십사 | Reach Out ⚜
💕행복한 독서💕
.
.
.
.
"Wartawan?!" Suara Sehun bergema di sepanjang koridor. Ia menatap sekilas pada ponselnya yang masih terhubung dengan sekertaris sang ayah, sebelum kembali menempelkannya ke telinga. "Siapa yang memanggil wartawan untuk pertemuan tertutup seperti ini?!"
"Maaf, Tuan ...." Desah napas sang sekertaris terdengar pasrah.
Sehun merungus. Jawaban untuk pertanyaannya sudah pasti. Siapa lagi bila bukan ibu tirinya dan Hyun Jin? "Sialan dua wanita itu!" umpatnya kesal.
Sekertaris ayah Sehun berdeham. "Tapi Ini kesempatan bagus untuk melemparkan boomerang."
Boomerang! Sehun memijat pelipis. Ia tahu benar iktikad yang dimaksudkan sang sekertaris. Lee Seo Yoon mengundang media jelas untuk mempermalukannya. Terima kasih untuk pertemuan abrsud dengan Lily di hotel kemarin yang berhasil membuatnya mempertahankan harga diri. Bila saja Lily tidak bersembunyi di kamarnya, Sehun tidak tahu harus di mana harus meletakkan wajahnya saat in. Namun begitu, menunjukkan Lily pada media sama sekali bukan ide yang bagus. Penyamaran Lily untuk pertemuan kecil tersebut bisa terbongkar dengan mudah.
Lily! Sehun terkesiap. Ia sudah meninggalkannya cukup lama. Meski Sehun yakin Lily tidak akan terlihat kikuk seperti anak ayam yang kehilangan induk, membiarkannya terlalu bebas berinteraksi dengan orang-orang tetap saja mengkhawatirkan. Terutama kepada laki-laki.
Setelah mendesak sang sekertaris untuk menahan awak media yang diberikan akses masuk tanpa sepengetahuannya, Sehun melesat ke tengah acara. Keberadaan Lily di sana sudah cukup untuk menutupi rumor yang menimpanya. Mereka harus pergi sesegera mungkin. Sehun akan mengarang alasan apa pun nantinya.
"Di mana perempuan itu?" Sehun memutar badan, mengengok kanan-kiri. Kekhawatirannya terbukti. Lily tidak ada di tempat ketika ia tiba. Sehun merutuki diri, tidak seharusnya ia membiarkan Lily sendirian di sana.
"Lily, jawab telponnya!" desah khawatir tertahan di bibir Sehun begitu beberapa orang yang berpapasan dengannya memberi teguran ringan. Kecurigaannya semakin mengerucut begitu bertemu mata dengan Lee Soe Yoon yang berdiri seorang diri, tidak ditempeli Hyun Jin seperti biasanya. Sang ibu tiri menatap Sehun dengan mata menyorot kesal, antara geram dan malu karena tujuannya tidak kesampaian.
Belum sempat mengucapkan sepatah kata, keributan di pinggir kolam renang mengalihkan atensi keduanya. Dari tempatnya berdiri, Sehun bila melihat dengan jelas Hyun Jin menarik kasar lengan Lily. Bola mata Sehun nyaris meninggalkan rongganya ketika menyaksikan tubuh Lily tersentak dan jatuh ke dalam kolam.
"LILY!" teriak Sehun spontan. Mengabaikan tatapan bingung dari beberapa pasang mata yang menjatuhkan atensi padanya, Sehun membuka jas dan membantingnya ke lantai. Kedua tungkainya diayunkan secepat yang ia bisa. Tanpa berpikir dua kali, Sehun mencempungkan
diri ke dalam kolam. Saat menelusuri profil Lily beberapa waktu yang lalu, ia mendapati satu fakta bila aktris tersebut tidak pandai berenang karena suatu fobia di masa kecilnya.
Disambut oleh air kolam yang dingin menusuk tulang, Sehun menahan napas dan terus menyelam. Di dasar kolam, tampak Lily memberontak di tengah kepungan gelembung udara dari paru-parunya yang refleks membuka jalan napas karena kekurangan pasokan oksigen.
"Lily!" Sehun melentingkan kaki dan mendorong badan. Getir merasuki hatinya ketika berhasil menggapai tangan Lily yang terulur lemah.
Dengan gerakan cepat, Sehun meraih tubuh Lily kemudian menariknya hingga mencapai bibir kolam. Dibantu sekertaris ayahnya dan beberapa pengawal, Sehun mengangkat tubuh Lily ke tepi.
Napas Sehun tercekat begitu menjumpai wajah Lily pucat pasi, bibirnya yang merah merekah kini tampak keuguan. Kerumunan orang yang mulai mendekat membuat Sehun buru-buru menyembunyikan wajah Lily di balik dada bidangnya. Rambut palsu dan hairnet yang dikenakan Lily terlepas. Akan sangat gawat bila ada yang mengenali aktris tersebut di sana.
Sekertaris ayah Sehun langsung menyodorkan handuk yang diminta dari staf. Pria tersebut terkejut melihat Lily, tetapi Sehun memberi kode lewat isyarat mata.
"Aku akan jelaskan nanti," sergah Sehun.
"Ba-baik, Tuan." Sang sekertaris meneguk sebentar sebelum memerintahkan para pengawal untuk memecah kerumunan dan mencegah orang-orang mendekat.
Sehun meletakkan telunjuk tepat di hidung Lily, tetapi tidak ada tanda-tanda respirasi sama sekali. Menyadari kondisi Lily yang membutuhkan pertolongan pertama, Sehun lantas mengambil tempat di atas tubuhnya. Ia menekan perut dan dada Lily untuk mengeluarkan air yang menghambat udara mencapai paru-paru, tetapi hal tersebut tidak memberi efek yang berarti.
Orang-orang saling berbisik, beberapa di antaranya berusaha merekam dengan ponsel. Orang-orang yang penasaran kembali mendekat ragu, tetapi mereka lantas mendapat cekalan oleh para pengawal.
Hyun Jin bergeming menyaksikan semuanya. Diterpa rasa takut, ia berjalan mundur, berniat meninggalkan tempat tersebut. Sayangnya, kelompok wartawan yang berusaha menerobos penjagaan di pintu masuk memaksa ia mengurungkan langkah.
"Lily, sadarlah!" seru Sehun terdengar frustrasi. Kebisingan dari orang-orang sekitar hanya terdengar seperti degungan tidak jelas di telinganya. Merasa tidak punya pilihan, ia merendahkan tubuh, mensejajarkan posisi wajahnya dengan Lily. Sehun meniupkan udara ke mulut Lily, diselingi gerakan tangannya yang kembali menekan perut dan dada. Kali ini usahanya tidak berakhir sia-sia. Setelah beberapa kali mencoba, Lily terbatuk dan memuntahkan air.
"Syukurlah ...." Sehun menyapu wajah Lily dengan tangan bergetar, pertolongan pertama yang dilakukannya berhasil. Sehun lekas membalut tubuh Lily dengan handuk dan menggendong perempuan tersebut. Lengannya terus mendekap, menyembunyikan Lily dari beberapa pasang mata yang mengintai.
"Tuan muda!" Sekertaris ayah Sehun berbalik. "Wartawan berjaga di pintu," bisiknya setengah berkesah atas kejadian dramatis yang terjadi.
Sehun memejam erat. Apa yang ia khawatirkan terbukti. Namun, Lily masih terlalu lemah untuk dibiarkan berlama-lama tanpa penanganan. Kekurangan oksigen bisa membuatnya mengalami hipoksia.
"Amankan jalan!" Sehun memberi titah dengan geram. Sudut matanya mengarah pada Hyun Jin yang selanjutnya menjadi muara tatapan sinis dari para tamu.
"Kau!" Sehun mengelus kepala Lily saat tatapannya berserobok dengan Hyun Jin. "Bila terjadi sesuatu yang buruk, aku tidak akan memaafkanmu kali ini!"
"Sehun ...." Mata Hyun Jin memanas, tetapi lidahnya keluh untuk sekadar memberi penjelasan. Sementara itu, beberapa wartawan yang berhasil menerobos mulai meraba-raba ketegangan yang terjadi di sana.
Di sebelah Hyun Jin, Lee Seo Yoon terpekur, merasa terjebak dalam permainannya sendiri. Bukan hanya Hyun Jin, tilikan tajam orang-orang kini tertuju padanya pula. Siapa pun tahu bila Hyun Jin adalah boneka manis yang selalu menuruti perintahnya.
"Sehun-ah!" Lee Seo Yoon menghampiri Sehun, berniat menunjukkan simpati. Ia harus menjaga citra saat berhadapan dengan awak media.
"Jangan mendekat!" Sehun memasang sikap defensif, ia memandang Lily sekilas sebelum berteriak gusar. "Kalian memaksaku membawanya ke sini, hanya untuk membuatnya celaka!"
Lee Seo Yoon tergemap, matanya mengerling kanan-kiri dengan resah. Kata-kata Sehun sukses menampar harga dirinya di hadapan orang-orang.
Tidak ingin menyaksikan drama ibu tirinya lebih lama, Sehun lekas membopong Lily keluar dari ruangan. Awak media yang sedang menduga-duga masalah hendak menyerbu, tetapi segerombolan pengawal berhasil menahan.
Sehun melangkah cepat, menulikan telinga untuk hiruk-pikuk beserta bidikan lampu kamera yang menyorot tiada henti. Sesekali ia menunduk, hanya untuk melihat Lily menarik napas.
"Lily, bertahanlah!"
🎬🎬🎬
Langit-langit berwarna putih cerah adalah hal pertama yang ditangkap mata Lily ketika kelopaknya membuka perlahan. Aroma khas obat-obatan yang menggelitik indra pembau tercium semakin jelas seiring dengan kesadarannya yang perlahan pulih. Tidak butuh waktu lama bagi Lily untuk menyadari keberadaannya. Di mana pun punggungnya bersandar, yang Lily tahu dirinya sedang terbaring di salah-satu ruang perawatan rumah sakit.
Pikiran Lily berputar. Hal terakhir yang terekam di memorinya adalah pemandangan kolam renang dari bawah air. Lily ingat sedang berada di acara penting dengan Sehun. Ya, Sehun yang itu. Oh Sehun dengan alis tebal menawan.
"Astaga, Oh Sehun!" Mendapat kembali ingatannya di beberapa detik terakhir sebelum jatuh ke dalam kolam, Lily memaksa dirinya bangkit. Hal yang kemudian membuatnya merutuki diri sebab kepalanya mendadak pusing. Hidungnya luar biasa perih, jejak air yang menyumbat jalan napasnya rupanya masih terasa.
"Lily!" Sehun yang muncul dari balik pintu berseru senang mendapati Lily sudah sadar, tetapi alisnya kembali bertaut khawatir melihat perempuan tersebut memegang pelipis sambil terpejam.
"Kau baik-baik saja?" Sehun menghampiri Lily. Tangannya bergerak meraba nurse call button yang berada di sisi tempat tidur pasien.
"Tidak apa-apa." Lily menyahuti Sehun yang terlihat panik. "Aku cuma pusing saja."
"Berbaringlah, jangan banyak gerak dulu." Suara Sehun melembut. Ia membantu Lily mengatur posisi sandaran tempat tidur. "Bagaimana keadaanmu? Ada yang sakit?"
Lily menggeleng kecil. Perasaannya sempat mencelus melihat sorot mata Sehun, tetapi tatkala menatap ke cermin di tengah ruangan, matanya yang masih sayu membuka maksimal seketika.
"Rambutku!" Lily meraba kepalanya. "Oh Sehun, apa penyamaranku terbongkar?"
Sehun melipat bibir, menahan geli melihat Lily kalang-kabut. "Tidak. Kau tidak ketahuan."
"Sungguh?"
"Ya, para penjaga membantu mengamankan lokasi saat aku memberi pertolongan pertama." Sehun berujar tenang, meski ia sendiri tidak sepenuhnya yakin.
Sudut bibir Lily tertarik ke satu arah. Ia menganggukkan kepala, membenarkan perkataan Sehun. Namun, bahunya yang merosot lega kembali berjengit.
"Pertolongan pertama?! pekik Lily sambil memeluk badan dengan ngeri. "Sehun sudah menyentuh tubuhku!"
Mengerti maksud Lily, Sehun bersedekap. "Jangan berpikir macam-macam! Mau bagaimana lagi? Kau tidak bisa bernapas."
"Tidak bisa bernapas ...." Lily bergumam. Sedetik kemudian ia membekap mulut. "Kau memberiku napas buatan?!"
Sehun mendengkus. "Kau ingin mati kekurangan oksigen?"
"Ta-tapi itu ... tetap saja!" Lily menekuk kedua telapak tangan dan menyatukan jari-jarinya membentuk kuncup. "Bibirku dan bibirmu ...."
"Itu tindakan medis dasar, sama sekali bukan perilaku seksual!" Sehun menepis kedua telapak tangan Lily yang sudah menyatu.
"Tapi aku tidak merasakan apa-apa!" Lily membekap mulut lagi, menyadari kata-katanya yang ambigu.
"Aku juga tidak merasakan apa-apa!" Sehun menekuk dahi lalu meningikan sebelah alisnya. "Memang kau ingin merasakan apa?"
"Tidak! Aku tidak ingin merasakan apa-apa!" bantah Lily dengan menggeleng kuat. "Maksudku, aku tidak merasakan apa pun jadi bisa saja kau berbuat lebih dan mengambil kesempatan dalam kesempitan!"
"Jangan mengada-ngada! Jika aku ingin melakukannya, aku bisa berbuat sesuka hatiku malam tadi. Bukan di sana." Sehun menyelipkan rambut Lily ke belakang telinga. "Dan aku tidak melakukannya karena menghargaimu sebagai seorang perempuan," tambahnya cepat.
Lily mengulum bibir, antara membenarkan Sehun dan salah tingkah dengan sikap laki-laki tersebut padanya.
"Kau ini memang senang berpikir yang tidak-tidak!" Sehun menarik hidung Lily yang mesem-mesem.
"Oh Sehun! Kubilang jangan menarik hidungku!" Lily mencak-mencak di tempat tidur. Terpikir sesuatu, ia kembali bertanya. "Bagaimana dengan pihak rumah sakit?"
"Jangan khawatir, ini rumah sakit keluargaku. Dokter dan perawat yang bertugas tidak akan berani membocorkan identitas pasien." Sehun berujar tenang. Ia sengaja membawa Lily ke rumah milik keluarga ibunya agar bisa mendapat perlakuan khusus, terutama untuk masalah privasi. Ayahnya juga menjalani perawatan di sana, di departemen bedah jantung. Tentu saja, Sehun tidak membiarkan ibu tirinya mengambil alih masalah perawatan sang ayah.
"Oh Sehun, maafkan aku ...."
"Hm ...?" Sehun menoleh pada Lily yang mengigit bibir. "Kenapa minta maaf?"
"Aku mengacaukan semuanya," ringis Lily.
"Aku yang seharusnya meminta maaf. Aku yang bertanggungjawab untuk semua." Bibir tipis Sehun mengutas, padahal kesalahan sudah jelas ada di pihaknya, tetapi Lily masih juga merasa bersalah. "Jangan terlalu dipikirkan. Aku punya banyak cara untuk memperbaiki semua. Lagipula ini kesalahan Hyun Jin. Perempuan itu benar-benar mengesalkan."
Lily mengangguk, mengiyakan Sehun. "Ya, ini semua karena perempuan itu! Rasanya ingin kutarik rambutnya!"
Sehun terkekeh, menenangkan Lily yang meninju telapak tangannya sendiri dengan geram. "Biar aku yang menyampaikannya nanti."
"Kau ingin menarik rambutnya? Serius?"
"Bukankah kau ingin melakukan itu?" Sehun tertawa lagi. Ditepuknya kepala Lily yang masih melongo. "Kau sendiri bagaimana? Setelah ini, apa kau akan kembali ke agensi?"
"Entahlah ...." Lily terdiam beberapa lama sebelum melanjutkan. "Aku tidak tahu harus melakukan apa. Selama ini semua diurus Young Mi eonnie."
Sehun mengatupkan bibir. Posisi Lily memang serba salah karena disudutkan oleh agensinya. Sehun jadi geram sendiri. Lily adalah selebtiri besar yang menguntungkan nama agensi, tetapi dengan mudah mereka melepas aktris tersebut.
"Kau bisa membantah berita tersebut." Sehun berdeham, mengamati air muka Lily yang berubah. "Rumor dengan Kim Jin Hyuk."
"Tidak bisa." Lily menjawab cepat.
"Kenapa tidak?" Sehun bergerak gelisah dalam duduknya. Melihat reaksi Lily dan masalah dengan agensinya, Sehun menyimpulkan bila skandal yang menimpa Lily tidak mungkin terjadi. Atau mungkin, seperti itulah yang ia harapkan.
"Ini sulit dimengerti."
"Tidak masalah, aku orang yang cepat tanggap."
Lily meringis. "Hubunganku dengan Kim Jin Hyuk sulit dijelaskan."
"Hubungan?" Sehun terbeliak. "Apa rumor age-gap relationship antara Lily dan Kim Jin Hyuk sialan itu benar?"
"Apa maksudnya ini?" Sehun bangkit, memegang kedua pundak Lily. "Kau benar-benar memiliki hubungan dengannya?"
Lily mengerjap beberapa kali. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Pertanyaan Sehun lebih terdengar seperti penekanan.
"Lily! Sadarlah!" Sehun melepas tangannya di pundak Lily. Dadanya bergerak naik turun. "Kau terlalu bagus untuk Kim Jin Hyuk!"
"Tapi Sehun ....."
"Apa? kau ingin membelanya?" Sehun berkacak pinggang. "Apa bagusnya Kim Jin Hyuk? Pria tua itu sudah punya kerutan di mana-mana! Aktor terkenal?" Sehun bergidik sebentar. "Yang benar saja! Kemampuannya payah!"
"Payah?" Bibir Lily bergetar, menahan tawanya yang sudah ingin meledak.
"Ya! Dia sangat payah!" Sehun kembali meraih pundak Lily. Ditatapnya perempuan tersebut dalam-dalam. "Kau tidak harus punya hubungan dengannya untuk bisa sukses di dunia entertainment, Lily!"
Lily tergelak. Kali ini tawanya lepas tak terkendali. Apa yang Sehun katakan barusan? Sukses di dunia entertainment karena ayah yang bahkan tidak bisa mengakui di depan publik?
"Lily, aku serius!"
"Aku juga serius." Lily menyeka matanya yang berair, tetapi butiran bening di sana malah semakin berderai. "Ya, kau benar. Kim Jin Hyuk payah. Payah sekali!"
"Lily ...." Suara Sehun merendah begitu Lily menunduk dan menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Gadis itu menangis.
"Kalau kau tidak menyukainya, akhiri saja hubungan kalian." Sehun mengelus punggung Lily. Ia belum sepenuhnya terima, tetapi melihat Lily tersengguk membuatnya tidak sampai hati. "Apa dia memaksamu? Mengancammu?"
"Tidak. Dia tidak melakukan itu." Lily menggeleng. "Tapi aku tidak bisa mengakhiri hubungan dengannya."
Sehun menekuk dahi. "Karena?"
Lily mengangkat wajah. Hubungannya dengan Kim Jin Hyuk adalah rahasia besar yang ia pendam selama ini seorang diri. Namun, kali ini perasaannya sudah sedemikian sesak untuk terus ditahan.
Dengan satu tarikan napas, Lily berujar lirih, "Karena dia ayahku."
🎬🎬🎬
Lily menatap pantulan wajahnya yang sembab. Lagi-lagi ia menangis di pelukan Sehun. Lily sendiri tidak tahu keputusannya benar atau salah, tetapi bebannya terasa berkurang setelah menceritakan semanya kepada Sehun. Apalagi laki-laki tersebut memberi kata-kata yang menenangkan, alih-alih membuatnya terpojok. Lily baru menyadari satu hal. Selain memiliki alis hitam yang mempesona, Sehun rupanya bisa bersikap bijak.
Kim Jin Hyuk payah! Wajahnya penuh kerutan di mana-mana!
Lily tergelak, mengulang kata-kata Sehun dalam hati. "Ya, ayah memang sudah tua," celetuknya sambil memandang ke luar jendela, mengenang sosok ayah yang beku di ingatan masa kecilnya. Kim Jin Hyuk yang sangat tampan dan menjadi idola nomor satu di Seoul.
Lily bangun dari posisi tidur. Denyut di kepalanya sudah mereda. Ia mengamati seisi ruang perawatan VIP tersebut sebelum memutuskan untuk turun dari bed pasien. Sehun sedang keluar dan ia mulai dilanda rasa bosan. Menyalakan televisi juga bukan ide yang bagus, mengingat berita tentang dirinya masih menjadi topik utama di berbagai stasiun tv.
Pada akhirnya Lily memilih membuka pintu, hanya untuk melihat situasi di rumah sakit tersebut. Koridor yang mengantarai kamarnya dengan kamar-kamar lain tampak sepi. Memang benar kata Ara, kuriositasnya sangat sulit untuk ditekan. Bila Sehun tahu kakinya berpijak di lantai, tentu laki-laki itu akan mengomel.
"Paman!" Lily berseru ketika dari pintu lift yang terbuka, sesosok pria paruh baya berjalan keluar dengan susah-payah. Tongkat empat kaki yang digunakannya sebagai titik tumpu untuk menahan berat badan tersangkut di pintu lift yang hampir menutup.
Sejenak Lily menimbang. Ia berjanji pada Sehun untuk dua hal. Pertama, ia tidak boleh meninggalkan tempat tidur. Kedua, bila seandainya keadaan mendesak, Lily tetap tidak boleh meninggalkan kamar.
"Bagaimana ini?" Lily mendesis bingung. Akan tetapi, melihat pria yang berusaha menarik tongkatnya jatuh terjerembab, ia lantas bergegas. Tidak masalah Sehun akan mengomelinya nanti. Laki-laki itu tetap tampan bagaimana pun ekspresinya. Ketempanan Sehun bisa meredakan sakit hati Lily bila mendapat omelan.
"Paman tidak apa-apa?" tanya Lily membantu sang pria berdiri.
"Tidak apa-apa." Pria tersebut bangkit dengan kaki gemetar. Ia mengamati Lily sambil tersenyum. "Terima kasih, Nak."
"Tidak masalah, Paman." Lily balas tersenyum, membantu sang pria duduk di kursi tunggu yang mengantarai masing-masing ruang perawatan. Lily merasa lega pria tersebut tidak mengenalinya.
"Kamar paman di mana? Biar saya panggilkan perawat," tawar Lily sopan dengan aksen formal.
"Tidak perlu. Sebetulnya Paman sedang kabur. Ada seseorang yang ini Paman temui di sini," tutur pria tersebut tertawa.
"Paman ingin bertemu dengan siapa?" Lily ikut terkekeh, tetapi nomor kamar yang disebutkan oleh sang pria membuatnya tersentak. Bukankah itu nomor kamarku?
Belum sempat Lily bertanya, pintu lift terbuka, menampakkan sosok Sehun yang kontan membolakan mata.
"Oh Sehun!"
Lily menoleh pada pria di sebelahnya yang juga menyerukan nama Sehun.
"Lily ...?" Sehun menatap Lily kemudian beralih pada pria di samping gadis tersebut. "Ayah ...?"
⚜⚜⚜
TBC
Bab 15 sudah up di Karyakarsa. Bisa diunlock hanya dengan 3000 IDR. Terima kasih untuk yang sudah mendukung, jangan lupa tap love dan komen, ya 💕💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top