
Kia mendengkus, "Kan bisa dikasih outer."
"Nggak efektif, mending beli outernya aja langsung."
Kia membuka mulutnya tidak percaya, "Itu namanya fashion! Jangan samain cewe sama cowo deh, emang Mas Arfan yang bajunya cuma kemeja sama kaos berkerah terus," cibir Kia.
Langkah Arfan terhenti saat Kia menarik lengannya pelan. Gadis itu menatapnya dengan pandangan ragu. Alis Arfan terangkat, "Ada apa?"
"Itu-ada yang belum aku beli."
"Apa?" tanya Arfan.
"Itu," jawan Kia bingung.
"Itu apa Kia?"
"Mending Mas Arfan kasih kartu kreditnya aja deh, biar aku beli sendiri."
Arfan menggeleng tegas, "Enggak, kamu mau beli apa?"
Kia berdecak dan menggaruk lehernya bingung. Dia malu untuk mengatakannya tapi dia memang sangat membutuhkan barang ini.
"Kalau kamu nggak bilang mana saya tau," ucap Arfan.
Kia menghela napas dalam dan mulai berbicara pelan, "Aku mau beli daleman."
Arfan terdiam dan berdehem pelan. Dia mulai membuka dompetnya dan memberikan sebuah kartu pada Kia. Arfan mengambil semua barang belanjaan gadis itu dan berbicara, "Kamu beli sendiri, saya tunggu di restoran." Tanpa banyak bicara Arfan langsung bergegas pergi.
Kia menatap kartu di tangannya dengan mata yang berbinar. Dia mengepalkan kedua tangannya senang, "Yes! Beli dress juga," ucapnya kembali ke toko baju sebelum dia membeli pakaian dalamnya nanti.
***
Kia memasuki rumah dengan bersenandung senang. Hatinya sedang berbunga hari ini karena Arfan sudah mau membelikan barang-barang kebutuhannya. Meskipun diiringi dengan perdebatan di setiap barangnya karena perbedaan pendapat, tapi akhirnya Kia yang menang. Dia pintar untuk mencari celah agr Arfan menuruti permintaannya.
Di belakangnya Arfan tampak membawa kantung palstik yang berisi kebutuhan dapur. Sebelum pulang, mereka memang mampir dulu ke supermarket dan lagi-lagi Kia memanfaatkan itu untuk membeli makanan yang ia inginkan. Jika untuk makanan, Arfan tidak banyak protes. Dengan makanan, Kia akan dibuat semakin betah berada di rumah.
"Wah, banyak banget Mas belanjanya." Mbok Sum datang dan membawa sisa kantong belanjaan yang tidak bisa Arfan bawa.
"Makanannya Kia," jawab Arfan singkat.
Mbok Sum tersenyum dan melihat Kia yang tampak bahagia membongkar barangnya di sofa. Dia bersyukur jika Kia terlihat bahagia hari ini. Meskipun sedikit nakal, tapi Mbok Sum sangat menyayangi Kia. Bersyukur jika Arfan juga memperlakukan gadis itu dengan baik selama ini. Meskipun dengan sedikit ketegasan tapi Mbok Sum tahu jika itu semua demi Kia.
"Mbok, ini uang belanja buat bulan ini. Saya nggak tau bahan apa aja yang habis tadi, nanti Mbok Sum beli sendiri ya."
"Iya, Mas. Siap."
Kia yang melihat itu berjalan cepat menghampiri Arfan dan mengulurkan tangannya, "Duit buat aku mana?"
Arfan menatap tangan Kia sebentar dan menggeleng, "Jatah kamu tetep per-hari, jadi tunggu aja besok."
"Ish, nyebelin banget sih! Nanti kalo aku mau beli sesuatu gimana?" tanya Kia kesal.
"Tinggal bilang sama saya." Arfan menepuk pelan kepala Kia sebelum berlalu menaiki tangga.
Kia menatap punggung Arfan dengan mata yang tajam. Dia memukul udara dengan gemas membayangkan jika wajah Arfan yang ia pukul dan remas.
Mbok Sum meringis melihat itu. Dia menatap uang dia tangannya dan Kia bergantin, "Mbak Kia mau duit jajan? Ini bisa ambil uang bulanan dapur. Seratus aja ya biar Mas Arfan nggak curiga."
Kia mematap Mnok Sum nanar dan menggeleng pelan, "Nggak usah, Mbok. Buat dapur aja."
Kia membawa semua belanjaannya ke kamar. Meskipun tidak mendapat uang bulanan setidaknya dia mendapatkan barang yang ia mau selama ini. Entah berapa banyak uang yang Arfan keluarkan, Kia tidak peduli. Toh uang yang dimiliki Arfan juga karena posisinya yang naik jawabatn menjadi pemimpin perusahaan berkat ayahnya.
***
TBC
Enak banget jadi kia, mau juga dibelanjain sama Mas Arfan 😂😭
Arfan be like :
Follow ig viallynn.story
Jangan lupa vote dan commentnya ya 😘
Viallynn
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top