Bab 32 - Perfect Moment
Mohon maaf atas keterlambatan updatenya..
Happy reading, hope you like this chapter 😉😉😘
🎵🎵🎵
Aldric memainkan gitarnya, petikan nadanya melantun indah. Dipadu dengan suara merdu Lily yang sedang bernyanyi. Ini lagu yang sama seperti saat malam perpisahan sekolah.
Kali ini mereka bernyanyi dengan senyum bahagia. Semua ikut bernyanyi dengan pasangan itu. Suasana bahagia sangat terasa disini.
Senyum Lily mengembang dengan sempurna. Rasanya dalam satu hari ini dia adalah ratu. Beberapa kali dia tertawa geli melihat tingkah konyol sahabat-sahabatnya.
"Mommy!! Paa!!" teriak Varisha.
Aldric tertawa dan menggendong gadis kecil itu. "Hai sayang, lihat Mommymu," bisiknya. "Kenapa dia tersenyum terus sejak tadi?" tanya Aldric.
Varisha mengerutkan keningnya, dia menatap kedua orang dewasa itu bergantian.
"Kenapa? tentu saja karena aku bahagia," ucap Lily. Baginya hari ini adalah hari yang paling membahagiakan. Ada daddy dan kak Bian di sampingnya, ada Aldric yang sekarang sudah menjadi suaminya dan ada seluruh sahabatnya.
Hanya saja ada satu yang kurang, opa telah pergi meninggalkan dirinya selamanya. Opa yang sangat dia sayangi tidak akan bisa kembali, tapi semua kenangan indahnya akan terus ada di sini.
Setelah acara selesai, semua kembali ke rumah keluarga besar Pradipta. Lily langsung pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian dan menghapus make up di wajahnya.
Ares masuk ke dalam putrinya ini.
"Daddy," sambut Lily dengan senyumannya.
Ares ikut tersenyum, lengannya menangkup wajah putri sulungnya. "Apa anak Daddy ini sangat bahagia?" tanyanya.
Lily tertawa kecil dan menganggukan kepalanya. Tidak ada kata yang bisa ia lukiskan untuk perasaannya hari ini. "Daddy tahu? untuk mendapatkan hari ini aku rela melewati hari-hari yang berat," kekehnya.
Ares ikut tertawa, dia mengecup kening Lily. "Jadilah istri yang baik, patuhi suamimu, sayangi orang tuanya seperti kau menyayangi Daddy. Mulai hari ini orang tua Aldric adalah orang tuamu juga, mengerti?"
Pesan Ares membuat Lily berkaca-kaca, kepalanya mengangguk. "Pasti Daddy, Lil akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Al," ucapnya.
Ares menganggukan kepala dan memeluk putrinya, dia yakin Lily akan berusaha menjadi yang terbaik untuk Aldric.
Di bawah Aldric sedang bergabung dengan yang lain di ruang tamu. Saat ini dia sedang menjadi bahan godaan oleh sahabat-sahabatnya. Aldric hanya bisa tersenyum mendengarkan semuanya.
Semua sengaja ikut pergi ke rumah ini karena rencananya mereka akan berkumpul hingga malam nanti. Darren menolak untuk ikut dan Aldric mengerti tentang itu.
"Jadi kemana kau akan pergi honeymoon?" tanya Clara.
Aldric mengangkat bahunya, dia tidak tahu bahkan dia juga tidak tahu kalau hari ini akan menikah dengan Lily. Sekarang yang terpenting adalah Lily ada di sampingnya dan untuk bulan madu nanti bisa dibicarakan selanjutnya.
"Ahh mereka ini enggak butuh bulan madu, di sini juga udah merasa dunia milik berdua," celetuk Abil. Monica melotot dan mencubit perut suaminya itu.
Aldric mendengus kesal, "yaa ya memang benar, kalau ada yang ketiga Lil bisa mengamuk nanti," jawabnya asal.
Alex tertawa dan menyerahkan amplop pada Aldric. "Ini hadiah dariku," ucapnya.
Aldric membuka amplop itu, dia tersenyum melihat isinya. "Apa ini tadinya akan jadi milik Lil dan Darren?"
"Tidak, ini untukmu dan Lil. Entah aku yakin kalian akan menikah pada akhirnya," jawab Alex.
Ana tersenyum dan merangkul lengan suaminya. Alex memang selalu bicara begitu meski semua situasinya tidak memungkinkan seperti kemarin. Siapa yang akan menyangka kalau Darren akan menyerah padahal kemarin saja pria itu tetap kekeh dengan pernikahannya.
"Sayang, Mama sudah bawakan pakaian, kopermu ada di kamar Lily yaa," ucap Dania sembari melewati gerombolan itu. Sejak tadi Dania memang sibuk dengan keluarga besar Lily.
Aldric bangkit dan menggulung kemejanya. "Gue ke atas dulu," ucapnya.
"Jangan lama-lama di kamarnya!!" teriak Rion. Aldric hanya melambaikan tangan dan lanjut menaiki anak tangga. Jika ditanggapi tidak akan ada habisnya.
Di kamar, Lily sudah mengganti pakaiannya dengan dress simpel berwarna merah muda. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai bebas tanpa aksesoris tambahan.
"Pakaianmu di sana," ucap Lily yang masih sibuk membersihkan sisa make up.
Aldric menghampiri Lily dan ikut memperhatikan wajah istrinya dari pantulan cermin. "Cantik."
Bisikan itu membuat pipi Lily bersemu merah. Dia tersenyum dan menoleh sedikit. "Ingin menggodaku?"
"Bukan menggoda, aku bicara jujur," jawab Aldric sembari mengusap wajah Lily.
Lily mencibir pelan dia menatap mata Aldric dengan pandangan gemas. "Apa kamu hanya akan menatapku terus?"
Aldric terkekeh pelan, kepalanya menggeleng. Dia mendekatkan wajahnya, hembusan nafas Lily terasa menerpa wajahnya. Aroma segar dari istrinya ini membuatnya mabuk, sejak dulu dia menyukai aroma ini.
"Wow maaf sepertinya aku mengganggu moment kalian," ucap Bian di ambang pintu kamar.
Aldric berdecak kesal, dia menjauhkan wajahnya. "Ada apa?" tanyanya.
Bian tersenyum geli dan menghampiri pasangan baru itu. "Malam ini setelah acara, Daddy sudah menyiapkan tiket pesawat untuk kalian."
Lily tersenyum lebar, daddy memang luar biasa. "Baik, terima kasih infonya sekarang Kakak harus keluar karena suamiku ini ingin ganti pakaian."
"Oh sepertinya aku sangat mengganggu," ringis Bian.
Lily mengangguk santai. "Sangat, jadi tolong beri kami waktu. Oke?"
Bian tertawa, dia mengajak rambut adiknya. "Aku senang kau bahagia."
"Kau Aldric! lebih baik cepat keluar karena kita masih banyak pekerjaan," lanjut Bian pada adik iparnya itu.
Aldric mendengus kesal, dia melepas dasinya dan duduk di ranjang. "Yaa ya pergilah."
Lily terkekeh pelan, dia mendorong bahu Bian agar keluar dan berhenti menggoda Aldric yang sudah memasang wajah kesal.
"Sudahlah Aldric jangan merajuk," ucap Lily sembari menarik lengan suaminya itu.
Aldric tetap memasang wajah kesal hingga Lily gemas dan mengecup bibir Aldric yang sejak tadi mengatup rapat. Mata Aldric melebar, jantungnya terasa berdetak kencang.
"Sudah hilang kesalnya?" tanya Lily.
Aldric mengangguk, dia tersenyum lebar. "Ah kalau begitu aku kesal saja terus," kekehnya.
Lily tertawa dan mengusap pipi suaminya. "Cepat ganti bajumu, aku tunggu di bawah."
Sebelum berbalik Aldric sudah menarik lengan Lily hingga kini gadis yang sudah menyandang status sebagai istrinya itu duduk di pangkuannya.
"Bisa kita habiskan waktu sebentar?" bisik Aldric.
Lily tersenyum manis. "Waktuku untukmu, tapi sekarang kita harus turun karena kalau tidak kita bisa digoda habis-habisan oleh mereka."
Aldric mengibaskan tangannya dengan wajah tidak peduli. "Aku ingin denganmu sebentar."
Lily mengalungkan lengannya pada leher Aldric. "Untuk apa?"
"Untuk menyadarkan kalau ini bukam hanya ilusi," kekeh Aldric.
"Cih dasar! sudahlah aku harus turun," ucap Lily sebelum bangkit dan pergi keluar dari kamar.
🎵🎵🎵
Di bawah, semua sudah mulai menyiapkan segala kebutuhan pesta kecil untuk malam nanti. Hanya acara sederhana yang akan dihadiri oleh keluarga dan orang terdekat.
Lily bergabung dengan Ana yang sedang sibuk mendekor tanaman di dekat kolam renang.
"Dimana Al?" tanya Ana.
"Masih di atas, dia merajuk karena sejak tadi kami selalu saja diganggu," kekeh Lily.
Ana ikut tertawa, dia menyenggol lengan Lily. "Tentu saja, dia sudah menahannya lama sekali. Setelah acara nanti kamu dan dia akan langsung pergi kan? beri aku keponakan yang tampan dan cantik."
"Ayolah Ana jangan menggodaku! aku malu!" rengek Lily dengan wajah merona.
"Haha manisnya," kekeh Ana.
Persiapan acara berlangsung lancar. Keluarga besar Aldric dan Lily sudah datang, para sahabat jua telah berkumpul.
Acara berlangsung hangat dan menyenangkan, alunan musik lembut dan romantis mengajak pasangan untuk berdansa di taman yang sudah didekorasi dengan cantiknya.
Aldric memeluk Lily dari belakang dan menyandarkan dagunya pada bahu Lily. Dia menikmati wajah-wajah gembira semua yang hadir di pesta ini.
"Hey sampai kapan kau akan menempeli istrimu seperti itu?" omel Dania.
"Ara sudah bilang itu Tante, tapi biarlah setelah semuanya wajar saja Al begitu," ucap Ara.
Dania menggelengkan kepala dan menyubit lengan putranya. "Bersiaplah sayang, kamu akan direpotkan oleh anak manja ini."
Lily tersenyum dan menoleh untuk melihat ekspresi Aldric. "Haha aku tidak masalah."
"Lihat? dia tidak protes," jawab Aldric.
"Aishh!" omel Dania.
Lily dan Aldric langsung menyiapkan barang-barang setelah acara selesai. Di bawah semua sudah menunggu pasangan itu.
Aldric terus menggenggam lengan Lily. Mereka menuruni tangga dan di belakang keduanya ada sopir yang sudah membawa dua koper.
"Selamat bersenang-senang," ucap Bian.
"Jaga Lily," ucap Ares.
Aldric mengangguk. "Pasti Om emm Daddy."
Ares tersenyum, dia menepuk bahu Aldric yang sekarang sudah menjadi menantunya.
"Oma titip cucu Oma ini sayang, jangan heran kalau sikap manjanya keluar," ucap Nadia.
Aldric tertawa kecil. "Al sudah biasa Oma, Al sudah mengenal sikap manjanya sejak dulu."
Lily mendengus kesal, dia memukul pelan lengan Aldric. "Aku tidak manja!"
"Sudahlah, kalian bisa ketinggalan pesawat nanti," ucap Alex.
Aldric menghela nafas panjang. "Terima kasih, doakan kelancaran perjalanan kami sampaikan pada Darren kalau kami benar-benar berterima kasih."
"Darren pasti tahu, mana mungkin dia tidak tahu setelah melihat kebahagiaan di wajah ini?" tanya Clara sembari menyubit pipi Lily yang masih tersenyum.
"Baiklah, kami pergi dulu," ucap Aldric sembari membuka pintu mobil untuk Lily.
🎵🎵🎵
Resort yang disiapkan oleh Alex untuk Lily dan Aldric benar-benar indah. Dekat dengan pantai dan memiliki fasilitas yang lengkap.
Lily menatap kamar yang luas ini. Dia tersenyum memikirkan Alex yang menyiapkan semua dengan sempurna.
"Bersiaplah, ayo kita jalan-jalan di pantai," bisik Aldric.
"Sekarang? malam-malam?" tanya Lily.
Aldric mengangguk santai. "Memangnya kamu ingin tidur dan melewatkan malam ini? di luar sangat indah."
Lily terdiam sejenak sebelum menganggukan kepalanya. "Tunggu sebentar." Dia mengganti pakaiannya dengan dress sederhana yang membuat kaki jenjangnya terlihat indah.
Wajahnya dipoles dengan make up tipis agar terlihat lebih segar. Ini adalah malam yang istimewa jadi dia ingin terlihat cantik di depan Aldric.
"Ayo," ajak Lily setelah siap.
Aldric terdiam menatap penampilan Lily. Dia tersenyum tipis dan menggenggam lengan Lily. "Ayo."
Keduanya berjalan di tepi pantai, desir suara ombak menemani keduanya. Pantai dihiasi lampu-lampu indah yang berasal dari pemukiman warga.
"Saat itu liburan terakhir sekolah, liburan yang kita lalui sebelum episode panjang dimulai, kamu masih bersama dengan Ara dan dia memintaku untuk menjauhimu," gumam Lily.
"Kamu setuju?" tanya Aldric.
Lily menganggukan kepalanya. "Aku pikir semua sudah berakhir, bagiku saat itu yang terpenting adalah aku tahu perasaanku terbalas."
"Jika aku benar-benar dengan Ara? atau mungkin dengan Nadia?" tanya Aldric.
Lily tersenyum, dia mendongak menatap langit malam yang cerah dengan bintang-bintang. "Aku mempercayai kekuatan takdir, sesulit apapun jika kamu milikku maka kamu akan tetap kembali padaku nantinya."
Aldric menghela nafas panjang. "Aku juga berpikir begitu, tapi jika aku tidak melakukan apapun kata-kata itu akan menjadi harapan. Aku tahu semua membutuhkan usaha, aku berusaha semampuku dan di saat semua terasa mustahil karena kekuatan takdir semua terjadi."
Aldric menahan lengan Lily agar mereka berhenti berjalan. Lengannya mengusap lembut wajah Lily. "Aku hampir frustasi memikirkanmu menikah dengan orang lain," bisiknya.
Air mata Lily menetes, dia tahu itu bahkan dirinya juga merasakan itu. Rasanya masih sulit dipercaya saat ini pria yang berjalan di sampingnya adalah Aldric bukan Darren.
Aldric mengecup kening Lily. "Jangan melupakan aku lagi."
"Tidak akan," kekeh Lily.
Lembut Aldric mengecup kedua pipi Lily dan terakhir bibir tipis istrinya itu. Hanya kecupan-kecupan kecil hingga akhirnya dia menjauh.
Lengan Aldric menarik lengan Lily hingga mereka duduk di pasir dan menatap lautan lepas.
Aldric memeluk Lily dari belakang. Dengan leluasa dia bisa mengecup pipi Lily yang sudah merona karena perilaku manis Aldric.
"Sampai kapan kamu akan menatapku begitu?" tanya Lily.
Aldric mendengus pelan, dia menenggelamkan wajahnya di lekuk leher Lily. Aroma ini selalu dia sukai.
Lily tersenyum melihat tingkah Aldric, dia kembali menatap lautan. Malam ini terasa sangat indah, sama seperti malam-malamnya dengan Aldric saat di Jerman.
"Lily," bisik Aldric.
Lily menoleh dan kaget tiba-tiba Aldric mengecup bibirnya. Lembut hingga akhirnya ciuman itu semakin dalam. Lengan Aldric sudah menarik pinggang Lily hingga kini tidak ada jarak di antara mereka. Hangat tubuh Aldric dapat Lily rasakan.
Rasanya Lily seperti ingin terbang, dia merangkul leher Aldric agar semakin memperdalam ciuman mereka. Keduanya menjauh saat merasa kehabisan nafas.
Aldric tersenyum, "ayo kita ke kamar," bisiknya menggoda.
Lily menganggukan kepalanya, dia mengalungkan lengannya pada leher Aldric saat pria itu membopongnya. Ini adalah saatnya, saat dimana dia harus melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri dan memberikan hak Aldric sebagai suaminya.
🎵🎵🎵
Yeyyyy mungkin satu atau dua eps lagi perfect moment akan selesai... huaaaa leganyaaa 😂😂😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top