팔 Foretime ⚜
💕행복한 독서💕
.
.
.
"Papa!"
Lily kecil berlari menghampiri seorang pria yang mengenakan hoodie dan masker serba hitam. Sepatu mungilnya menapak mantap, membelah kerumunan orang di bandara. Dalam satu loncatan, ia menggelayut manja pada sang pria yang langsung mendekapnya erat.
"Hebat! Lily bisa tahu papa walau dengan masker begini!"
"Tentu saja!" Lily memamerkan barisan gigi susunya yang rapi. "Lily kan anak Papa!"
Pria yang dipanggil papa tersebut mengelus kepala Lily lalu mencium kedua pipi putrinya bergantian. Senyumnya terkembang kala melihat seorang wanita yang menghampiri mereka dengan tergesa. Namun, bibir tipis tersebut kembali mengutas ke bawah kala menyadari kekhawatiran yang tersirat di wajah cantik yang telah mencuri hatinya itu.
"Mama!" seru Lily. "Mimpi Lily jadi kenyataan! Papa benar-benar datang!"
Mama Lily tersenyum nanar. Ia menengok ke kanan-kiri dengan perasaan mawas. Pasalnya, ia membawa serta anaknya kali ini. Ia tidak ingin Lily mengetahui bagaimana keadaan keluarga kecil mereka yang sebenarnya. Lily masih terlalu kecil untuk menghadapi kekejaman media.
"Apa yang kau lakukan? Bagaimana bila ada yang melihat?" Mama Lily berbisik sebelum menyambut dekapan hangat suaminya. "Ini di bandara. Bukankah ada acara grup sesudah ini?"
Papa Lily mengatupkan bibir. Bahkan istrinya tersebut mengetahui jadwalnya dengan sangat baik. "Masih setengah jam lagi. Aku tidak mungkin membiarkan kalian pergi begitu saja."
"Papa?" Lily menegok ke wajah papanya yang mengerjap mengusap air mata. "Papa menangis? Apa Papa lelah karena harus syuting terus setiap hari?"
"Tidak, Sayang. Papa baik-baik saja. Papa hanya ... akan sangat merindukan kalian."
"Sayang ... maafkan aku." Mama Lily menatap suaminya dengan mata berkaca. Miris memang. mereka saling mencintai dan terikat oleh hubungan yang sah, tetapi restu dari publik menghalangi. Mama Lily sangat tahu, di antara semuanya, ia yang harus mengalah. Demi kebaikan mereka dan demi Lily yang belum tahu apa-apa.
"Bukan salahmu. Aku yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk keluarga kita," bisik papa Lily dengan lirih. "Aku yang seharusnya meminta maaf."
Lily yang memperhatikan kedua orang tuanya hanya bisa memiringkan kepala, tidak mengerti. Di matanya, semua tampak baik-baik saja. Papa dan mamanya saling mencintai dan tidak pernah bertengkar. Hari ini ia kembali ke negara asal mamanya untuk Mid-autumn festival. Sang papa akan menyusul setelah syuting dan mereka akan merayakan ulang tahunnya yang jatuh di akhir musim gugur bersama-sama.
"Jangan khawatir Mama, bukannya Papa akan menyusul kita?" Lily beralih pada papanya. "Benar kan, Papa? Aku dan mama akan membuatkan kue bulan untuk Papa!"
Tanpa Lily sadari, setitik air mata papanya jatuh kala memeluknya. Yang ia tahu, papanya benar-benar akan merindukan mereka sampai rengkuhan yang ia berikan terasa sangat erat. Lily pun balas memeluk erat papanya sampai bel pengumuman menjeda, bersamaan dengan seorang pria dalam setelah serba hitam menuju ke arah mereka. Lily mengenalinya sebagai manajer sang papa. Pria yang senang memberinya cokelat.
"Kau harus segera kembali. Wartawan akan curiga bila kau menghilang terlalu lama."
Papa Lily hanya mengangguk pasrah, menyerahkan Lily pada istrinya sebelum menghadiahkan pada mereka ciuman singkat pertanda perpisahan.
"Semangat, Papa! Aku akan terus menunggu Papa!" Lily melambaikan tangan tak kalah semangat, bahkan saat papanya sudah hampir tak kelihatan. Dalam hati ia membayangkan momen manis di pertengahan musim gugur saat ia dan papanya berkeliling menyaksikan daun-daun berganti warna, menonton pertunjukan, dan menghias kue ulang tahun. Sungguh, Lily tidak sabar menantikannya.
Sementara itu, papa Lily yang masih enggan melepas pandangan dari anak dan istrinya berhenti di depan eskalator menuju terminal. Binar harapan di mata Lily terlihat begitu tulus dan lembut, tetapi berhasil menembus relung hatinya. Bila menuruti kehendak nurani, ingin sekali kakinya berlari, melepas segala impian, dan pergi bersama anak dan istrinya tercinta. Namun, ia tahu egonya sedang dipertaruhkan. Keberadaannya saat ini hanya akan menyisakan beban dan luka.
Saat eskalator mulai bergerak, papa Lily menghalau arah dan turun kembali untuk melihat putri kecilnya. Namun, sosok istri dan anaknya sudah tidak di sana. Sang manajer yang mengejar dengan cekatan mencekal lengannya. Membiarkan idola muda tersebut tertunduk dan menghabiskan air mata. Yang bisa ia lakukan hanya memberinya tepukan di pundak berkali-kali.
"Kuatkan hatimu, Kim Jin Hyuk-ssi."
🎬🎬🎬
Kelopak mata Lily terasa sangat berat saat membuka. Butuh waktu beberapa detik untuk menyadari bilamana dirinya telah menangis cukup lama sampai jatuh tertidur. Bisa dipastikan matanya membengkak.
Lily meragangkan tubuh kemudian mengamati sekeliling. Kegelapan yang menyelimuti dan berkas cahaya lampu dari luar yang menerobos kisi jendela menjadi pertanda bila hari telah berganti menjadi malam. Satu hal yang sedikit Lily syukuri adalah ia berhasil menghabiskan sekian jam dalam mimpi, tanpa harus tersiksa dengan kenyataan.
Mengandalkan pendar temaran dari stiker di dinding, Lily bangkit untuk menyalakan lampu. Iris indahnya tampak suram. Jejak-jejak air mata pun masih membekas di wajahnya ketika ia menatap ke cermin besar di meja rias. Baru kali ini Lily mendapati penampilannya sedemikian menyedihkan.
Kembali ke sisi springbed, Lily meraih foto yang tadi didekapnya sambil tertidur. Wajah bahagia kedua orang tuanya terbingkai di sana. Ada desir yang kembali mendesak air mata Lily saat ia menyentuh potret mama dan papanya. Bibirnya melengkuk membentuk senyuman pilu. Bahkan dari semua hal yang telah ia peroleh, masa-masa tersebut tetap menjadi momen paling membahagiakan dalam hidupnya. Saat semua terasa wajar dan baik-baik saja.
"Mama, kenapa kita tidak boleh mengakui papa di hadapan orang-orang?"
"Lily sayang, papa itu idola yang memiliki banyak penggemar. Bukankah Lily akan kerepotan bila teman-teman menitip tanda tangan semua?"
Dalam tangis, Lily menertawai dirinya di masa kecil yang begitu mudahnya percaya pada alasan sang mama. Menuruti segala perkataannya meski dilanda kebingungan karena pindah rumah berulang kali. Bahkan di suatu waktu, mereka harus pergi diam-diam di pagi-pagi buta.
Seandainya saja ia tahu bila saat itu mereka tengah dikejar pemburu warta dan antek-antek kepenggemaran sang papa, mungkin Lily tidak akan rewel karena mengantuk. Atau menyusuri setapak di subuh yang gelap untuk kembali ke rumah, hanya untuk mengambil boneka kelinci hadiah dari sang papa yang ketinggalan.
Lily menengadah. Mengenang kembali memori lama kala ia masih sepantaran bocah lima tahun yang memandang dunia tanpa prasangka.
Kim Jin Hyuk—ayah yang dipanggilnya papa adalah seorang idola populer kala itu. Vokalist band terkenal yang tampil dalam berbagai program acara dan memulai debutnya sebagai seorang aktor.
Memaklumi kesibukan papanya, Lily dengan sabar menanti. Bila kebetulan jadwal terlalu padat, hadiah-hadiah manis yang dikirimkan sang papa cukup menjadi pelipur lara, meski tidak menjadi penghapus rindu. Pertemuan mereka di masa kecilnya berakhir di bandara, sebelum ia dan mamanya berangkat ke luar negeri.
Lily masih ingat betapa ia merisaukan kedatangan sang papa di hari-hari menjelang ulang tahunnya. Festival pertengahan musim gugur telah lewat, tetapi ia tetap ingin menyantap mooncake bersama papanya, atau paling tidak, mendengar dongeng tentang dewi bulan.
Sayang, sampai musim dingin tiba papanya tak kunjung datang. Lily masih setia menunggu di depan jendela dan memandang setiap orang yang lewat, kalau-kalau papanya ada di antara mereka yang mengenakan mantel dan syal. Lily bahkan sempat jatuh sakit karena kedinginan.
Memasuki awal musim panas, Lily tahu harapannya sia-sia. Komunikasi dengan papanya terputus. Hingga beberapa bulan kemudian tersebar sebuah berita yang meruntuhkan dunia Lily. Sisa-sisa harapan yang ia kumpulkan hancur begitu saja ketika papanya dikabarkan menjalin hubungan khusus lawan mainnya di sebuah drama. Lebih parah lagi, orang-orang mendukung hubungan tersebut.
Seakan belum cukup, pihak keluarga papanya datang mengancam. Mengecam mereka untuk tutup mulut bila tidak ingin dipermalukan di depan umum. Mama Lily terpaksa menandatangi perjanjian yang berlaku seumur hidup untuk tidak pernah membuka identitas di depan media.
Lily mengusap tengkuk dan membenamkan wajah di antara kedua lututnya yang menekuk. Beranjak remaja, beberapa kali ia mencoba menyebar berita lewat akun anonim, tetapi postingannya mendapat tanggapan negatif dari para penggemar—alih-alih orang percaya. Bahkan saat memulai karir di dunia entertainment sebagai bintang cilik, pihak yang menjadi walinya adalah adik dari sang mama, yang kemudian memperkenalkannya dengan Young Mi.
Masa lalu yang kelam dan perjanjian yang dibuat sang ibu membuat Lily sangat menutup privasi.
Lily menyingkap foto lain di dalam kotak. Potretnya dengan sang papa yang diambil saat musim semi tujuh tahun yang lalu tersebut adalah foto yang disebar Dispath. Ketika untuk pertama kali ia merayakan Festival Chuseok seorang diri setelah kepergian sang ibu karena penyakit meningitis. Siapa sangka, papa yang telah ia anggap sebagai orang asing meski berada di panggung penghargaan yang sama tersebut datang padanya.
Semula, Lily melawan hati untuk tidak menerima papanya. Namun, sekeras apa pun ia berusaha, darah selalu lebih kental daripada air. Lily membenci papanya setengah mati, tetapi juga sangat merindukannya. Ketika mengetahui sang papa dirawat di rumah sakit karena kecelakaan saat syuting, Lily membantu sebagai pendonor darah.
Bermula sejak saat itu, hubungan mereka terjalin kembali. Tiap tahun di musim gugur, Lily dan papanya meluangkan waktu untuk bertemu diam-diam, merayakan ulang tahun Lily yang tertunda sekian tahun lamanya. Untuk menjaga nama masing-masing dan mematuhi kesepakatan di masa lampau, mereka sepakat untuk tetap menjaga identitas di hadapan publik.
Dering ponsel menghentakkan Lily dari lamunannya. Ia menggapai benda tersebut dengan perasaan mawas. Lily berharap ada sedikit berita baik dari Young Mi selain saran untuk menenangkan diri. Atau mungkin pesan dari Ara dan Yohan. Namun, sebaris nomor yang tertera membuatnya menegakkan punggung. Kombinasi angka tersebut sangat familier, sengaja tidak ia simpan untuk menghindari kecurigaan orang. Nomor telepon papanya.
"Papa!" Lily berseru dengan suara serak ketika menerima panggilan, tetapi dahinya tertekuk sedetik kemudian ketika mendengar suara tak bersahabat dari seberang.
"Dasar gadis egois tidak tahu diri! Apa kau belum cukup terkenal sampai menjual berita tentang suamiku?! Mentang-mentang punya banyak penggemar yang bisa membela, kau ingin menghancurkan keluarga kami?!"
Lily bergeming, perih menusuk hatinya mendengar tudingan dari istri kedua sang papa.
Apa menahan diri untuk tidak menunjukkan reaksi yang berlebihan pada papanya meski mereka duduk berseberangan di ajang penghargaan bisa disebut egois? Apa satu hari yang ia habiskan bersama sang papa di musim gugur tiap tahun masih disebut serakah?
"Kim Yerin!"
Suara berat terdengar dari belakang, bersamaan dengan bunyi pintu yang terbanting kuat. Lily mengenalinya sebagai suara milik sang papa.
"Berapa kali harus kukatakan, jaga bicaramu pada Lily. Dia anakku!"
"Lalu kau ingin apa? Situasi sekarang sangat buruk dan Hye Ri sedang sakit! Sekarang aku tanyakan padamu, kau memilih anak kita atau anak dari masa lalumu ini!"
Lily memejam erat. Anak dari masa lalu. Sungguh fakta yang menyakitkan.
Tidak ingin menambah sakit hatinya, Lily memilih memutuskan panggilan. Lily tahu, sekarang ia benar-benar sendirian.
🎬🎬🎬
Tertidur di depan laptop adalah hal buruk yang paling tidak bisa dihindari Sehun belakangan ini. Pekerjaan yang bertumpuk ditambah beban pikiran membuat tubuhnya sedemikian lelah hingga tak mampu menahan serangan kantuk. Sialnya, meski memiliki monitor berlapis anti-radiasi, tak ayal pagi ini kepalanya berdenyut nyeri.
Sehun menopang kepala dengan sebelah tangan, sementara tangan yang satunya dipergunakan untuk memijat bagian di antara kedua keningnya yang bertaut. Semalaman menjelajahi situs kencan ternyata tidak membuahkan hasil apa-apa.
Ya. Setelah memperhitungkan segala-sesuatunya, Sehun berniat mencari wanita yang bisa diajak bekerja sama untuk menjadi "kekasih sementara". Sehun akan memberi bayaran tinggi dan membuat kesepakatan di atas kertas untuk menghindari segala bentuk kecurangan. Sebenarnya menjalani hubungan layaknya pasangan sungguhan mungkin lebih menguntungkan, tetapi Sehun tidak cukup brengsek untuk mempermainkan perempuan demi kepentingannya sepihak.
Pokok permasalahan sekarang adalah menemukan perempuan yang menyerupai Lily, paling tidak jika diperhatikan sekilas. Tidak lucu saja bila orang-orang menaruh curiga karena ia menghadirkan orang yang kelihatan berbeda. Apalagi menurut Mark, orang-orang di perusahaan mulai membicarakan sosok kekasihnya.
"Pinggangnya kecil dan ramping!"
"Body goals! Sepertinya seorang model!"
"Tampak belakang saja sudah kelihatan cantik!"
Maka, tugas Sehun adalah mencari perempuan dengan ciri-ciri; pinggang kecil dan ramping, body goals seperti model, dan kelihatan cantik bahkan dari belakang. Sesuatu yang tidak ia temui di situs kencan mana pun setelah berjam-jam pencarian, bahkan di KoreanAmor yang populer.
Sehun beralih pada sebuah website yang menampilkan profil Lily pada indeks pencarian teratas. Mulanya, Sehun hanya ingin melihat data fisik untuk mendukung pencariannya. Namun, tanpa sadar ia membaca sampai halaman paling bawah. Sekali lagi, profil aktris tersebut dibacanya dengan teliti. Barangkali semalam ia terlalu mengantuk sampai ada hal yang terlewat.
"Informasi pribadinya sedikit sekali." Sehun berguman lalu berdecak untuk dirinya sendiri. "Ya, apa juga gunanya informasi pribadi!"
Sehun beralih pada taskbar. Ada sebuah topik diskusi yang menjadi trending hanya dalam waktu kurang dari 24 jam. Sebagai aktris, pengaruh Lily memang sangat luar biasa.
Tunggu dulu! Alis Sehun bertaut ketika membaca dua nama yang tersemat di sana. Barbie Lily dan Kim Jin Hyuk.
"Kim Jin Hyuk yang itu ...?" Sehun mengingat-ingat seorang aktor yang pernah menjadi model mereka untuk pemotretan majalah.
"Apa mereka bermain drama bersama?" Sehun bersedekap tak suka. "Bukankah dia terlalu tua? Seperti ayah dan anak saja! Bukan, seperti kakek dan cucu!"
Sebentar! Sehun menghentakkan kepala. Sejak kapan ia peduli pada lawan main Lily? Mau dengan berondong atau kakek tua sekali pun, jelas bukan urusannya. Kenapa juga ia harus repot-repot memikirkan keserasian pemerannya? Itu tugas sutradara!
Sehun berusaha menahan diri untuk tidak membaca topik populer tersebut. Ia bangkit, menyingkap jendela untuk menyaksikan pemandangan pagi yang manis. Bukan. Maksudnya, indah.
Perlahan sekali agar terlihat alami, Sehun menggeser pandangannya sekian derajat pada jejeran gedung yang menampakkan iklan Lily. Sehun ingin beralasan sekadar iseng untuk melihat produk yang dipromosikan. Namun, yang diiklan Lily pada banner tersebut adalah produk pembalut wanita.
"Apa masa iklannya sudah habis?" Sehun berspekulasi begitu menjumpai layar yang kali ini kosong. "Atau berganti produk?"
Kerutan yang terpeta di dahi Sehun semakin kentara ketika menjumpai beberapa orang melepas poster Lily pada neon box lain di puncak gedung yang berseberangan. Pikirannya membaca sesuatu yang tidak beres.
Dengan segera Sehun kembali ke meja kerjanya, menyalakan laptop yang berada dalam mode sleep otomatis, lalu membuka topik diskusi antara Lily dan Kim Jin Hyuk.
"Age-gap relationship?!" Sehun membolakan mata. Ini masih terlalu pagi untuk memberi kejutan pada jantungnya. Seseorang, tolong katakan ini tidak benar.
🎬🎬🎬
Untuk sebuah alasan yang sudah jelas tetapi tidak ingin ia konfirmasi sebabnya, Sehun uring-uringan sepanjang hari. Tak terhitung sudah berapa pegawai yang mendapat teguran darinya sejak pagi. Perasaannya tiba-tiba saja tidak senang.
Sehun melangkah keluar dari ruangannya dengan terburu. Ia butuh asupan kafein untuk memperbaiki mood. Dalam hati, ia berharap tidak bertemu dengan ibu tirinya, Hyun Jin, atau siapapun dari antek-antek mereka yang berpotensi menyulut emosi. Sebab sekarang saja tangannya sudah gemas ingin menonjok seseorang.
Baru saja Sehun menghirup udara segar ketika tiba di lantai satu, topik pembicaraan para staf kembali mengetuk-ngetuk telinganya. Apalagi kalau bukan gosip tentang Lily dan Kim Jin Hyuk.
Mulanya Sehun mengabaikan, tetapi dari ujung koridor sampai hampir mencapai pintu utama, semua orang membicarakan hal yang sama. Padahal hari ini ada berita soal seorang pejabat yang terancam dipecat karena isu selingkuh. Sesuatu yang lebih layak disorot media. Di mana nasionalisme orang-orang ini?
"Barbie Lily membohongi semua orang!
"Pantas saja karirnya tidak pernah terhambat!"
"Kim Jin Hyuk dan istrinya lama menanti momongan. Anak mereka sekarang baru berusia lima tahun. Bukankah Barbie Lily keterlaluan?"
"Tertarik pada laki-laki dengan alis hitam, panjang, dan menukik tajam? Cih, dia membual!"
"Sial! Padahal aku sudah sulam alis!"
Oke. Sehun tidak bisa membendung emosinya lagi. Lama-lama ia tidak tahan juga.
"DIAM!" Suara Sehun menggema. "Bisa tidak kalian tidak membicarakannya?! Apa pekerjaan kalian sudah beres sampai punya waktu untuk menghina orang lain?!"
Kompak, para staf terkesiap. "Ba-baik, Pak!" jawab mereka hampir berbarengan.
"Satu lagi, jangan sebut namanya di sini!"
"Maksud Bapak, Barbie Lily?" sahut seorang staf lelaki yang berpenampilan kemayu.
"Bukan! Yang satunya!"
"Kim Jin Hyuk?" serempak para staf bertanya.
Sehun menghela napas, menyadari tindakan spontannya. "Siapapun itu, terserah! Jangan membicarakan sesuatu yang tidak penting di kantor ini atau ID card kalian akan dicabut!" kata tegas sebelum melanjutkan langkah.
"Wah, ada apa ini?" Seseorang berbisik. "Apa Kepala Manager seorang Fly's? Dia membela Barbie Lily, bukan?"
"Omo! Jangan-jangan berita itu benar!" Lelaki kemayu tadi membekap mulut. "Kalian tidak dengar kabarnya? Beberapa pelanggan melihat seorang perempuan yang mirip Barbie Lily di flag store kemarin! SPG di bagian eyewear yang melayani kekasih Ketua Manajer juga bilang begitu. Katanya mirip selebriti!"
"Maksudmu kekasih Ketua Manajer itu Barbie Lily? Rasanya tidak mungkin!"
"Tapi bila dipikir-pikir, masih mending begitu dibanding skandal ini."
Di ambang pintu, Sehun yang mendengar kasak-kusuk tersebut berhenti sebentar. Di pikirannya terlintas sebuah ide yang ia tepis dengan segera.
Sehun menggeleng tegas sebelum meneruskan langkah. Jangan gali kuburanmu sendiri, Sehun!
⚜⚜⚜
TBC
Bagaimana perasaan kalian setelah mengetahui hubungan Lily dan Kim Jin Hyuk? Lega atau masih kesel tanpa sebab seperti Sehun yang uring-uringan sendiri?
😂😂😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top