12. Hari Tenang
Suara musik yang terdengar keras di ruang tengah membuat tubuh Kia tak berhenti untuk bergerak. Di tangannya ada sapu yang ia gunakan untuk menyapu ruang tengah. Mbok Sum hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkah Kia dari dapur. Untuk pertama kalinya gadis itu kembali bertingkah bebas.
Bukan tanpa alasan Kia seperti ini. Saat bangun tidur, dia mendapat kabar dari Mbok Sum jika Arfan sudah berangkat ke Bali untuk urusan pekerjaan. Tentu Kia senang mendengar itu. Kesenangannya bertambah berkali-kali lipat saat Arfan juga memberikan uang saku yang cukup banyak.
"Nanti malem Mbok Sum nggak usah masak ya," ucap Kia berjalan mendekat.
"Kenapa, Mbak?"
"Kita pesen makan aja, aku yang traktir." Kia menaik-turunkan alisnya.
"Siap, Mbak! Mbok mau jengkol." Mbok Sum juga ikut bersemangat.
"Oke, habis ini aku mau mandi terus keluar."
Mbok Sum menghentikan kegiatan memasak sarapannya, "Mbak Kia mau ke mana?"
"Main lah," ucapnya dan berlalu pergi menuju kamar.
Mbok Sum berdiri dengan bingung. Apa dia harus melaporkan hal ini pada Arfan? Pria itu memang memintanya untuk mengawasi Kia. Memintanya untuk memberitahukan segala kegiatan Kia, tapi apa harus dia melaporkan semuanya dengan detail?
Mbok Sum menggeleng cepat. Kia hanya bermain dengan teman-temannya, bukan masalah besar. Dia akan membiarkan Kia menikmati hari bebasnya kali ini sebelum fokus untuk perguruan tinggi.
***
Perkiraan Mbok Sum salah. Hingga jam empat sore, Kia belum juga berada di rumah. Jika seperti ini, tak salah Arfan terus mengawasi Kia. Gadis itu memang suka lupa waktu jika tidak diingatkan.
Mbok Sum berdiri di depan teras rumah dengan gelisah. Dia baru saja mendapatkan pesan singkat dari Arfan yang bertanya mengenai keadaan Kia, tapi dengan bodohnya ia berbohong. Mbok Sum menjawab jika Kia sedang tidur. Wanita itu merasa bersalah.
Getaran pada ponselnya membuat Mbok Sum kembali panik.
"Kia sudah bangun, Mbok?"
Wanita tua itu tidak tahu harus menjawab apa sampai akhirnya Arfan menghubunginya.
"Ya, Mas?"
"Saya mau video call."
"Aduh, jangan Mas. Saya lagi repot di dapur," jawab Mbok Sum cepat.
Terjadi keheningan selama beberapa detik sampai terdengar helaan napas dari Arfan.
"Kia pergi ke mana?"
Terkejut, tapi Mbok Sum dengan cepat mengendalikan diri, "Mbak Kia lagi tidur, Mas."
"Jujur aja, Mbok. Nggak papa."
Mbok Sum memejamkan matanya dan berbicara, "Pergi sama temennya, Mas." Akhirnya ia memilih untuk jujur karena sebenarnya ia juga khawatir dengan keberadaan Kia yang tak kunjung pulang.
"Dari jam berapa?"
"Dari jam 10, Mas."
Arfan kembali menghela napas pelan, "Lain kali bilang sama saya, Mbok."
"Maaf ya, Mas." Mbok Sum menyipitkan matanya saat mendengar suara deru motor yang berhenti di depan rumah, "Mbak Kia udah pulang, Mas," lanjutnya semangat.
"Sendiri?"
Mata Mbok Sum kembali menyipit. Dia terdiam saat melihat siapa yang mengantar Kia pulang, "Sama Gio, Mas."
Arfan kembali terdiam mendengar itu. Matanya terpejam erat dengan tangan yang memijat pangkal hidungnya.
"Mas Arfan nggak papa?" tanya Mbok Sum khawatir.
"Nggak papa. Kalau gitu saya kerja lagi."
"Iya, Mas."
Kia berlari masuk bersama Gio. Di tangannya terdapat beberapa kantung plastik yang Mbok Sum yakini berisi makanan.
"Mbok Sum! Aku bawain jengkol!" Kia tersenyum lebar.
Mbok Sum mengangguk dengan senyuman canggung. Dia juga menyapa Gio berada di belakang Kia.
"Mbok Sum kenapa?" tanya Kia merasa aneh.
"Mas Arfan tadi telepon, Mbak."
Kia membulatkan matanya, "Terus gimana?" tanyanya takut.
"Udah nggak usah dipikirin." Mbok Sum menggeleng cepat, "Ayo masuk, Mbok udah pingin makan jengkol."
Kia kembali mengangguk dan tersenyum lebar. Dia mengajak Gio masuk untuk makan malam bersama. Seharian dia meminta pria itu untuk menemaninya berbelanja di mall. Kali ini Kia bisa bebas membeli barang apapun karena tidak ada Arfan yang mengaturnya. Lagi pula uang yang pria itu berikan sangat-sangat lebih dari cukup.
***
Di restoran pinggir pantai, Arfan menatap ponselnya terus menerus. Banyaknya makanan yang terhidang di depannya tidak membuatnya berselera. Arfan baru saja menyelesaikan rapat dan di sinilah ia sekarang. Sedikit bersantai menikmati makan siang ditemani dengan hembusan angin laut.
Arfan meminum air putihnya dan kembali membuka ponselnya. Dahinya berkerut tampak seperti berpikir. Sudah tiga hari ia tidak menghubungi Kia. Arfan hanya mengetahui keadaan gadis itu dari Mbok Sum. Dia sengaja melakukannya dengan harapan jika Kia yang akan menghubunginya terlebih dahulu. Namun ternyata tidak, gadis itu benar-benar menikmati waktu bebasnya selagi ia pergi.
Mengingat itu, Arfan berdecak pelan. Dia kembali meminum air putihnya yang entah sudah keberapa kalinya itu. Nadia yang berada di sampingnya menatap Arfan bingung. Dia sedari tadi sudah makan tapi Arfan belum menyentuh makanannya sama sekali.
"Pak Arfan nggak makan?" tanya Nadia bingung.
"Nanti."
"Kalau udah dingin nggak enak lo, Pak."
Arfan menghela napas kasar dan mulai menarik piringnya mendekat. Ponsel ia biarkan berada di atas meja makan, masih berharap jika Kia akan menghubunginya terlebih dahulu. Tidak harus telepon, setidaknya gadis itu mau mengirimkan pesan singkat untuk sekedar menanyakan kabarnya.
"Mikirin Kia ya, Pak?" tanya Nadia tepat sasaran, "Kia udah besar lo, Pak."
Arfan menatap Nadia lekat, "Apa khawatir harus memandang umur?"
"Bu-bukan itu maksud saya." Nadia tampak gugup.
"Makan," ucap Arfan cepat. Dia tidak mau membahas hal ini lebih lanjut, terutama dengan Nadia yang hanya orang luar menurutnya.
"Maaf ya, Pak. Saya cuma kasih saran."
Nadia merasa bersalah. Dia tidak menyangka jika Arfan akan berubah menjadi sensitif jika berkaitan dengan Kia. Sebenarnya apa yang pria itu takutkan? Kia sudah besar, bukan lagi bocah yang khawatir akan terjatuh jika berlari.
***
Kia bergelung di kasurnya dengan malas. Entah kenapa liburannya mulai terasa hambar. Di hari ketiga kepergian Arfan dia sudah mulai bosan. Tidak ada kegiatan yang ia lakukan selain mencari informasi tentang perguruan tinggi. Teman-temannya juga sibuk melakukan hal yang sama.
Kia membuka ponselnya dan menguncinya, kemudian membukanya lagi dan menguncinya lagi. Dia terus melakukan itu selama hampir sepuluh menit.
"Bosen!" Kia mengerang dan menatap langit kamarnya dengan tatapan kosong.
Otaknya berkelana saat ini. Seketika ingatan akan masa-masa sulit hidupnya kembali berputar. Mulai dari kenakalan remaja yang ia lakukan, penyakit jantung ayahnya, meninggalnya ayahnya, hingga berakhir bersama Arfan.
Kening Kia berkerut saat mengingat nama Arfan. Dia kembali meraih ponselnya dan tidak menemukan nama pria itu di menu pesan maupun panggilan.
"Tumben nggak posesif?" tanya Kia bingung, "Biasanya tiap menit chat, tiap jam telepon."
Karena rasa bosannya akhirnya Kia memutuskan untuk menghubungi Arfan. Bukan panggilan biasa, tapi panggilan video. Kia ingin melihat bagaimana suasana Bali pada saat malam hari.
Baru deringan pertama, panggilan langsung terjawab. Wajah Arfan langsung memenuhi layar ponsel.
"Ada apa?"
"Nggak papa." Kia tampak bingung. Seketika dia sadar kenapa harus menghubungi Arfan saat ini.
"Di mana?" tanya Arfan.
Kia bangkit dan memperlihatkan tempat tidurnya, "Kamar."
Arfan tampak diam di sana, begitu juga Kia. Dia menatap penampilan Arfan secara detail. Jas yang masih melekat membuktikan jika pria itu tengah bekerja.
"Mas Arfan lagi kerja? Ya udah deh aku matiin dulu telep-"
"Sudah selesai," jawab Arfan cepat, seolah takut jika Kia akan mengakhiri panggilan mereka.
Kia menaikkan alisnya bingung. Keheningan di antara mereka membuat keadaan menjadi canggung. Kia berdehem pelan untuk menyadarkan Arfan yang entah kenapa tatapannya begitu dalam.
"Sudah makan?" tanya Arfan.
"Belum," jawab Kia.
"Makan sana."
"Iya."
Keadaan kembali hening. Kia menunduk dan menggaruk pelipisnya gelisah.
"Mas Arfan udah makan?" tanya Kia basa-basi.
"Sudah," jawab Arfan memperlihatkan mejanya. Dia memang baru saja selesai makan malam di hotel.
Mata Kia menyipit saat melihat keberadaan Nadia di sana, "Ciyeee, makan berdua. Kencan ya?"
"Jangan aneh-aneh."
"Kalau jadian kabarin ya, Mas. Minta traktiran."
"Ngawur! Udah, kamu makan dulu habis itu tidur."
"Siap, bos!" Kia tersenyum dan mematikan panggilannya. Mengabaikan perintah Arfan, Kia memilih untuk tidur tanpa makan malam terlebih dahulu. Kia benar-benar mengantuk sekarang.
***
TBC
Kia ngapain lu telepon Mas Arfan 😂
Follow ig viallynn.story
Jangan lupa vote dan commentnya ya 😘
Viallynn
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top