29. Banyu : Bima-la
I dedicated this part for my friend kakadimaa. Thanks buat referensi About Death-nya, meski cuma komik, tapi lumayan kasih pencerahan. Semoga sih nggak aneh. Happy reading😊
____________________________________________
A thousand times we die in one life,
we crumble, break, and tear apart
until the layers of illusion are burned away
and all that is left,
is the truth of who and what we really are.
Saat usia kami tujuh tahun, aku dan Bima menemukan sebuah kardus lemari es di dalam gudang. Kami menyeretnya keluar dan menggunakannya sebagai mainan. Aku pernah masuk ke dalam kardus itu, berpura-pura seolah aku sedang berada di sebuah gua yang sempit dan gelap. Aku ingat bagaimana pengapnya di dalam sana. Tapi aku tahu, aku harus bertahan selama mungkin karena somehow aku senang menyelimuti diriku sendiri dengan kegelapan.
Dan inilah yang kurasakan saat aku membuka mata.
Aku seperti terkunci dalam sebuah kotak. Seolah khusus dibuat untukku, kotak itu begitu pas hingga ke jari tangan dan kaki. Sebuah kotak transparan aneh yang membuatku bisa melihat dan mendengar semua yang terjadi di sekeliling, tapi aku malah tidak bisa mendengar suaraku sendiri. Bahkan lebih buruk lagi, aku bahkan tidak bisa menggerakkan bibirku. Semua yang ingin kukatakan, hanya tersumbat di tenggorokan. Sewaktu perlahan kesadaranku mulai kembali, aku tahu kalau aku bukan hanya terperangkap, seluruh tubuhku pun terasa seperti dipasung di dalamnya.
Lalu tiba-tiba aku merasa seperti tubuhku tertarik sesuatu. Sentakannya kuat dan tidak bisa kulawan. Seperti vacuum besar yang menyedot debu-debu halus, aku terisap masuk ke dalamnya. Merasakan sesuatu dalam diriku meledak, menghancurkanku menjadi butiran-butiran kecil yang teraduk-aduk dengan sensasi luar biasa menyakitkan.
Aku mati. Aku pasti mati.
Setelah proses menyakitkan itu, aku terlempar dan mendarat di sebuah tempat yang membuatku memicingkan mata karena cahaya yang menyilaukan. Sekelilingku; atas, bawah, depan, belakang, semua berwarna putih. Aku bahkan tidak tahu materi apa yang kupijak. Butuh beberapa saat sampai akhirnya aku bisa merasakan kaki dan tanganku yang tadinya kebas, lalu menggerakannya.
Tempat apa ini. Aku bertanya dalam hati. Tidak yakin kepada siapa pertanyaan itu harus kusampaikan.
"Lo nggak seharusnya ada di sini, Banyu."
Kupingku menegang mendengar suara itu. Suara yang selalu menghantuiku, yang selalu mengacaukan pikiranku. Aku berbalik tapi tidak menemukan siapa pun. Mataku berputar, mencoba mencari sumber suara dengan kalap.
"Lo harus pergi dari sini!"
Aku memutar tubuhku sekali lagi dan menemukannya. Dia berdiri tegak di depanku, muncul tiba-tiba seperti ... hantu? Wajahnya sama sekali tidak berubah, masih sama seperti terakhir kali aku melihatnya.
"Bima...," panggilku pelan.
Bima yang mengenakan pakaian serba putih, tersenyum saat melihatku. Refleks aku melihat tubuhku sendiri dan menyadari bahwa aku juga mengenakan pakaian yang sama.
"Is it a wonderland or something?" gurauku membuat Bima terkekeh.
Tanganku bergerak meraih tubuhnya, tapi Bima seolah terbuat dari sesuatu yang tak bisa kusentuh. Aku mencoba lagi, dan selalu berakhir dengan tanganku yang menembus tubuhnya.
"Just stop it, Bay" pintanya sambil menahan geli melihat tingkahku.
Aku mengedarkan pandangan, menyapu tempat ini sekali lagi, tapi tidak ada yang berubah. Aku tetap tak punya ide, tempat macam apa yang kudatangi sekarang. Man, aku bahkan tidak tahu bagaimana bisa berada di sini.
"Kok gue bisa ada di sini?" tanyaku heran. Aku pasti seperti orang linglung sekarang.
"Mungkin karena jauh di dalam hati lo, lo pengin ke sini, Bay."
Dahiku berkerut, tidak mengerti maksud kata-kata Bima. Dia tersenyum lagi melihat wajahku yang kebingungan. "Gue nggak ngerti, Bim."
"Kalau gitu, berhenti mencari, Banyu."
"Tapi gue nggak—"
"Semua yang lo butuh, semua jawaban yang ingin lo tahu, udah ada di dalam." Bima mengangkat tangannya dan menunjuk ke arahku, ke dadaku.
"Gue udah mati ya?" Kali ini Bima tertawa, sangat keras.
"Tergantung gimana lo mendefinisikan mati itu sendiri, Bay."
Sial. Ini membuatku bingung. Sejak kapan Bima suka bicara dengan gaya berputar-putar seperti ini? Eh wait, kami kan jarang bicara. "Terus kenapa gue bisa ada di sini dan ... ketemu sama lo?"
Bima menatapku tajam, "karena gue nggak pernah pergi, Bay. Gue masih ada, di semua tempat yang lo datangi. Selama lo nggak melepas gue untuk pergi, gue akan tetep ada."
Aku membisu mendengar kata-katanya. Aku menahannya? Itukah yang dia maksud? Gosh, kakak kembarku ini pasti bercanda. Aku, dengan cara apa pun justru ingin lepas dari bayang-bayangnya.
"Gue harus pergi, dan lo juga harus keluar dari sini sekarang!"
Menyadari bahwa dia mungkin akan meninggalkanku sendirian di sini, membuat rasa panik langsung menyerang. Yang benar saja. Kalau aku tahu caranya, aku pasti sudah pergi dari tempat aneh ini. "No, don't leave me, Bim. Gue mohon," rengekku.
"I'm sorry, Bay, but I have to."
Tiba-tiba sekelilingku menggelap. Langit yang semula berwarna putih menyilaukan, mendadak berubah menjadi hitam. Aku semakin panik, tidak tahu harus berbuat apa.
"Bim, gue mohon. Jangan tinggalin gue sendirian di sini. Gue minta maaf buat semua yang udah gue lakuin, tapi jangan tinggalin gue. Atau ... lo mau ke mana? Gue ikut sama lo." Aku memohon yang membuatnya kembali tersenyum geli.
"Gue udah maafin lo, Bay. Tapi lo tetap nggak bisa. Tempat lo bukan di sini, bukan sekarang."
Perlahan Bima menjauh dari hadapanku. Aku berusaha mengejarnya tapi aku tidak bisa menggerakkan kakiku. Rasanya seperti terpasung, tertahan dengan kuat oleh sesuatu yang tak kasatmata.
"Bim! I have no fucking idea to get out of here," teriakku.
"Belum saatnya...."
Hanya itu yang samar terdengar bersamaan dengan menghilangnya Bima dari pandangan. Sial, aku ingin menangis. Aku bahkan tidak tahu kenapa tapi ... aku merindukannya. Entah datang dari mana, penyesalan mulai menguasai hatiku dan rasa bersalah menghajarku tanpa ampun. Air mataku mengalir, merasakan panas yang kini mulai merambat, menggarang semua rasa sakit yang bertahun-tahun kurasakan.
Mendadak, sensasi menyakitkan itu kurasakan lagi. Sesuatu di dalam tubuhku kembali meledak dan menghancurkanku. Membuatku merasa seperti cucian kotor yang diaduk di dalam mesin cuci. Diputar, digiling tanpa mampu melawan.
Sekali lagi, badanku terhempas. Mengembalikanku ke dalam ... kotak kaca!
Belum hilang sakit yang kurasakan di sekujur tubuh, aku kembali diserang ngilu dan sesak di dada. Sekuat apa pun aku berusaha menarik napas, oksigen seperti menjauh dariku. Napasku semakin berat dan seluruh tubuhku terasa terbakar.
Jika ini adalah proses kematian dalam definisi makhluk bernapas, aku pasti menuju ke sana.
Perlahan, kesadaran mulai menyerangku bertubi-tubi. Penglihatanku yang semula kabur, kembali jelas seiring dengan kaki dan tanganku yang tidak bisa kukendalikan. Tubuhku bergetar hebat, di dalam kotak kaca.
Kukumpulkan semua tenaga, berusaha mengeluarkan suara yang tersangkut di tenggorokan, mencoba menyadarkan mereka, semua orang di ruangan bercat putih yang kini bisa kulihat dengan jelas bahwa aku ada.
Kini tubuhku bukan hanya dipenuhi rasa sakit, tapi juga hatiku. Seperti ada sembilu yang menggoresnya perlahan, meninggalkan perih menyiksa saat aku melihat wajah seseorang. Wajah yang kurindukan, yang di sana selalu kutemukan kedamaian. Wajah cantik yang kini dipenuhi air mata. Dalam gerakan lambat, dia berteriak histeris seolah malaikat kematian baru saja menampakkan wujud di hadapannya.
Sebuah sentakan keras membuat dadaku kembali terbakar. Perempuan itu kembali menjerit saat beberapa orang berseragam biru muda menghalaunya yang berusaha mendekat.
Aku harus melakukan sesuatu. Apa pun.
Sentakan itu kurasakan sekali lagi dan kali ini membuat seluruh tubuhku terasa lemas. Aku seperti onggokan daging tanpa tulang yang bahkan tidak bisa merasakan apa pun lagi. Sebelum kegelapan kembali menyelimuti, untuk terakhir kali, kulihat tangis perempuan itu meledak bersamaan dengan bayangannya yang meninggalkan ruangan. Meninggalkanku.
Bimala.... Para manusia kerdil di kepala, membisikkan namanya. Pelan.
____________________________________________
Pheeew, aneh gak sih😑 Saya baca-baca kisah dan beberapa artikel soal NDE (near death experience) tapi masih nggak tahu beneran kayak gini apa nggak. Belum pernah soalnyaa 🙈🙈 dan gak mau juga.
Anyway, thanks buat yang bertahan sampai sejauh ini. It means a lot 😘😘
-o0o-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top