Bab 2-Pemakaman

Hayyy readers...

Di mulmed ada Aldric sama Lili tuh. Rambutmya Lili sekarang udah panjang lagi yaa ;)

Langsung aja deh.. happy reading jangan lupa vomment yaa ;)

**********

Aldric POV

Aku mengajak Nadia untuk kerumah Vano, kulihat Ana memperhatikanku dengan sinis. Biar saja, aku tidak peduli dengan pendapatnya. Apa dia tau perasaan sakitku, tidak. Yang dia pikirkan hanya perasaan Lili nantinya.

Setibanya dirumah Vano, aku dan Nadia langsung masuk kedalam rumah. Keadaan Vano sama seperti Sean, terdapat beberapa luka memar. Separah apa kecelakaan ini sampai kerenggut dua nyawa sekaligus. Aku akan meminta orang untuk menyelidiki kasus ini.

Di samping jenazah Vano, ada Vera yang sedang menangis histeris dan ditenangkan oleh tante Kania, mama Varo.

Aku menghampiri mereka, kupeluk tante Kania "Tante.. Al ikut berduka, biar pemakaman dan serangkaian acara Al saja yang membiayai semua, sebagai wujud persahabat Al dengan Vano dan Sean."

Tante menangis dan mengelus rambutku "Tidak usah nak,"

Aku menggelengkan kepala "Al mohon tan, kita keluarga kan?"

"Hiks ba-baiklah, terserah, asalkan tidak merepotkan mu nak,"

Aku menggelengkan kepala "Sama sekali tidak,"

Aku melihat Nadia yang sedang berdoa, kulihat dia sangat serius dalam doanya. "Pacarmu? cantik anakku, dia sama cantiknya dengan Lili,"

Aku menoleh kaget, tante Kania tersenyum padaku meski wajah sedihnya tidak lenyap "Ya.. doakan saja supaya hubungan kami diberi kelancaran," jawabku berbohong. Aku sudah kehilangan mood ku mendengar nama Lili. Biarlah dia menjadi masa laluku.

Langit nampak gelap sesuai dengan hati para pelayat yang sedang mengerubungi tanah basah yang baru saja di gali itu.

Nisan bertuliskan nama Sean dan Vano tertulis jelas, aku hanya bisa diam menatap kedua sahabatku terkubur di tanah. Selamat jalan, terimakasih telah menjadi sahabat terbaik selama hidup kalian, gue seneng bisa kenal sama kalian berdua, batinku.

Orang-orang pergi bergiliran, menyisakan aku, Abil, Alex dan Rion. Monica, Ara, Ana dan Nadia sudah pulang karena sekarang hujan mulai turun. Kami berempat berangkulan. Sekarang hanya tinggal kami,  persahabatan ini akan terus terjalin meski telah kehilangan dua orang anggotanya.

"Kita pulang brother.. lo sama Vano jangan berantem di sana," ucap Rion sembari mengelus nisan Sean.

Abil menatap nisan Vano dan Sean "Kunyuk.. lo pada pergi cepet banget.. gue nggak nyangka bercandaan kita tadi pagi itu yang terakhir,"

"Semoga kalian tenang disana," ucap Alex.

Tinggal aku yang belum bicara, aku menghela nafasku "Gue cuma bisa bilang, thanks for everything brothers!!!"

Kami pergi dari pemakaman itu, meninggalkan kesedihan, mencoba memulai kembali persahabatan tanpa mereka berdua.

------

Aku melirik jam tanganku, sudah jam istirahat. Kuregangkan otot dan kulepas kaca mataku. Lebih baik aku cepat-cepat makan karena waktu istirahat sebentar lagi usai.

"Al!!!" suara nyaring itu. Huhh pasti Nadia gagal mencegahnya. Aku segera menyuruhnya masuk.

Ara tersenyum di hadapanku. Ia meletakkan kotak makan "Nih buat kamu makan siang, aku disuruh tante. Ehh iya aku juga numpang tidur siang di sini yaa.."

Aku melebarkan mataku, anak ini tidak pernah berubah "Ara!!! kamu kira ini hotel? udah sana pulang, aku sibuk."

Ara itu sangat menyebalkan tapi aku menyayanginya.

Ia mengerucutkan bibirnya "Pelit banget sih.. aku mau numpang tidur doang," setelah mengucapkan itu Ara langsung berbaring di sofa.

Aku menggelengkan kepala, kulepas jasku dan kuselimuti Ara. Ia pasti sedang ada masalah dengan Rion. Dasar, sudah ingin menikah tetap saja manja padaku.

Menikah? ohh iya aku sampai melupakan hal penting itu. Umurku sekarang sudah 25 tahun, sudah cukup untuk menikah, sayangnya aku tidak memiliki calon.

Dering ponselku membuatku tersadar dari lamunan. "Assalamualaikum, kenapa Ri?"

"Waalaikumsalam, Al.. si Ara lagi sama lo nggak? dia ngambek tuh.." ucap Rion. Aku menggelengkan kepala, benarkan.

"Ya.. dia sedang tidur,"

"ASTAGA!!! bisa gila gue punya calon istri kalo ngambek pasti lari terus ke mantan pacarnya." Suara Rion membuatku menjauhkan ponsel dari telingaku.

"Jemput dia Ri, gue lagi sibuk."

"Iya.. lima menit lagi gue sampe," ucap Rion. Aku segera mematikan telepon dan memakan bekal yang tadi dibawa Ara.

Makanan ini enak. Aku suka makanan yang Ara masak, yahh Ara memang sering kemari untuk membawakanku makanan. Jangan bertanya bagaimana dengan Rion. Haha Rion sangat kesal setiap kali Ara bersikap perhatian padaku.

Ketika sedang asik makan Rion datang dengan wajah berkeringat, sepertinya ia kelelahan.

"Abis lomba lari dimana lo?" ledekku. Seketika itu juga sebuah bantal menerjang wajahku. Aku terkekeh geli "Sial lo!! udah sana bawa pulang Ara,"

"Iye.." jawab Rion. Ia berjongkok di dekat Ara "Kamu tu bikin aku panik, kalau kita udah nikah aku kurung kamu dirumah biar nggak kabur-kabur."

Aku tersenyum melihat mereka. Aku tau Rion sangat mencintai Ara, begitu juga dengan Ara. Aku senang mendengar kabar hubungan mereka sepulang dari Amerika.

Kami sudah bisa menerima kepergian Sean dan Vano, kehidupan kami kembali seperti biasa, meskipun rasanya tetap berbeda, seperti ada yang kurang.

Ara terbangun, ia menatap sebal Rion. Dan terjadilah perdebatan alot antara mereka. Hehh, dasar, bagaimana aku bisa bekerja dengan kondisi ruanganku seperti suasana rapat kenaikan bbm, penuh dengan perdebatan.

Aku menggelengkan kepala, mencoba fokus pada berkas-berkas dan mengabaikan kedua orang menyebalkan ini.

Ara menghampiriku "Al... bilangin sama Rion dong, aku males ngomong sama dia,"

Aku menghela nafas, sudah cukup "Ara.. kamu ajak Rion makan siang aja.. terus baru deh ngomong berdua, aku mau kerja, kamu liat? banyak berkas yang belum selesai aku baca,"

Ara menghentakkan kakinya kesal dan pergi keluar ruangan dan disusul oleh Rion "Ohhh.. syukurlah.." haha akhirnya kedua pengganggu itu pergi.

------

Lili POV

Aku mengompres kening pria ini. Clara sudah tidur dari tadi, huhh tidak apa-apa mungkin dia kelelahan.

Aku mendengar pria ini beberapa kali mengigaw. Dasar, menyusahkan sekali sih. Ini sudah pukul lima pagi, aku memutuskan untuk menunaikan kewajibanku.

Seusai solat subuh aku teringat sesuatu, kutepuk keningku berkali-kali "Gawat...aku lupa mengabari daddy, aishh kenapa aku masih pelupa," aku merutuki kebodohanku. Daddy pasti panik, aku merasa bersalah sekali. Ini semua karena pria itu.

Aku bergegas menghampiri Clara namun saat aku kembali yang kulihat adalah Clara sedang bicara dengan pria itu. Baguslah pria itu sudah bangun.

Aku berdeham agar mereka menoleh padaku.

"Nahh ini Lili sahabatku, dia yang merawatmu dari semalam, kau demam," jelas Clara.

Aku menoleh pada pria itu dan melihat matanya, biru, tunggu dulu, sepertinya aku pernah mengalami ini.

"Hay sapaku, kau sudah sadar jadi kami berdua bisa pulang, jangan mabuk lagi, itu bisa membahayakan dirimu sendiri," ucapku. Pria itu masih diam memandangku, aku mengerutkan kening, kuraba wajahku, apakah wajahku aneh "Emm sorry, something wrong with me?" tanyaku. aku sudah jengah ditatap seperti itu.

Ia gelagapan mendengar pertanyaanku "Ohh no.. everything is okay, hanya saja sepertinya aku pernah bertemu denganmu,"

"Benarkah? kalau begitu mungkin kau salah, aku baru saja melihatmu kemarin," balasku. Aku berpaling pada Clara "Ayo.. aku harus pulang, dad pasti khawatir,"

"Heyy terima kasih ya.. namaku Darren, kau?"

"Aku Lili," setelah mengucapkan itu aku langsung pergi dengan Clara.

Selama perjalanan kerumahku yang kurasakan hanya rasa bersalah. Tidak, aku tidak boleh tertekan, keadaanku bisa memburuk kembali. Aku berusaha untuk tenang.

Penyakitku waktu itu membuat aku tidak bisa tertekan karena jika itu terjadi kepalaku akan sakit dan gejala-gejala yang dulu akan muncul namun tidak lama.

Aku tiba di rumah. Kusuruh Clara untuk cepat pulang. Aku masuk dengan tertatih karena kakiku mulai terasa kaku. Gawat, daddy tidak boleh melihatku begini. Yaa dad tidak tau bahwa semuanya belum hilang. Jika daddy tau, pasti aku tidak boleh melakukan aktivitas di luar.

Daddy yang melihatku masuk rumah langsung memelukku. Astaga, dad nampak sangat kacau, pasti ia tidak tidur.

"Lil.. kau dari mana saja? dad hampir gila.. Alhamdulillah kau pulang," ucap daddy. Ia mencium keningku berkali-kali. Dad terdiam, aku melihatnya sedang menyipitkan mata "Kau mabuk?" pertanyaan itu membuatku melebarkan mata.

"A-apa maksud daddy?" tanyaku gugup. Aku memang ke bar semalam tapi sungguh aku tidak minum sama sekali.

"Dari mana kau semalam?" tanya daddy dengan suara datar. "Kenapa kau bau alkohol? apa dad pernah mengajarimu mabuk?" daddy menggelengkan kepala "Dad kecewa padamu.." ucapnya sebelum pergi meninggalkan aku.

Mata daddy benar-benar menunjukkan kekecewaannya. Aku menangis, yaa ini memang salahku, aku lupa, seharusnya aku meminjam baju Clara sebelum pulang. Darren, baru pertama kali bertemu dengannya saja aku sudah sesial ini, ohh semoga aku tidak bertemu dengannya lagi.

Sekarang aku harus bagaimana, daddy marah padaku.

Bi Novi menghampiriku "Non Lili, kemana aja? pak Ares panik sekali semalam,"

Aku semakin merasa bersalah, "Dari rumah teman bi, aku lupa mengabari dad,"

Bi Novi mengangguk, ia mengerti kondisiku. Aku memeluknya dan menangis. Nanti aku akan jelaskan semuanya pada daddy.

Sorenya dad masih diam padaku tapi ia tetap menyiapkan makan untukku.

"Makanlah," ucapnya. Aku mengangguk dan mengambil sendok, namun segera kutarik lagi tanganku. Bergetar, tanganku pasti tidak bisa memegang sendok dengan benar. Semoga dad tidak menyadari itu.

"Kenapa tidak dimakan? apa yang kau sembunyikan di tanganmu?" tanya daddy secara beruntun. Aku memang menyembunyikan tanganku, aisshh kenapa dad bisa tau secepat itu. Dad menarik tanganku, matanya melebar melihat tanganku yang bergetar "Tanganmu? kenapa kau tidak cerita??" dad langsung mengeluarkan ponselnya.

"Daddy.. jangan hubungi dokter Raphael.. Lil tidak apa-apa," tidak, aku tidak mau disuruh terapi dan minum obat lagi. Itu menyakitkan.

"Tidak apa-apa bagaimana??? nanti sore kita..."

"Daddy Lil baik-baik saja.." aku segera memotong ucapan daddy. "Lil hanya sedang tertekan, nanti Lil akan pulih kembali,"

Dad mengelus rambutku "Kau yakin? maafkan daddy jika dad membuatmu tertekan."

Aku menggelengkan kepalaku "Lil yang salah dad, Lil ingin cerita soal kemarin agar tidak ada kesalah pahaman lagi,"

Aku menceritakan semua, aku juga meminta maaf karena pergi ke bar tanpa seizin daddy. Dad menghela nafasnya, ia memaafkan aku dengan syarat, tidak ada bar lagi. Yahh aku memang tidak ingin pergi ketempat itu lagi.

"Yasudah, sekarang Lil makan, biar dad yang menyuapi," mendengar ucapan daddy aku langsung mengangguk dengan antusias.

Keesokan harinya dad mengantarku kuliah. Ia tidak ingin aku pergi kemana-mana dan aku menurutinya.

Aku pamit pada dad sebelum turun dari mobil. Dad memberikan beberapa pesan, aku memutar bola mata, sampai kapan aku diperlakukan seperti anak tk.

Aku berjalan kearah perpustakaan. Ada beberapa buku yang harus kupinjam untuk bahan skripsiku. Di sana aku melihat Josh, ia sahabatku juga selain Clara.

Aku berjalan secara perlahan kemudian langsung memeluknya dari belakang. Ia berteriak kaget dan aku tertawa puas.

"Lili!!! sudah kubilang jangan peluk-peluk," gerutunya. Aku masih tertawa, haha iya, ia tidak suka dipeluk oleh perempuan, hemm ia gay.

"Haha, kau ini kapan normalnya? akukan menyukaimu.." gurauku. Ia menjitak kepalaku.

"Bodoh, kau bukan tipeku," ucapnya dengan sombong. Aku mencibir kearahnya, kulingkarkan tanganku di tangannya yang kekar. Josh memang gay tapi orang tidak akan tau dari penampilannya, karena Josh benar-benar seperti pria normal. Aku saja menyukainya dulu sebelum aku tau dia gay.

Ia melingkarkan tangannya dipinggangku, kami memang seperti ini. Semua orang mengira aku berpacaran dengan Josh, tidak apa-apa, lagi pula Josh tampan, baik dan pintar jadi tidak ada ruginya.

"Josh.. aku ingin cerita, ayo kita ke cafe," ajakku. Meminjam bukunya nanti saja deh, cerita dengan Josh lebih menarik dari pada buku-buku tebal itu.

"Baiklah, ayoo," kami berjalan bersama. Jika Josh bukan gay mungkin aku akan sangat menyukainya. Ia pria yang benar-benar baik.

**********

Nahh aku update cepet yaa...

Inget Darren nggak???
Hayo... coba inget2.. ada di Love you daddy tuh, tapi cuma sekilas.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top