십일 Domino Effect ⚜
💕행복한 독서💕
.
.
.
.
Sehun bukan penggemar fiksi dan segala hal yang tidak bisa dijelaskan dengan logika. Namun, mendapati Barbie Lily yang baru saja bergentayangan di kepalanya meloncat keluar dari lemari, pikiran Sehun mulai menduga-duga alasan tidak masuk akal untuk menjelaskan keberadaan aktris papan atas yang terjerat skandal tersebut di kamarnya.
Demi apa pun, Sehun tidak merasa memiliki kekuatan super seorang summoner, tetapi Lily selalu saja muncul tiba-tiba tepat saat ia membayangkan kehadirannya. Atau jangan-jangan ada portal antar dimensi di dalam lemari? Oke, Sehun mulai gila.
Mereka ulang kejadian beberapa saat sebelumnya, Sehun terpaku di tempat. Sehabis mengantar Theodore Lim, Sehun berniat mengistirahatkan diri di kamar sembari menikmati malam yang damai untuk hari esok yang ia pastikan akan sangat berat untuk dilalui. Terutama untuk mengelak dari tuntutan ibu tirinya dan Hyun Jin.
Tidak ada yang salah sampai Sehun tidak mendapati keylock card di sakunya. Hal yang kemudian membuatnya terpaksa berurusan dengan pihak resepsionis dan harus melakukan verifikasi identitas untuk mendapat kuncinya kembali.
Suite room yang dipesannya masih sama seperti saat terakhir kali Sehun meninggalkan ruangan tersebut. Setelah melakukan konfirmasi singkat untuk pertemuannya dengan Theodore Lim pada sekertaris ayahnya, Sehun membersihkan diri di kamar mandi. Mengurusi banyak hal sepanjang hari membuat tubuhnya gerah. Belum lagi beban pikiran yang tidak kunjung menemui titik terang.
Di bawah pancuran air hangat yang mengalir deras dari shower, Sehun terus memikirkan Lily. Bukan dalam artian lain, sungguh. Khayalan tingkat tinggi Sehun hanya sebatas membawa perempuan tersebut ke tengah-tengah rapat, mengakuinya sebagai kekasih, dan semua masalah selesai.
Atau mungkin ... lebih rumit lagi.
Menyadari angannya yang mustahil, Sehun mengeringkan rambut, melilitkan handuk di pinggang dan bergegas berganti pakaian. Perhatian Sehun tertuju pada lemari besar di tengah ruangan. Modelnya yang klasik membuat Sehun teringat film lama tentang sebuah dunia yang berada di balik lemari pakaian. Sehun tidak berniat memberi atensi lebih, tetapi sekelebat cahaya dari balik kisi mengusik kuriositasnya.
Alis Sehun yang tertekuk seketika mengutas begitu tangannya menarik gagang lemari. Portal dimensi lain mungkin tidak lebih mengejutkan bagi Sehun dibanding mendapati sepasang mata yang menatapnya terkejut. Bahkan ia bisa melihat bagaimana pupil hitam kecoklatan tersebut berdilatasi.
Entah bagaimana semesta bekerja hingga mewujudkan sesuatu yang baru saja dimustahilkan olehnya, Sehun menemukan Barbie Lily meringkuk di dalam lemari sambil memeluk lutut. Sehun bisa menyebut dirinya terlalu lelah, berhalusinasi, atau mengalami gangguan penglihatan jenis apapun bila saja suara Lily yang memekik kaget dan menghambur keluar dari lemari tidak membuatnya terkesiap dan ikut berteriak.
"Kau ...." Sehun memiringkan kepala sekian derajat. "Barbie Lily?" ujarnya ragu-ragu.
Lily yang terpojok hanya bisa melipat bibir, mode penyamarannya terbongkar. Di luar dugaan, ruangan yang tepat berhadapan dengan kamarnya tersebut ternyata milik Oh Sehun. Namun, yang membuat wajahnya merah membara bukan karena tertangkap basah sedang bersumbunyi di lemari, melainkan perut kotak-kotak Sehun yang dihiasi percikan air. Mengalahkan pesona dari model pria untuk majalah dewasa.
"Ha-hai ...." Lily tersenyum dan melambaikan tangan dengan canggung.
"Hai?" Sehun menaikkan sebelah alisnya dan mendengkus kecil, diperhatikannya penampilan Lily yang tak ubahnya kostum pemain sirkus. Sehun tidak ingin mencela, tetapi piyama cow pattern dan celana panjang bermotif garis-garis Zebra? Sama sekali jauh dari pesona seorang Barbie Lily yang selalu tampil modis dan elegan.
Mata Lily membola saat Sehun maju dan mempersingkat jarak di antara mereka. Wangi tubuhnya yang menguar membuat ia terhipnotis sejenak.
"Apa yang kau lakukan di kamarku?" Sehun menilik Lily yang gelagapan lalu memeriksa lemari dan mengetuk-ngetuk dinding bagian dalam.
Apa yang dia lakukan? Lily ikut menengok.
"Bagaimana bisa kau masuk ke sini?"
"Hah?" Lily mengerjap beberapa kali dan memundurkan badan ketika Sehun berbalik. Ia menunjuk ke arah pintu dengan kikuk lalu melirik lemari di sampingnya. "Me-memangnya ada jalan lain?"
"Itu ... tentu saja tidak ada! Jangan berkhayal!" Sehun menyugar rambutnya yang masih setengah kering. Pandangan penuh tanda tanya dari Lily membuat Sehun mengumpat pada dirinya sendiri. Matanya lalu memicing curiga pada Lily. "Jangan-jangan ... kau yang mengambil kartu kamarku?!"
"Tidak!" Lily menggeleng kuat dan mengibaskan tangan, bersamaan dengan cardlock key yang jatuh dari sakunya tepat di dekat kaki Sehun.
Sehun menunduk sebentar kemudian melipat tangan di depan dada. "Oh. Tidak, ya?"
"Ma-maksudku tidak secara harfiah." Lily mengelak.
"Jadi, secara teknis kau menggesek kartuku, masuk ke dalam kamar ini dan bersembunyi dalam lemari. Begitu?" Sehun menahan kedua lengan di samping Lily.
Lily meringis. "Ini sedikit susah untuk dimengerti."
"Aku tidak sebodoh itu untuk bisa memahami sesuatu."
"Baiklah." Lily memejamkan mata dan menghela napas pasrah. "Aku dijebak."
"Dijebak?" ulang Sehun.
"Aku tahu kau mungkin tidak akan percaya." Jeda sebentar sebelum Lily melanjutkan. "Aku menghindari wartawan dan datang ke hotel ini, tapi Yohan baru saja menelpon bila ada seorang pria yang memiliki akses ke kamarku."
Kerut yang timbul di dahi Sehun semakin kentara. Dari sorot mata Lily yang tampak gelisah, Sehun tahu perempuan itu tidak berbohong.
"Aku berusaha kabur sebelum dia datang dan tidak sengaja menemukan kartu kamarmu di lantai." Lily mendesah. "Aku tidak punya pilihan lain selain masuk ke sini karena ...."
Perkataan Lily terjeda begitu terdengar suara gaduh dari koridor. Derap langkah yang beradu dan sorak riuh-rendah membuat Sehun dan Lily kompak menoleh ke arah pintu.
"Wartawan ...."
Lily dan Sehun berpandangan selama sekian detik sebelum menuju pintu. Sehun menyalakan kamera intercom yang langsung menampilkan segerombolan orang tepat di depan kamar Lily tadi. Kilat cahaya dari kamera dan kegaduhan yang tercipta membuat Lily menatap layar dengan gamang, beberapa di antara pemburu berita tersebut bahkan melakukan siaran langsung. Kilas balik kenangan buruk yang menghantui Lily membuat tubuhnya gemetaran.
"Apa-apaan ini!" Sehun mengumpat rendah melihat para wartawan semakin membanjiri koridor, sebagian dari mereka bahkan tampak ingin menerobos kamar Lily. Sehun melirik Lily yang menutup mulut dengan kedua tangan. Jelas sekali aktris tersebut syok. Sembari berdecak, Sehun kemudian mematikan intercom.
Lily mendongak pada Sehun yang melangkah gusar dan menarik gagang telpon di atas nakas. "Apa yang akan kau lakukan?" tanyanya panik.
Mengabaikan Lily, Sehun menekan nomor dan menunggu panggilannya tersambung.
"Tidak! Tolong, jangan laporkan aku!" Lily menarik lengan Sehun dengan mata berkaca. "Aku mohon padamu, Oh Sehun!"
Oh Sehun? Sehun membolakan mata dan menunduk pada Lily yang juga terkejut dengan kata-katanya sendiri. "Bagaimana kau tahu namaku?"
"Aku bisa jelaskan- mmm!"
Sehun mengunci bahu Lily dan membekap mulutnya dengan sebelah tangan saat suara ramah dari resepsionis hotel menyapa dari seberang. Jantung Lily berdetak kencang, antara khawatir dengan apa yang akan dikatakan Sehun, juga gugup karena tubuhnya diapit oleh dada bidang yang basah tetapi terasa hangat.
"Ya." Sehun menjawab singkat lalu menyebut nomor kamarnya. "Ada kekacuan yang mengganggu di koridor depan. Tolong segera ditangani."
Lily membuka sebelah matanya yang terpejam. Sehun tidak berniat melaporkan keberadaannya. Namun, napasnya yang terhela lega kembali tercekat begitu Sehun menunduk dan mensejajarkan pandangan dengannya.
"Barbie Lily, kau berhutang banyak penjelasan padaku."
🎬🎬🎬
Yohan menepikan mobilnya begitu Ara yang duduk di kursi penumpang memekik seraya menunjuk ke layar tablet pc.
"Yohan! Wartawan akan melakukan siaran langsung!" Ara mendesah cemas. "Bagaimana bila eonnie masih ada di dalam kamar?"
Sial! Yohan meringis dalam hati. Ia terlalu fokus pada Lily dan pria sewaan yang mengintainya sampai terlupa pada aksi yang bisa dilakukan pihak media, bahkan Yohan tidak sempat lagi mengurusi berita-berita miring yang mulai mengisukan Lily dengan pria-pria kaya. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan dan butuh beberapa menit untuk memindahkan akses perangkatnya dari sistem keamanan hotel yang sedang diretas.
"Aku mematikan CCTV hotel, semoga noona berhasil kabur." Yohan berusaha menenangkan Ara, meski dirinya sendiri tidak yakin. Apalagi ponsel Lily saat ini tidak dapat dihubungi. Terakhir kali Yohan mengecek beberapa menit lalu, baterai ponselnya memang tersisa 5% saja.
Ara hanya mampu mengigit bibir. Ia sudah cukup dibuat jantungan dengan segala hal yang terjadi hari ini. Mulai dari kabar wartawan yang ingin menyerbu apartemen Lily sampai keterlibatan Young Mi yang membuat segalanya semakin rumit dan mengkhawatirkan.
"Siaran langsung dari Royal Spring Hotel. Saat ini saya sedang berada di depan kamar yang diduga milik Barbie Lily. Barbie Lily meninggalkan apartemennya di Singsa-dong untuk penerbangan ke luar negeri tengah malam nanti. Dikabarkan Barbie Lily tidak sendiri, melainkan dengan seorang pria yang diduga kuat adalah memiliki hubungan khusus dengan sang aktris."
Tangan Yohan mencengkram kemudi semakin erat ketika menyaksikan salah satu siaran langsung dari stasiun TV swasta. Para wartawan yang berhasil masuk kini saling berdesak di depan kamar Lily dan melakukan siaran meski dengan suasana riuh-rendah. Suara dari mereka bahkan saling terdengar satu-sama lain.
"Ada yang keluar!"
Ara dan Yohan saling membagi pandangan ketika mendengar seseorang di dalam siaran tersebut berteriak. Tanpa sadar, keduanya saling menggenggam tangan. Dalam rekaman amatir yang diambil di keadaan hectic tersebut, tampak seorang pria berkepala plontos yang berdiri tercengang di ambang pintu.
"Orang ini bukannya salah satu anggota fanbase?!" Ara menunjuk ke layar dengan ekspresi kaget bercampur emosi. "Dia sering hadir dalam setiap event, sampai di kenal beberapa kru!"
Yohan membenarkan dengan penuh geram. Pria tersebut sejak dulu membuat Yohan merasa mawas karena terlalu terobsesi dengan Lily, tetapi ia tidak mengurusi lebih jauh mengingat hal tersebut wajar bagi seorang selebriti terkenal.
"Apa benar Barbie Lily ada di dalam?"
"Sejauh mana hubungan Anda Barbie Lily?"
Serbuan pertanyaan dari para wartawan yang mendesak masuk membuat pria yang berdiri di ambang pintu gelagapan, bahkan tak mampu mencegah beberapa orang yang nekat menerobos masuk. Yohan menegakkan badan begitu kamera menyorot seisi kamar mewah yang kosong melompong. Beberapa kru menggeledah lemari dan kamar mandi tetapi tidak menjumpai siapa-siapa.
Serempak, Ara dan Yohan mengendurkan bahunya yang berjengit. Beruntung sekali, Lily berhasil kabur tepat waktu.
"Barbie Lily tidak ada. Bagaimana Anda menjelaskan semua ini?"
"Apa membuat sengaja membuat berita palsu dengan memanfaatkan skandal Barbie Lily?"
"Rasakan itu! "Dasar penggemar tidak tahu diri!" Ara bersedekap dan mencibir ketika melihat penggemar fanatik Lily terpojok sebelum beberapa petugas keamaman hotel menetralisir situasi.
Yohan membenarkan, puas sekaligus kesal. Paling tidak, ini bisa mendatangkan sedikit dukungan untuk Lily.
"Ngomong-ngomong, eonnie ada di mana sekarang?" tanya Ara pada Yohan yang tampaknya memikirkan hal serupa.
"Entahlah, noona tidak menjawab telpon." Yohan mengusap dagu sebentar sebelum menancap gas. "Coba periksa daftar pengunjung. Noona tidak mungkin keluar hotel, GPS mobilnya juga belum menyala."
Ara melenggut lalu membuka tabulasi baru. Yohan menyalin database resepsionis ketika meretas pangkalan CCTV untuk menghilangkan jejak digital.
"Oh Sehun?"
Yohan menoleh sekilas pada Ara yang bergumam. "Kenapa?"
"Entah kebetulan atau bagaimana, Oh Sehun juga memesan kamar di hotel siang tadi." Ara ganti menatap Yohan yang sudah menatap ke jalan raya.
"Oh Sehun?" Kening Yohan terangkat. "Apa menurutmu dia Oh Sehun yang itu?"
"Bisa jadi iya, bisa jadi tidak." Ara menutup mulut dengan sebelah tangan. "Apa jangan-jangan ...."
"Jangan-jangan ...?"
Yohan dan Ara bertatapan sesaat sebelum sama-sama tertawa ringkih dan berseru.
"Jelas tidak mungkin!"
🎬🎬🎬
Setelah akal sehatnya beradu untuk memetakan rangkaian masalah yang terjadi hari ini, Lily bisa menarik satu kesimpulan bila Sehun adalah sang "penyelamat" yang akan muncul saat dirinya terpojok. Ya, mungkin terlalu berlebihan bila dilihat kerut timbul-tenggelam di dahi laki-laki yang kini duduk berhadapan dengannya tersebut, tetapi setidaknya Sehun masih punya hati untuk tidak membiarkannya menjadi bulan-bulanan media.
Lily memperbaiki posisi duduknya saat Sehun berdeham dan menatap lurus padaya. Alisnya yang sedikit tertekuk terlihat sangat menawan. Bila tidak dipertemukan dalam situasi yang demikian, Lily mungkin akan menganggap momen ini–duduk berdua dengan Sehun–adalah salah satu peristiwa paling langka dalam sejarah hidupnya. Kapan lagi bisa bertatap muka dengan laki-laki lain di luar agensi tanpa urusan pekerjaan dan pengawasan Young Mi? Dan lagi, ini Oh Sehun. Pemilik alis hitam yang panjang dan menukik tajam, satu-satunya di dunia.
"Kau tahu tentang rumor itu ternyata."
Suara berat Sehun membuat Lily melenggut cepat. "Ya. Kami membicarakan tentang pembatalan kerjasama dengan perusahaanmu. Aku penasaran lalu Ara dan Yohan menceritakan semua. Mereka asistenku. Ara asisten penata rias dan Yohan asisten IT."
"Oke, oke." Sehun menahan tangannya di udara mendengar Lily berceloteh panjang lebar. Ia menyilangkan tangan di depan dada. "Kenapa kau sampai penasaran?"
"I-itu ... anu ...." Lily membuang pandangan ke sembarang arah, berusaha menemukan alasan yang cocok.
"Hm?" Sehun mengangkat dagu.
"Brand perusahaanmu terlalu bagus untuk ditolak!" Lily melipat bibir di akhir kalimatnya dan mengajungkan jempol. Reaksi tersebut membuat Sehun mendengkus.
"Lalu apa yang kau lakukan di flagstore tempo hari?" Sehun mengetuk-ngetukkan kaki ke lantai. Lily yang impulsif membuatnya betah untuk terus mengerjai aktris tersebut, hitung-hitung sebagai pengalihan agar ia tidak terus-terusan menengok ke arah pintu dengan cemas.
"Ka-kau tahu?"
"Kenapa tidak?" Sehun membungkukkan badan dan berujar rendah. "Bukankah hal yang aneh bila seorang selebriti berbelanja sendiri? Apa jangan-jangan kau memata-matai perusahaanku?"
"Tidak! Bukan begitu!" Lily mengibaskan tangan dengan panik. "Aku ingin berbelanja untuk Young Mi eonnie!"
"Young Mi?"
"Manajerku. Kacamatanya rusak dan aku menemukan model terbaru di katalog perusahaanmu." Lily bangkit dan mengarahkan telunjuknya pada Sehun. "Tunggu di situ sebentar!"
Sehun berdecak dalam hati saat mendapati dirinya menurut. Diperhatikannya Lily yang menyeret koper besar dari samping lemari. Dari pakaian dan segenap barang yang terhambur ketika perempuan tersebut membuka koper, Sehun bisa membayangkan bagaimana Lily kalang-kabut saat berusaha kabur tadi.
Dasar perempuan ini! Sehun memalingkan wajah begitu matanya menangkap beberapa pakaian dalam yang berserakan.
"Ini! Ini kacamata yang kubeli sebagai hadiah untuk eonnie." Lily menyerahkan sebuah kotak persegi panjang dengan logo brand milik Kirei Clothing Co. "Aku benar-benar datang untuk membeli barang. Bukan untuk memata-matai perusahaanmu. Bukan juga untuk mencari tahu tentangmu."
Sehun mengangkat alis tinggi-tinggi. "Aku tidak pernah mengatakan hal yang terakhir itu."
"Ya-ya, siapa tahu saja!" Lily yang salah tingkah bergegas menyalakan ponsel. Setelah bermohon, Sehun mengizinkannya untuk menggunakan fasilitas di kamar tersebut. "Ini, bukti transaksinya."
Sehun melirik sekilas kemudian mengedikkan bahu. Ia mengembalikan produk eksklusif yang ditempatkan di display khusus tersebut pada Lily. "Kau sangat loyal."
"Tentu saja! Young Mi eonnie sudah seperti kakak bagiku. Kami bekerja lebih dari sepuluh tahun." Lily mengelus jewelry box di tangannya dan menghela napas. "Kacamata eonnie rusak. Kuharap bisa memberikan ini secepatnya."
Sehun yang semula menatap intens melembutkan pandangan. Ia tidak mengenal Lily selain sebagai seorang selebriti terkenal yang potretnya ada di mana-mana, tetapi dari cara perempuan tersebut menyebut nama orang-orang dekatnya, Sehun tahu Lily sangat peduli.
"Yohan!" Lily berseru begitu panggilan dari Yohan muncul di layar. Ponsel tersebut lekas ditempelkannya ke telinga.
"Noona! Noona di mana? Noona baik-baik saja?"
Serbuan pertanyaan dari Yohan membuat Lily mengerjap cepat, mendengar suara Yohan dan Ara membuatnya sedikit lebih lega.
"Aku baik-baik saja." Lily menoleh pada Sehun. "Aku bersembunyi di kamar seorang kenalan," jelasnya sedikit berbisik.
"Kenalan?" Ara berujar sangsi.
"Ya-ya, dia orang yang cukup baik," jawab Lily terbata saat Sehun mendekat.
"Noona yakin?"
"Ya, paling tidak orang-orang tidak bisa menemukanku di sini." Lily berusaha menyakinkan Yohan dan Ara. Entah bagaimana reaksi keduanya bila tahu siapa pemilik kamar tempatnya bersembunyi.
Embusan napas Yohan terdengar berat. "Baiklah kalau begitu. Wartawan mungkin akan tetap di sana sampai pertengahan malam. Mereka juga mengawasi bandara. Apa Noona bisa menunggu di sana sampai pagi?"
Lily tidak langsung menjawab, melainkan menoleh pada Sehun dan berbisik. "Boleh, ya?" pintanya dengan mata berkaca.
Sehun tersenyum miring dan berbisik di telinga Lily dengan suara rendah. "Kau berani membayarku dengan apa?"
"Dengan apa?" Lily terkesiap dan memandang tubuh Sehun penuh arti. Perut kotak-kotaknya masih tercetak jelas, meski kini laki-laki tersebut telah mengenakan kaos putih berbahan Oxford Weave. "Kau memikirkan apa?" tanyanya pada Sehun yang ikut mengamati diri.
"Harusnya aku yang bertanya. Kau sedang memikirkan apa, hah?"
"Bukan apa-apa!" Lily memalingkan muka dan kembali menyapa Yohan untuk mengalihkan pembicaraan. "Yohan? Kau masih di sana?"
"Ya, Noona. Kami tidak yakin dengan teman noona itu, tapi untuk sekarang tidak ada pilihan lain. Aku dan Ara akan menghubungi Noona lagi, tapi ...."
"Tapi ...?" Lily menyambung perkataan Yohan yang terjeda. "Yohan-nie, ada apa?"
"Noona ...." sahut Yohan ragu-ragu. " Apa Noona percaya padaku?"
Lily membolakan mata mendengar pertanyaan Yohan yang sangat tiba-tiba. "Tentu saja aku percaya."
"Untuk saat ini, Noona tidak boleh menghubungi dan menerima telpon dari siapa pun." Jeda yang cukup lama sampai Yohan melanjutnya. "Termasuk Young Mi noona."
"Eonnie? Memangnya eonnie kenapa?" Mata Lily mendadak terasa panas. Pikirannya tertuju pada satu hal yang ia harap tidak terjadi.
"Young Mi eonnie terlibat dalam kasus ini!" Ara mengambil alih telpon dan terisak dengan napas pendek. "Dia mengkhianati kita semua, eonnie!"
Detak jantung Lily terasa berhenti. Apa yang wanti-wanti terbukti. Rasanya terlalu mustahil, tetapi Yohan dan Ara tidak mungkin berbohong atau sekadar mengarang-ngarang cerita.
"Katakan itu tidak benar, Yohan ...." Lily berujar getir pada Yohan yang menenangkan Ara.
"Aku mendengarnya sendiri, Noona. Young Mi noona dan asisten direktur pengelola telah merencanakan ini."
Lily tertawa rapuh. Ia mengakhiri panggilan dan berusaha menelan air matanya agar tidak jatuh. Namun, saat Sehun menahan tubuhnya yang hampir ambruk dan mempertanyakan apa hal yang terjadi, pertahanannya runtuh juga.
"Kenapa? Kenapa eonnie melakukan ini padaku?" Lily menatap Sehun yang memadangnya prihatin. "Aku sangat menyayanginya. Aku bahkan membawa hadih untuknya meski sedang diburu waktu!"
Sehun meringis. Ia menahan tangan Lily yang memukul-mukul dadanya sendiri. "Aku mengerti apa yang kau rasakan. Tapi jangan menyaki dirimu sendiri."
Dunia tersengguk. Dunia berputar cepat di pandangannya. Mulai dari pertemuannya dengan Young Mi, momen kebersamaan mereka di studio maupun di apartemen, liburan mereka, dan banyak kenangan lain yang muncul sekelebat bagai potongan film pendek. Young Mi yang begitu perhatian padanya, yang menemaninya di setiap kegiatan, yang mengurusi segala kebutuhannya, terlalu tega untuk melakukan ini.
Pandangan Lily buram oleh air mata. Hal terakhir yang ia ingat sebelum semua menjadi redup adalah menangis di pundak Sehun.
⚜⚜⚜
TBC
Siapa yang makin gemes? Chapter 12 bisa dibaca lebih cepat di Karykarsa di seri Perfect Scandals. Chapter ini dijamin bikin senyam-senyum sendiri. Jangan lupa follow dan like, ya 🙆🏻♀️🙆🏻♀️🙆🏻♀️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top