십삼 | Cover Up ⚜

💕행복한 독서💕

.

.

.

Sehun memperlambat kelajuan begitu mobilnya berbelok ke salah-satu blok jalanan di Cheongdam-dong. Lily yang kembali disergap perasaan khawatir sejak memasuki kawasan Seoul menengok kanan-kiri ketika Sehun menahan rem tangan dan berhenti tepat di depan sebuah galeri.

“Ikut aku sebentar.” Sehun melirik Lily sekilas sebelum melihat ke spion tengah. “Aman. Tidak ada yang mengikuti kita.”

“Kau serius? Ini di tengah kota!” Lily berkeberatan, tetapi Sehun lebih dulu turun dari mobil dan membuka pintu untuknya.

“Kau ingat peraturan yang baru kita bahas di tengah jalan tadi?” Sehun menunjuk dirinya sebelum melepas jas guna menutupi tubuh Lily. “Aku akan mengantarmu pulang dengan selamat tanpa kekurangan satu hal apapun. Sebagai gantinya, kau harus mendengar semua arahanku.”

“Tapi ….”

“Tidak ada tapi, Barbie Lily. Sekarang aku sutradaranya.” Sehun mengamit lengan Lily dan menyeretnya masuk ke dalam galeri.

Dasar bar-bar! Lily berjalan di sebelah Sehun dengan setengah hati, tetapi mau tidak mau ia harus menurut. Perjalanan dari Gangseo ke Seoul yang memakan waktu cukup lama membuat mereka banyak berbicara sepanjang jalan, termasuk soal simbisosis mutualisme mereka saat ini. Lily harus membantu Sehun dengan berpura-pura sebagai kekasih agar bisa kembali ke Seoul dengan selamat. Ide yang sebenarnya tidak terlalu buruk, bila tidak ada pihak media yang gencar mencari berita tentangnya.

“Apa di sini tidak ada orang?” tanya Lily sambil mengintip sekitar dari balik jas Sehun. Wangi parfum yang menguar sedari tadi membuatnya terus-menerus menarik napas. Aroma berkelas yang sungguh memanjakan indra penciuman, bahkan parfum Lily tertutupi oleh wanginya. Tipikal seorang Oh Sehun yang terkesan ingin selalu mendominasi.

“Tidak ada. Galeri ini dibuka sesuai jadwal pemotretan.” Sehun melirik arlojinya guna memastikan tanggal dan waktu. “Kenapa kau menarik napas seperti itu?” tanyanya sedikit panik saat mendengar tarikan napas Lily di sebelahnya. “Kau punya gangguan pernapasan? Bronkhitis? Atau gejala dari serangan panik?”

“A-apa?” Lily berdeham, malu karena kedapatan sedang menikmati aroma tubuh Sehun. “Tidak! Jiwa, raga, dan mentalku seratus persen sehat!”

Sehun mendengkus, menyembunyikan perasaan leganya. “Aku meragukan yang pertama,” katanya mencibir.

Yaaa! Oh Sehun!” Lily menghujani lengan Sehun dengan cubitan kecil lalu berjalan lebih dulu, tetapi seruan Sehun membuatnya lantas memutar badan.

“Pintu masuknya di sebelah sini.” Sehun menahan tawa melihat Lily mengerucutkan bibir saat kembali berjalan ke arahnya.

“Oh, apa itu sensor biomekanik?” Mata Lily membola melihat Sehun sedang mensejajarkan posisi mata dengan sebuah panel yang tertanam di dinding.

Sehun menoleh, mendapati Lily dengan kuriositas tingkat tinggi yang langsung menyambar di sampingnya.

“Wah, pemindai iris mata!” Lily berujar kagum. “Ada teknologi canggih seperti ini juga di sini?”

“Ya, ini rumah produksi utama. Semua hasil tangan para desainer disimpan di sini sebelum dipublikasikan. Beberapa model bahkan edisi terbatas yang dibuat khusus sesuai permintaan klien VIP dan orang penting,” jelas Sehun.

Lily mengangguk paham. Ketimbang mendengar cerita Sehun tentang dunia model yang realitanya tidak seglamor panggung fashion show dan editan di sampul majalah, ia justru tertarik pada alat proteksi yang menjadi salah-satu sistem keamanan akurat di dunia.

“Aku pernah menjadi agen rahasia. Waktu itu kami juga menggunakan ini.”

Sehun menautkan alis. “Agen rahasia? Yang benar?”

“Oh ayolah, Sehun! Maksudku berperan sebagai agen rahasia.” Lily berdecak malas. “Kau tidak menonton filmnya? Kami bahkan menyapu semua penghargaan akhir tahun waktu itu! The best movie, best character, best actrees!

“Tidak,” jawab Sehun kemudian mengatur posisi di depan kamera view finder.

“Ya, memang film lama, sih!” Lily mengangkat bahu tanpa kelihatan tersinggung. Ia mengamati Sehun yang sedang melakukan  pembacaan identitas  sambil berspekulasi dalam hati. Sistem keamanan biometrik bekerja dengan cara membaca tanda-tanda fisiologis. Iris mata adalah bagian anatomi yang tetap dan spesifik untuk setiap manusia.

Lily memicingkan mata begitu Sehun memundurkan badan saat bunyi verifikasi terdengar dari kotak panel. Tapi kalau Oh Sehun, kurasa yang paling berperan di sini adalah bentuk alisnya. Benar! Seharusnya benda ini diganti dengan pemindai bentuk alis saja! Ah, tapi bagaimana bila ada yang meniru bentu alisnya?

“Apa apa?” tanya Sehun pada Lily yang kelihatan berpikir keras.

“Oh, bukan apa-apa! Aku memikirkan sesuatu yang mungkin bisa menjadi kekurangan alat ini.”

Sehun meninggikan alis. “Oh, ya? Apa itu?”

“Biometrik bekerja dengan mengenali aspek fisiologi dan perilaku manusia seperti geometri wajah, pola iris mata, suara, dan gestur.” Lily mengikuti Sehun yang melangkah masuk ke sebuah lift. “Lalu bagaimana bila misalnya timbul kerutan di wajah orang tersebut? Atau suaranya menjadi serak karena terlalu banyak makan es krim dan coklat? Menurutmu bagaimana?”

“Kau sungguh-sungguh memikirkannya?” Sehun mengurut dahi ketika Lily menjawab pertanyaannya dengan anggukan singkat. “Entahlah, aku juga tidak tahu. Tapi jika orang itu punya kerutan di wajah dan hasil scan tidak cocok, mereka bisa memperbaharui database.”

“Kalau suaranya serak?” 

Sehun mendesis sebelum berbalik pada Lily. “Maka dia bisa memeriksakan diri ke dokter dan menunggu sampai suaranya pulih!”

Lily menahan geli melihat Sehun kesal tetapi terus meladeni pertanyaan konyolnya.

“Tapi ngomong-ngomong, kau tahu banyak juga tentang biometrik.” Sehun menilik wajah Lily.

“Tentu saja! Sebagai aktris profesional, aku harus tahu semua perangkat yang digunakan saat syuting, bahkan yang tidak dijelaskan dalam script. Acting bukan hanya memainkan peran, tetapi bagaimana kau bisa berubah menjadi karakter tersebut.” Lily mengepalkan tangannya di dada. “Saat kau menjadi seorang agen rahasia negara, kau harus menanamkan jiwa patriotisme dalam dirimu.”

Sehun mengerjap beberapa kali saat Lily maju selangkah ke arahnya.

“Saat kau menjadi zombie ….” Lily mencengkram pundak Sehun dengan tatap mata kosong. “Kau harus punya sifat haus darah. Aargh …!

“Hei, lepas! Lepaskan aku, Barbie Lily!” Sehun mendorong pelan tubuh Lily yang berusaha mencekik lehernya.

“Seperti itulah yang namanya profesionalitas dari …,” Lily terdiam beberapa saat, sorot matanya yang semula berbinar menjadi redup, “seorang aktris kelas A ….”

Menyadari perusahan air muka Lily, Sehun bersedekap. Tangannya diletakkan di atas kepala Lily. . “Sekarang kau bukan berperan sebagai agen rahasia ataupun sebagai Zombie. Kau adalah kekasihku. Berperan sebagai kekasihku, maksudnya.”

Lily hanya melenggut patuh, sementara Sehun lekas membuka pintu ruang utama. Ia tahu Lily akan terkesima dengan galerinya.

Dugaan Sehun terbukti benar. Lily yang semula dirundung perasaan sedih seketika memandang sekelilingnya dengan takjub. Galeri tersebut sangat luas, mungkin tiga kali lipat dari studionya. Di dalamnya terdapat beberapa ruang yang dibatasi dengan dinding kaca dan cermin, membentuk sebuah racetrack yang membentang seperti labirin untuk mempermudah akses bagi pekerja maupun pengunjung. Di setiap pintu masuk ke ruang minimalis tersebut, terdapat patung model setengah tiang yang menampilkan detail busana hasil tangan desainer.

"Semua ini belum pernah dipublikasikan?"

Sehun mengangguk dan menunjuk ke dalam galerinya lewat gerakan kepala. "Waktunya ganti busana."

Lily terbeliak dan menunjuk diri. "A-aku?"

"Profesionalitas!" Sehun meninggikan sebelah alisnya lalu menilik penampilan Lily dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Kau tidak mungkin mengenakan pakaian dari brand yang menjadi saingan perusahaan kekasihmu, kan?"

Ganti Lily yang menunduk dan mengamati diri. "Tapi aku kan terikat kontrak dengan brand ini ...."

"Kontrak? Kau ternyata sangat profesional!" Sehun terkekeh. "Kau bahkan tidak datang sebagai Barbie Lily di sana."

Lily mengembungkan pipi, menimbang sejenak sambil sesekali melirik Sehun yang tersenyum miring. Memang benar menampilkan produk pesaing akan melanggar kontrak perjanjian, tetapi ia tidak lagi peduli. 

Masa bodoh! Mereka sendiri yang ingin mengakhiri kerja sama, bukan? Lily mengangguk yakin, teringat berita pagi tadi yang sukses membuat jantungnya berdetak sakit karena tuntutan pinalti iklan. "Jadi, aku bebas memilih pakaian di sini?" tanyanya pada Sehun.

"Kenapa tidak? Ini perusahaanku."

"Asyik!" Lily meloncat kecil. Bahkan sebagai seorang spokesperson, ia tidak  bisa menentukan jenis busana dan gaya pakaian yang dipamerkannya sebagai model.

Sehun hanya membuang napas, mengalihkan perhatiannya dari wajah Lily yang terlihat menggemaskan saat bertepuk tangan kecil dan berlari masuk mengitari galerinya.

"Bagaimana aku memilih di antara semua ini?" Lily berdecak kagum dan berhenti di depan walk-in closet di pojok kiri ruangan. Deretan mantel dan sweater berbahan tebal yang warnanya diatur sedemikian rupa--dari nuansa alam yang cerah sampai warna abstrak yang dominan dan kaku--terpajang rapi di sana. Bahan kulit yang mengilap membuat mata Lily berbinar, sayangnya pakaian tersebut terlalu catchy untuk pertemuan formal.

"Sebentar!" Lily memutar badan ke arah Sehun yang sementara meletakkan ponsel di telinga.

"Ada apa?" Sehun menurunkan ponselnya dan menatap ke arah Lily.

"Apa barang yang kupakai harus langsung dikembalikan?" Lily melipat bibir. Ia harus ekstra hati-hati bila semua barang yang dikenakannya hanya sekadar pinjaman. Hal yang sama berlaku saat ia menjadi model berbagai busana dan melenggak di atas panggung fashion show. Segala benda yang melekat pada dirinya menjadi pajangan semata untuk dipamerkan pada dunia.

"Tergantung." Sehun menarik satu sudut bibirnya. "Bila peranmu nanti cukup bagus, kau bisa memilikinya."

"Yang benar?" Lily bersorak. "Semua yang kupakai bisa kubawa pulang?"

Sehun mengangguk. "Ya. Semua."

"Oh Sehun!" Lily menghambur ke arah Sehun dan menepuk pundak laki-laki yang jauh lebih tinggi darinya itu dengan sedikit berjinjit. "Jangan khawatir! Kau lupa aku ini siapa? Barbie Lily, aktris kelas A! Aku bisa menjadi siapa saja. Kau ingin kekasih yang seperti apa?"

"Seperti apa bagaimana?" Sehun mengambil satu langkah mundur.

Lily menghela napas. "Yang agresif, yang manja, yang sexy, yang posesif, atau psyco? Kau tinggal pilih yang mana!"

"Yang perhatian." Sehun berdeham kecil dengan bola mata mengorbit ke sembarang arah. "Aku ingin kekasih yang perhatian dan mau mendengar kata-kataku."

"You got me!"

Sehun terperangah begitu Lily memamerkan senyum manis yang membuat matanya mata melengkung indah. Perempuan tersebut menarik troli yang digunakan staf untuk memindahkan barang dan mengitari galerinya dengan girang.

"Menyenangkan sekali! Rasanya seperti punya galeri pribadi!"

Lily sesekali menoleh pada Sehun yang melotot dan menggeleng tegas ketika ia menunjuk gaun yang terbuka. Dengan semangat ia mendorong troli, mengabaikan Sehun yang menegurnya ketika menarik sebuah halter top.

"It's shopping time!

🎬🎬🎬

Setelah menyematkan hairpin di rambutnya, Lily mematut diri di depan cermin. Terbiasa dengan kehadiran Ara membuatnya kesulitan dalam berdandan, terutama saat mengenakan rambut palsu untuk menyamarkan identitas.

Lily mengenakan midi dress berwarna pastel dengan frilly neck yang terlihat manis. Untuk menambah kesan elegan, tidak lupa ia mengenakan ikat pinggang dan block heels berwarna senada. Penampilan yang sangat cocok untuk acara makan siang semi-formal.

"Sempurna!" Lily merapikan rambut palsu sebatas pundak yang dibiarkan tergerai begitu saja. Tidak cukup waktu untuk menghias rambut. Lagipula, ia tidak bisa melakukannya sendiri dan Sehun sudah cukup menyusahkan dengan mengomel ini-itu ketika ia memilih pakaian.

"Tapi rasanya ada yang kurang!" Lily berceletuk. Sedetik kemudian ia menyadari sesuatu yang tidak beres di wajahnya dan berlari ke ruang depan di mana Sehun menunggunya berganti pakaian.

Sementara itu, Sehun yang sedang berbicara dengan sekertaris ayahnya lewat telpon lekas menoleh ketika mendengar derap sepatu Lily yang menggema.

"Semi-outdoor? Kenapa tiba-tiba?" Sehun mendecakkan lidah kemudian menghela napas. "Baiklah, tidak masalah. Aku pasti akan datang."

"Tuan muda akan datang dengan ...."

"Ya, aku akan datang dengan kekasihku!" potong Sehun cepat lalu mematikan telpon saat mendapati Lily berlari ke arahnya.

"Oh Sehun!" panggil Lily sedikit panik.

Bukan menjawab, Sehun berdiri dan menatap Lily tanp berkedip. Rambut pendek dan make up tipis membuat perempuan di hadapannya tersebut benar-benar serupa boneka.

"Oh Sehun! Gawat!"

Sehun menggeleng kecil, menepis impresi dalam dirinya. "Apanya yang gawat?"

"Alisku!"

"Alismu?" Dahi Sehun berkerut saat Lily menyodorkan padanya sebuah tas kecil berisi peralatan make up.

"Aku tidak bisa membuat alis sendiri."

"Lalu?"

"Bantu aku!"

"Apa?" Sehun menatap Lily dan tas make up di tangannya bergantian.  Seumur hidup, ia tidak pernah mendadani seseorang. Namun, Lily terus saja mendesak hingga pada akhirnya Sehun terpaksa menurut.

Ya, hanya alis. Sehun meyakinkan diri, ia pernah menggambar figur anatomi manusia di masa sekolahnya dulu. "Ini bukan apa-apa!"

Lily menarik kursi dan duduk tepat di depan Sehun yang melukis alisnya dengan tangan gemetar. Sehun tidak menyangka bila menarik garis di wajah seseorang bisa jauh berbeda dengan di bidang datar. Apalagi embusan napas Lily kadang menerpa wajahnya.

Dia serius sekali! Lily menahan senyum saat membuka sebelah mata dan mengintip Sehun yang serius melukis alisnya. Laki-laki tersebut sampai memicingkan mata.

Kenapa tidak bisa simetris! Sehun merutuk dalam hati. Ia memaju-mundurkan badan, berusaha menimbang proporsi alis Lily. Akan tetapi, hasilnya nihil. Semakin Sehun menambah volume, alis Lily semakin tinggi sebelah. Aku butuh waterpass kalau begini!

"Sudah?" Lily menyahut senang.

"Sudah ...." Sehun berujar ragu. Ia bangkit dan menyiapkan ancang-ancang untuk mengambil langkah seribu.

Lily membuka mata dan menatap ke cermin dengan semringah, berharap penampilannya lebih bold dan ia bisa tampil lebih percaya diri. Namun, bayangan di cermin justru membuatnya berteriak histeris.

"Oh Sehun!" Lily bangkit dan mengejar Sehun yang berlari menghindarinya. "Kenapa alisku jadi tebal begini! Ini kan bentuk alismu!"

🎬🎬🎬

Sehun merasa ada yang tidak beres saat mengetahui perubahan konsep dari acara makan siang antara keluarganya dengan beberapa pemegang saham utama perusahaan. Cuaca hari ini memang cerah berawan, sangat sesuai untuk acara di luar ruangan. Namun, mengingat dalang dibalik rundown acara adalah ibu tirinya, Sehun seratus persen yakin ada niat terselubung yang lebih dari sekadar alasan untuk menikmati suasana alam.

Di sebelah Sehun, Lily berjalan anggun dengan lengan saling bergandengan mesra. Satu hal baik untuk Lily dengan perubahan konsep menjadi acara semi-outdoor tersebut adalah kacamata photochromic yang membingkai wajahnya dengan sangat pas. Intensitas cahaya matahari yang hanya mengintip dari balik awan membuat lensa berwarna rose gold tersebut tidak membias seluruhnya sehingga ia bisa menyamarkan penampilkan tanpa terkesan menutup diri.

"Kau gugup?" bisik Sehun menyadari tangan Lily berubah menjadi dingin.

"Aku hanya takut ada media di sini." Lily balas berbisik. "Tapi aku akan berakting sebaik mungkin!"

"Jangan khawatir. Ini pertemuan tertutup." Sehun menghela napas saat Lily melipat bibir dan mengangguk penuh kesungguhan. Padahal ia benar mengkhawatirkan perempuan tersebut.

"Oh Sehun!"

Sehun dan Lily memasang posisi siap ketika seorang pria menghampiri mereka dengan tergesa. Lily mengamati pria berkumis tipis yang ia kenali sebagai salah seorang desainer ternama, Park Seojun.

Tentu saja, Lily tidak ingin kehadirannya hanya sebagai formalitas dan membuat orang lain curiga. Lily tahu kehadirannya di sana akan menyita atensi banyak orang dan ia telah mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk meminta biodata para tamu yang hadir. Paling tidak, ia bisa berbaur dengan orang-orang di sana dengan mudah.

"Selamat siang!"

"Selamat siang." Sehun menjabat tangan Park Seojun yang terulur kemudian merangkul Lily. "Kim Nari," katanya memperkenalkan.

Lily mengiyakan Sehun. Kim Nari adalah nama aslinya dengan marga sang ayah, sebelum kedua orang tuanya berpisah dan ia mengganti identitas agar tidak bisa dilacak oleh media. Nari sendiri berarti bunga Lily, nama kecil pemberian ibunya. Entah mengapa, Lily hanya memikirkan nama itu ketika Sehun memintanya membuat identitas palsu.

"Selamat siang, Nona Kim."

"Selamat pagi, Tuan Park."

Lily bisa melihat Park Seojun membolakan mata. Jelas sekali pria tersebut terkejut.

"Suatu kebanggaan Anda mengenali saya." Park Seojun tertawa bangga.

"Siapa yang tidak kenal desainer besar Seoul?" balas Lily ikut terkekeh. "Saya senang dengan busana rancangan Tuan Park yang selalu terinsipirasi dari bentuk alam."

"Nari bergabung sebagai aktivis lingkungan hidup." Sehun menambahkan sambil mengelus pundak Lily dan tersenyum.

Park Seojun menatap kedua pasangan di hadapannya sambil mengangguk. Setelah merasa ragu dengan rumor yang beredar tentang mitra perusahaannya tersebut, ia kini merasa yakin bila kabar burung itu memang hanya dibuat untuk menjatuhkan nama Kirei Clothing Co. Buktinya Sehun dan Lily--yang dikenalinya sebagai Nari--tampak begitu serasi.

"Tuan muda, Anda sudah datang!" Sekertaris ayah Sehun menghampiri dari pintu masuk menuju ruang pertemuan yang terhubung dengan poolside garden. "Ah, selamat datang, Nona."

Lily serta-merta menunduk, membalas sapaan sekertaris ayah Sehun yang melihat ke arahnya dengan wajah gembira. Pria tersebut jelas mengkhawatirkan citra Sehun. Mengikuti langkah Sehun, mereka kemudian berjalan menuju ruang pertemuan.

Seluruh pandangan tertuju pada Sehun dan Lily ketika pintu terbuka. Sehun menunduk pada Lily yang juga menengadah ke arahnya sambil tersenyum. Setelah beradu tatap barang beberapa detik, keduanya melanjutkan langkah dengan mantap.

Sekertaris ayah Sehun menuntun keduanya menuju stand minuman di tengah spot. Lily membungkukkan badan, membalas sapaaan ramah dari orang-orang yang sebagian besar dikenalinya sebagai kolega loyal Sehun. Beberapa pasang mata tampak menjatuhkan pandangan penuh penghakiman, tetapi ia tidak sedikit pun terpengaruh. Tatapan iri semacam itu sudah menjadi makanan sehari-harinya selama menjadi selebriti papan atas.

Sama seperti Lily, Sehun terus menjabat orang-orang yang menghampiri mereka. Namun, perhatiannya selalu tertuju pada Lily yang belum apa-apa sudah menjadi pusat perhatian. Sehun mengakui kemampuan Lily dalam beradaptasi. Caranya berkomunikasi dengan orang-orang tampak sangat alami.  Benar-benar sangat membantu dalam keadaan ini.

Diam-diam dari sudut mata, Sehun melirik Lee Seo Yoon dan Hyun Jin yang memasang air muka tak suka. Jelas sekali mereka merasa kesal karena gagal menjatuhkan wibawahnya di hadapan tamu penting perusahaan. Sehun bahkan bisa melihat Hyun Jin dan ibu tirinya tersebut mengumpat saat menatap ke arah Lily.

"Anginnya kencang," ujar Lily setengah tertawa saat beberapa helai anak rambutnya tergerai ke depan.

"Sini, biar kubantu." Sehun memutar pundak Lily dan merapikan rambutnya dengan memperbaki letak hairpin.

Lily mengulung senyum dan berbisik, "Apa penampilanku baik-baik saja?"

"Ya." Sehun menarik satu sudut bibir. "Tapi lebih cantik dengan alis yang tadi."

"Oh Sehun!" Lily mencubit gemas lengan Sehun yang terkikik geli. Karena ulah tangan ajaib Sehun, ia terpaksa memoles alisnya sendiri.

"Aku angkat telpon sebentar. Apa kau tidak masalah kutinggal sebentar?"

"Ya." Lily melenggut. Ia tidak mungkin mengekori Sehun dan bertindak seperti pasangan yang posesif.

"Baiklah. Aku janji hanya sebentar." Sehun menerima telpon sambil berlalu. Sekertaris ayahnya menelpon dan Sehun menduga ada hal penting yang terjadi sampai pria tersebut menghubungi lewat telpon seluler ketimbang bicara langsung.

Lily mengedarkan pandangannya ke sekeliling begitu Sehun menghilang di balik kerumuman orang. Kolam renang yang dilengkapi dengan spot untuk berfoto menyita perhatiannya. Ia akan meminta Sehun untuk foto bersama di sana sebagai kenang-kenangan.

"Kenang-kenangan, ya ...." Lily melangkah ke tepi sambil melihat-lihat sekitar. Datang ke pertemuan keluarga dan menjadi kekasih Sehun terasa seperti mimpi indah. Namun bagaimana pun, setelah acara tersebut berakhir, ia harus bangun dan kembali menghadapi kenyataan pahit. Tapi setelah ini bagaimana? Apa yang harus kulakukan tanpa Young Mi eonnie?

"Sedang bersenang-senang, Kim Nari?"

Lily terkesiap dan spontan berbalik. Di hadapannya berdiri seorang perempuan yang menyilangkan tangan di depan dada. Hyun Jin, mantan calon tunangan Sehun.

"Ya, acaranya cukup menyenangkan," balas Lily berusaha bersikap ramah. Lily tidak banyak tahu tentang Hyun Jin, tetapi dari cara Sehun menyebut namanya dengan kesal, ia yakin perempuan tersebut patut diwaspadai.

Hyun Jin membuang napas kasar. Ia  benar-benar gemas dengan kehadiran Lily. Hyun Jin yakin ia hanyalah wanita murahan yang dibayar sebagai kekasih palsu. Lebih menjengkelkan lagi, Sehun memperlakukan dengan sangat manis. Mereka bahkan bercanda dengan begitu lepas.

"Kasihan sekali. Apa kau perempuan yang menari di klub malam?" Hyun Jin berjalan mendekat. "Kau dibayar berapa? Ingin kuberi lebih agar kau mengaku sebagai wanita sewaan Sehun?"

"Wanita sewaan?" Lily tertawa kecil dan mengibaskan tangan di udara, tetapi sedetik kemudian air mukanya berganti menjadi dingin. "Kau ingin membayarku untuk mengingkari kenyataan? Kau yang lebih menyedihkan di sini."

"Sialan kau!" Hyun Jin mengumpat rendah. "Dasar perempuan murahan!"

"Perempuan murahan katamu?" Lily maju menghampiri Hyun Jin. "Kau yang tidak punya harga diri. Baru saja kau ingin membayarku. Kau melakukan segala cara, bahkan hanya untuk mengemis cinta."

Mengatur napasnya yang memburu, Lily berjalan melewati Hyun Jin. Bila terlalu lama di sana, Lily khawatir tidak bisa menahan diri untuk tidak menjambak rambut Hyun Jin dan mengacaukan acara penting tersebut.

"Awas saja kau! Jalang murahan!" Hyun Jin mendesis. Ia memutar badan dan menarik lengan Lily, tetapi sentakannya terlalu keras hingga Lily hilang keseimbangan.

Awan tebal yang menutupi langit membuat intensitas cahaya menurun, menampakkan mata Lily yang terlihat jelas di balik kacamatanya yang berubah menjadi bening. Hyun Jin terpaku. Ia tidak asing dengan mata besar yang berbinar indah tersebut. Namun, kerumunan orang yang menatap ke arahnya sebagai seorang tersangka membuatnya gemetar duluan.

Adapun Lily yang berada di pinggir kolam berusaha mencari tumpuan, tetapi ia hanya mampu menggenggam udara kosong. Pijakannya goyah, bersamaan dengan tubuhnya yang tertolak ke air.

"Aaahhh!" Lily berteriak saat air kolam yang dingin menyerkup tubuhnya. Ia tidak bisa berenang, ditambah dengan pakaiannya yang membatasi ruang gerak.

"Sial! Bagaimana ini?" Hyun Jin meringis. Ia tidak berniat berbuat terlalu jauh dan mencoreng namanya sendiri.

Adapun Lily di dalam kolam setengah mati menahan napas, mencegah air mengalir ke paru-parunya yang mulai sesak dan perih. Tangannya berusaha menggapai ke permukaan, tetapi usahanya sia-sia, tubuhnya justru semakin tenggelam.

Samar-samar, Lily mendengar sebuah suara menyerukan namanya, bersamaan dengan sosok yang ikut menjatuhkan dirinya ke dalam air.

"LILY, BERTAHANLAH!"

⚜⚜⚜
TBC

Spoiler next chapter di Karyakarsa. Tap love dan komen, ya. Thank you 💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top