Bab 9 - Meet Again (?)
Hayyyyy readers.... maafkan author akhir2 ini update lama banget, karena kesibukan hiks hiks..
Intinya author juga ingin update cepat tapi mau gimana.. *mukamelas
Thanks yg tak terhingga untuk readers yang udah setia nunggu cerita ini update, i love you guys *kecupsatu2
Langsung aja dehnya happy reading guyss jangan lupa vomment yaa :* :* :*
************
Lili POV
Pertanyaan itu menohokku. "Apa Josh juga sadar selama ini aku menutupi sesuatu dari kalian?"
"Ya.."
Baiklah mungkin sekarang saatnya aku menceritakan semua masa lalu menyakitkan itu. "Kita tunggu Josh datang.. aku akan menceritakan semua,"
Clara tersenyum dan menepuk bahuku. "Bukan apa-apa. Kami hanya ingin memberitahumu, sahabat bukan sekedar untuk bersenang-senang bersama, tapi ketika kau memiliki masalah seorang sahabat bukankah harus mengulurkan tangannya untuk membantu? aku dan Josh melihat tawamu yang tidak pernah sampai kemata, tanpa kau sadari selama ini kau hidup dalam beban, dan kami sebagai sahabatmu tidak ingin melihat mu mati muda,"
Haha meskipun sedang serius tetap saja Clara menyelipkan kata-kata yang membuat aku geli. "Kurang ajar.. memangnya masalahku sebesar apa sampai aku harus mati muda," gerutuku. Clara pun tertawa puas.
Cukup lama kami menunggu Josh hingga pintu itu terbuka. "Wow.. sidang sudah dimulai ya?" tanya Josh dengan santai. Ternyata mereka berdua sudah sekongkol.
"Baiklah aku akan memulai ceritaku sejak aku kecil.." ceritaku mengalir dengan lancarnya hingga aku harus pindah ke Indonesia. Kuhapus air mata yang tanpa kurasa mengalir. "Setelah itu aku lupa semua, sepertinya aku mengalami kecelakaan yang besar, mengingat pengobatan yang selama ini kujalani, kalian tau? aku pergi ke negara ini karena tujuan pengobatanku, dan hingga saat ini, keadaanku tidak bisa seratus persen sembuh."
Josh mengusap rambutku dan menarikku kepelukannya. "Tidak usah diteruskan jika kau tidak sanggup flowers,"
Kepalaku menggeleng. "Aku ingat tatapan oma dan yang lain saat mengasihani aku, semua itu membekas Josh, ba-bagaimana jika aku kembali dan sakitku kambuh? sungguh, sudah cukup bagiku untuk menjadi beban mereka semua selama ini," tangisku pecah sudah. Aku tidak akan berpura-pura kuat dihadapan kedua sahabtku ini. Toh beginilah aku, terlalu ringkih untuk menjalani hidup, benar-benar pecundang dan pengecut.
"Menurutku justru kau harus kembali," pernyataan itu keluar dari Clara. "Kurasa jika kau ingat semuanya maka bebanmu akan berkurang, kau tau? tidak mungkin selama tinggal di Indonesia kau tidak memiliki kenangan manis.. setiap tempat memiliki posisi di dalam hati bukan?"
Benar, Clara memang benar tapi disitulah masalahnya, aku memang ingin mengingat semua tapi apa aku sanggup menghadapi tekanan selama aku mengumpulkan memoriku. "Seandainya ini semudah itu Clara, di sana kenangan buruk akan hubunganku dengan daddy sangat kuat,"
"Itulah kesalahanmu, kenapa harus melihar masa lalu yang suram jika sekarang semua baik-baik saja? pada intinya daddy Ares hidup bersamamu, saranku, jangan mempersulit diri, kau pintar Lil tapi percuma jika tidak menggunakan otakmu dalam kehidupan nyata," tegas Clara. Ini yang kusukai dari kedua sahabatku. Tidak mengasihaniku, memberi nasehat meski kata-katanya sedikit menyakitkan.
"Emm entahlah, mungkin aku akan kembali kesana, tapi dengan satu syarat," ucapku sembari menaik turunkan alis untuk menggoda kedua sahabatku. Air mataku sudah kuhapus, sekarang saatnya aku bersenang-senang.
"Apa?" tanya mereka dengan kompak.
"Aku akan kembali jika kalian berdua ikut denganku,"
Sontak kedua orang ini memandangku kaget. "HAHH???" keduanya berteriak kompak, lagi. Heyy menyebalkan sekali sihh kenapa mereka selalu kompak dan tidak mengajakku.
"Aku tidak bisa.." jawab Clara dengan cepat.
"Kenapa?"
Wajahnya memelas. "Aku ingin tapi tidak bisa, ada seseorang yang membuatku hancur dan tidak mungkin aku kembali, itu sama saja menyerahkan diri ke kolam buaya,"
"Kau takut padanya?" tanyaku meski tidak tau apa maksudnya. Clara memang sedikit misterius.
"Eh.. emm tidak tentu saja tidak.."
"Kalau begitu lawan dia!! jika dia menghancurkanmu dan kau berlari maka dia akan merasa menang, tapi jika dia menghancurkanmu tapi kau melawan, dia akan berpikir dua kali untuk menjadikanmu musuh," tegasku. Itu strategi perang dari daddy tentu saja. Bukan perang dalam artian sebenarnya.
Clara terperengah sebentar kemudian tersenyum. "Emm baiklah asal kalian menemaniku melawannya,"
"Hey tidak ada yang bertanya padaku? aku tidak ingin ke Indonesia, di sana dilarang cinta sesama jenis bukan?"
"Lalu? bukankah kau ingin sembuh? akan ku carikan wanita Indonesia untukmu, kau tidak akan menyesal... ayolah Josh," aku mengguncang lengannya untuk merajuk.
Josh menghela nafas. "Memangnya kapan kita akan ke sana?"
Aku terpekik gembira. "Emm entah, ini baru rencana," dan seketika itu pula lemparan bantal menghujani kepalaku.
"Sial.. kupikir kita akan kesana secepatnya," gerutu Josh.
"Dasar Lili bodoh!!! kau tau aku sedang mengumpulkan keberanian ternyata itu hanya rencana, kubunuh kau!!!" teriak Clara.
Aku tertawa puas melihat wajah kesal kedua sahabatku itu.
Selama daddy pergi ke Indonesia, kedua sahabatku itu menginap di rumahku. Kami menikmati hari penuh dengan candaan konyol yang tak sengaja dilontarkan Josh.
Hari ini adalah hari pernikahan kak Bian, aku menunggu kabar dari daddy tapi sayangnya dad belum mengabariku. Sedih, aku ingin sekali melihat pernikahan kakakku itu.
Aku membuka salah satu aplikasi untuk video call dengan Alex. Iseng saja sih, aku rindu dengan wajahnya yang menyebalkan itu.
Belum lama menunggu wajah Alex nampak, wow ia makin tampan sekarang. "Hay Alex...." seruku.
Alisnya bertautan. "Kau Lili?"
Sial. Sudah seheboh ini ternyata dia lupa padaku. Aku mengerucutkan bibirku. "Hmm.." gumamku.
Ia terkekeh membuatnya makin tampan. "Haha itu baru Liliku, caramu merajuk ketika marah tetap sama, astaga.. sungguh kau semakin cantik Lil... hey kenapa kau tidak datang ke pernikahan kak Bian? ijabnya baru saja selesai,"
Aku tersenyum. "Aku memang cantik sejak dulu," jawabku. Alex segera mencibir. "Biasa Alex karena kuliahku.. aku harus menyelesaikan skripsi," ucapku bohong.
"Yahh sayang sekali, heyy tunggu ya.. aku aku akan panggil yang lain," wajahnya berpaling dan ku dengar ia memanggil beberapa orang dengan heboh. Bukan seperti Alex yang dulu, sekarang dia terlihat lebih hangat.
"Lil.. yaamsyong... hehe lo cantik banget!!" seru seorang gadis yang cantik itu.
Gawat.. siapa dia. "Ehh hayy biasa saja ko," jawabku ragu.
Wajah gadis itu berpaling sebentar. "Gue Ana, lo inget gue kan??"
"Ahh yaa tentu saja Ana," jawabku. Kini semua bergantian menyapaku. Jadi mereka semua sahabatku dulu, jadi Monica sudah menjadi sahabatku. Aku tersenyum saat layar kembali menampakkan wajah Alex. "Aku rindu kalian," ucapku dengan jujur. Melihat mereka yang antusias terhadapku pasti mereka sangat dekat denganku dulu.
"Haha kami juga.. ehh tunggu itu ada Al.. kupanggil sebentar ya.." hah, Al, siapa itu? apa itu Aldric.
Wajah Aldric sekarang nampak di layar. Ehh kenapa aku terlihat sangat grogi, aishh menyebalkan. Betapa tampannya dia. "Eh hay Aldric, kita bertemu lagi.." tanyaku dengan ragu. Jujur aku takut melihat matanya yang tajam itu.
Aldric tersenyum tipis. "Hay Lil, sudah tau kalau aku adalah temanmu?"
Pertanyaan itu membuatku menunduk. "Aku minta maaf," jawabku dengan penuh sesal.
"Santai aja, tohh sekarang kamu tau, apa kabar? bagaimana dengan tanganmu?"
Aku girang. "Tidak apa-apa, memarnya juga sudah hilang," gawat nada suaraku kelewat bersemangat. Kurasakan wajahku memanas. Uhh pasti sekarang pipiku merona, dasar wajah penghianat.
Aldric tersenyum geli. "Kenapa pipimu merah?" tunggu dulu, dia meledekku. Ohh aku harus senang atau kesal yaa. Oke Lili kau harus tenang.
"Emm karena.. di sini udara sedang panas.." ucapku ragu.
Aldric mengangguk mengerti. Atau itu yang kutangkap dari gerakan itu. Suara Josh memanggilku, pasti dia sudah menyiapkan makan. "Emm sory sepertinya aku harus menyudahi obrolan, Josh memanggilku barusah."
Mata tajam itu kini menyipit. "Josh? pria yang waktu itu?"
"Iya.. selama daddy ke Indonesia dia menginap di rumah ku..." belum selesai bicara wajah Aldric sudah hilang. Dasar tidak sopan, kudengar suara Aldric bicara pada Alex bahwa ia harus segera pergi urusan kantor. Ohh baiklah mungkin ia memang sedang sibuk.
Aku berdada ria dengan sahabat-sahabatku. Usai meletakkan laptop aku segera berlari keluar kamar. Josh masih sibuk dengan celemek merah milik bi Novi sedangkan Clara sibuk dengan majalah fashion miliknya.
Kami bertiga makan dengan tenang. Masakan Josh memang enak, hasil belajar dari daddy sejak berteman akrab denganku.
"Hey.. bagaimana kalau nanti kita pergi?" usul Clara itu langsung disetujui dengan semangat olehku.
Dengan membawa tas kebanggaannya, Clara berjalan di depan aku dan Josh. Huhh anak ini memang selalu semangat jika berhubungan dengan shopping. Ya.. akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Mall setelah mengadakan rundingan yang cukup alot.
Aku menoleh pada optik. Oh iya aku ingin membeli kacamata minus baru, aku berjalan masuk dan sepertinya Josh mengikutiku.
Aku melihat-lihat kacamata itu. "Josh... apa yang itu bagus untukku?" jariku menunjuk kacamata yang memiliki frame berwarna pink soft terlihat lembut dan sangat cantik.
Mata Josh menyipit untuk memfokuskan penglihatannya. "Bagus.." komentar yang sangat amat singkat.
Aku mendengus kesal.
Kami keluar dari optik itu dengan menenteng paper bag kecil. Yaa aku membeli kacamata itu.
Josh yang memang pecinta buku langsung mengajakku ke toko buku. "Lil aku kesana ya.." dia langsung berjalan cepat. Aissh kalau sudah melihat buku pasti dia melupakan semuanya.
Aku menghela nafas. Wangi ini, wangi buku-buku yang sangat kusuka. Tanpa terasa aku tersenyum, aku juga menyukai toko buku. Jika seseorang menghilangkan penat dengan berlibur ke tempat yang indah aku sih todak perlu, cukup pergi ke toko buku dan melihat novel-novel maka penatku langsung hilang.
Baru beberapa menit aku sudah tenggelam di dalam novel yang menarik perhatianku hingga tidak menyadari seseorang telah memanggilku beberapa kali. Aku mendongak dan terpana.. lagi-lagi kami bertemu tanpa sengaja.
--------
Darren POV
Kulonggarkan dasi yang terasa mencekik leherku ini. Hari ini aku sudah memutuskan untuk menjual perusahaanku pada orang itu. Orlando, hehh apa bagusnya dia sehingga papa selalu memujinya. Aku tau, papa memang mengharapkan aku agar menjadi penerus perusahaan keluarga seperti Orlando itu. Tapi apa daya.. aku tidak berminat dengan perusahaan itu.
Sejak kecil cita-citaku adalah menjadi seorang dokter. Ditambah lagi kasus Jasmin wanita yang kucintai sejak dulu, ia menginap penyakit cukup parah sehingga membuatnya meregang nyawa. Cita-cita ini menjadi semakin kuat.
Aku bukan pria yang terlihat menyedihkan setelah ditinggal pergi kekasih. Aku baik-baik saja, aku sudah mengiklaskan Jasmin pergi membawa sebagian hatiku. Untukku, kepergian Jasmin memang yang terbaik, memintanya bertahan dan harus melihatnya sakit bukankah itu egois. Jasmin adalah gadis sederhana yang memiliki daya rarik begitu kuat. Sekali liat orang-orang pasti menyukainya, sifatnya yang sangat ramah dan senyum manisnya membuat niat plusnya bertambah.
Bahkan dihari terakhirnya bernafas, Jasmin tetap melengkungkan senyum manisnya. Wajahnya tanpa beban meski harus menghadapi cobaan yang cukup berat. Itu pula yang membuat orang-orang terdekatnya tidak tega menampakkan wajah sedih didepannya termasuk aku. Jangan salahkan aku jika aku begitu mencintainya hingga sekarang.
Beberapa hari lalu Jasmin berulang tahun, aku mencari-cari bunga Lily untuknya namun nihil. Sekalipun aku menemukannya ternyata ada orang yang juga mencarinya, Lili, gadis yang dipertemukan denganku secara tidak sengaja lebih dari sekali. Alhasil aku pergi ke makam Jasmin tanpa membawa bunga yang ia suka itu.
Ohh aku harus membeli hadiah untuk Sakura, saudara kembar Jasmin. Ibu anak kembar ini memang mencintai bunga hingga kedua anaknya memiliki nama bunga yang cantik itu.
Aku bergegas masuk setelah sampai. Di kepalaku banyak sekali daftar buku yang ingin ku beli untuk Sakura. Mungkin ada yang berfikir aku memiliki hubungan khusus dengan Sakura, kalian salah. Aku dan Sakura hanya bersahabat. Meski wajahnya serupa dengan Jasmin aku tidak pernah memiliki perasaan dengannya.
Mataku menyipit, astaga, itu Lili. Lagi-lagi kami dipertemukan secara tidak sengaja. Au berjaan menghampirinya. Kupanggil dia beberapa kali tapi sepertinya ia sedang fokus pada buku yang dibacanya. Kutepuk bahunya pelan agar Lili menoleh.
Lili nampak kaget, matanya melebar menatapku. Aku tersenyum padanya. "Hay.."
Ia membalas senyumku. "Hay Darren, kita bertemu lagi,"
Ada sesuatu pada gadis ini yang membuat aku senang menatapnya. Senyum itu, senyum yang sama seperti milik Jasmin. Aku ingat pertemuan pertama kami dulu, tidak sengaja kami bertabrakan, wajah gadis ini tidak pernah berubah, tetap sangat cantik ditambah senyum ramahnya. Aku tidak menyangka bahka kata sampai bertemu lagi adalah doa hingga beberapa tahun setelah itu aku masih bisa bertemu dengannya meski di negara yang berbeda.
"Yahh mungkin kita berjodoh," gurauku.
Lili terkekeh pelan. "Yahh mungkin," keningnya berkerut. "Kau mencari novel? kupikir pria sepertimu bukan tipe pria penyuka novel,"
"Ohh memang bukan untukku, aku sedang mencari hadiah untuk seseorang,"
Senyum gadis ini mengembang sempurna. "Pacar heh?"
"Haha bukan, hanya sahabat," ucapku.
Kepalanya mengangguk. "Yah yahh pria memang begitu, malu mengungkapkan statusnya,"
"Heyy aku serius, dia memang sahabatku,"
Kembali Lili terkekeh. "Hehe yaya anggap saja aku percaya.." matanya mengedip padaku. Sial ia meledekku.
Tanpa sadar tanganku terulur untuk mengacak rambutnya karena gemas. "Terserah kau saja," ucapku. Detik berikutnya aku terpana, ini yang biasa kulakukan jika sedang gemas pada Jasmin.
"Aisshh rambutku berantaka Darren..." ucapnya. "Ohh iyaa mau kubantu mencarikan novel? sepertinya jika kau mencari sendiri akan sulit, seleramu pasti buruk," ledeknya.
Yahh benar, aku memang tidak mengerti tentang buku-buku tebal yang menceritakan tentang cinta atau apalah ini. "Kau serius? aku memang membutuhkan bantuan,"
"Yaa.. ayo kita cari, anggap saja ini ucapan terimakasih atas bunga Lily kemarin," tangannya menggamit tanganku. Genggaman ini begitu hangat dan membuatku nyaman.
Jatungku berdetak begitu cepat. Astaga, apa aku memiliki perasaan pada gadis ini? atau ini hanya karena gadis ini memiliki senyum Jasmin.
Mungkinkah bunga lain ini tumbuh di hatiku setelah lama bungaku mati.
********
Yeaaaa next part POV Aldric sama Nadia...
Hihi ditunggu yaa :* :* :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top