Kemarahan
"Kapan kalian akan memberikan kami cucu?"
Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Nyonya Daesung, ibu Ryu.
Kini, Ryu dan Alisha sedang menikmati pagi hari saat weekend bersama kedua orang tua Ryu sambil meminum teh di ruang khusu bersantai. Ada pemandangan lautan yang begitu indah tidak jauh dari sana.
Alisha meneguk saliva gugup, itu adalah pertanyaan teranker yang ingin ia hindari. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan mertuanya lantaran menurutnya, memiliki seorang anak adalah karunia dari Tuhan. Jadi, tidak ada yang bisa memprediksi, dan menentukan itu sendiri.
Sama dengan Alisha, Ryu juga bingung akan menjawab seperti apa. Selama ini ia dan Alisha sudah melakukan yang terbaik. Namun, hasilnya juga masih nihil.
"Apa kau menjaga pola hidupmu, Alisha?" tanya Nyonya Daesung sekali lagi.
Alisha mengangguk. Selama ia tinggal di mansion Ryu, ia selalu memakan makanan sehat, karena Bi Mirang juga selalu merawatnya. Setiap hari, ia akan berlari di sekitar mansion untuk melatih kebugarannya, dan ia juga terkadang sedikit berolahraga.
"Bagaimana dengan konsultasi ke dokter kandungan?"
Ryu menunduk, ia tidak pernah membawa Alisha ke dokter karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Apa ia pantas disebut suami yang baik?
"Apa itu harus dilakukan?" tanya Alisha.
"Ya, itu harus. Ryu, bawa Alisha ke dokter kandungan hari ini," titah Nyonya Daesung.
Ryu mengangguk menyetujui perintah ibunya. "Kenapa kita tidak mengundanh dokter itu saja ke sini?"
Ayah Ryu menggeleng tidak menyetujui saran putranya. "Apa kau berencana mengurung Alisha di sini? Setelah ke dokter kau bawalah istrimu jalan-jalan, jangan terlalu menekannya."
Alisha berbinar mendengar ucapan ayah mertuanya. Sudah lama ia tidak pergi berdua saja bersama Ryu, suaminya itu selalu sibuk dengan pekerjaan. Walaupun Alisha tidak pernah mengeluh tentang semuanya, karena semua yang ia butuhkan langsung di datangkan langsung ke mansion.
"Baiklah," ujar Ryu.
Mendengar persetujuan Ryu, Alisha bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan ruangan itu setelah pamit kepada mertuanya.
°°°
Di dalam kamar, Alisha mengeluarkan semua isi lemarinya. Memilih pakaian yang cocok untuk ia pakai. Ia merasa seperti dulu lagi, sebelum Ryu menikahinya, Pria itu sering mengajaknya mengelilingi kota Seoul. Perasaan itu sama, begitu bahagia.
"Jangan berdandan terlalu cantik," ucap Ryu yang kini sudah berdiri di belakang pintu, bersandar du dinding dengan kedua tangan yang dilipat di dada.
"Kenapa?" tanya Alisha tanpa menoleh, dan masih sibuk memilih pakaian.
"Kau miliku. Tidak ada yang boleh menikmati kecantikanmu, selain aku," ujar Ryu kemudian melangkah mendekati Alisha. "Sekalia kita akan ke dokter kulit, bagaimana dengan pergelangan tanganmu?"
Alisha menghentikan aktivitasnya. Menarik hoodie panjangnya hingga menutupi pergelangan tangannya. "Tidak usah ke dokter, Bi Mirang sudah memberikanku salep ampuh penghilang bekas."
Ryu membalikan badan Alisha, memegang tangan Alisha. Membuka hoodie Alisha yang menutupi pergelangan tangan istrinya. Kemudian mengecup pelan perban yang menutupi luka itu. "Walaupun kamu sudah tidak merasakan sakit, tetap saja aku harus mengetahui keadaanmu sebenarnya."
"Oke ... Setelah kita jalan-jalan tapi ya," ujar Alisha seraya menarik napasnya dalam.
Sekarang ia hanya bisa berpikir untuk meghindari Ryu yang akan mencari tahu tentang lukanya, ia berencana akan mengajak Ryu keliling sampai kelelahan, dan Ryu pasti akan melupakan itu.
"Baiklah ... Aku mencintaimu, dan aku percaya padamu," ucap Ryu dan memeluk Alisha sekilas. Kemudian pergi mmeberikan ruang untuk istrinya ganti baju.
Mendengar ungkapan Ryu baru saja membuat hati Alisha menghangat. Seharusnya ia menjaga kepercayaan suaminya.
°°°
Alisha ke luar kamar dengan tampilan begitu sederhana. Namun masih memancarkan aura kecantikannya. Dres hitam selutut yang dipadukan dengan outher cokelat begitu mempesona di badan Alisha. Wanita itu juga memakai sepatu dengan hak yang tidak terlalu tinggi. Dan ia hanya memakai sedikit polesan di wajahnya agar tidak terlihat pucat.
Alisha berjalan menuruni tangga seraya memakai tas selempangnya, kemudian memanggil suaminya yang tengah duduk asik meminum kopi dengan koran di tangannya.
Tidak butuh waktu lama untuk Ryu bersiap-siap, lima menit sebelum Alisha selesai berdandan. Ryu sudah dulu berganti pakaian santai.
Mereka berdua bergandengan tangan ke luar dari mansion. Menemui Ibu Ryu yang ada di taman tengah berbincang di telepon bersama temannya. Meminta izin sebentar kemudian pergi ke mobil yang sudah di sediakan supir.
Hari ini, Ryu sengaja akan menyetir sendiri. Memberikan luang untuk dirinya agar berdua saja dengan sang istri tercinta.
Sebelum mulai mengendarai mobilnya, Ryu selalu mementingkan keadaan Alisha. Memasangkan sabuk pengaman, serta mencium tangan istrinya terlebih dahulu. Terkadang di tengah perjalanan pun, Ryu sering mencuri-curi kesempatan untuk mengusap dan menggengam tangan Alisha dengan satu tangan, dan satu tangannya lagi mengendalikan setang mobil.
"Kita akan ke mana terlebih dahulu, Sayang?" tanya Ryu melirik sekilas ke arah Alisha.
"Dokter sepesialis kandungan dulu. Seperti perintah ibumu," sahut Alisha. Wanita itu kemudian membuka jendepa mobilnya, melihat pemandangan di sekitar mansion Ryu. "Setelah itu aku ingin ke pantai, dekat mansion kita."
Ryu mengangguk kemudian berucap, "Baiklah istriku, apa pun keinginanmu."
Mobil yang dikendarai Ryu melaju sedikit lebih cepat. Menyalip beberapa mobil di depannya dengan lihai.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di pisat kota. Ryu kembali mengendarai mobilnya dengan cepat membelah kota yang lumayan padat, mungkin karena ini akhir pekan.
°°°
"Anda harus rutin meminum suplemen, Nyonya."
Sekarang, Alisha dan Ryu sudah duduk di ruangan dokter wanita yang beberapa menit lalu memeriksa Alisha.
Bukan hanya Alisha yang di cek keadaannya, Ryu juga ikut terseret untuk di periksa juga.
"Dan Anda, Tuan. Jangan terlalu sering tidur lebih dari tengah malam. Benih yang Anda tanam di rahim Alsiha akan kurang bekerja jika itu terus terjadi," ujar Dokter Im. Kemudian memberikan resep obat juga untuk Ryu agar benih yang di keluarkan Ryu berkuakitas bagus.
"Terima kasih, Dok," ucap Alisha dan Ryu secara bersamaan, kemudian pergi pamit dari sana.
Ryu menutup pintu, dan meminta maaf kepada Alisha. "Mungkin penyebab kamu tidak cepat hamil juga karenaku. Maafkan aku ya, karena terus bekerja hingga larut."
Alisha tertawa melihat tingkah menggemaskan Ryu. Baru kali ini Alisha melihat Ryu begitu menyesali sesuatu sampai akan menangis.
"Tidak apa-apa, Sayang. Mungkin kita belum di takdirkan memiliki anak oleh Tuhan," ujar Alisha.
"Mumpung kita masih di rumah sakit, bagaimana kalau sekalian mengecek keadaan tanganmu," ucap Ryu.
Mendengar ajakan Ryu membuat Alisha gugup kembali. Apa yang akan ia lakukan sekarang? Salep penghilang luka yang diberikan Bi Mirang juga akan bereaksi setelah tiga hari.
Apa seharusnya Alisha jujur saja dengan apa yabg terjadi padanya kemarin?
"Baiklah," sahut Alisha. Kemudian menatap kedua manik cokelat pria itu. "Tapi bolehkah aku meminta sesuatu drimu?"
Dahi Ryu mengernyit. Sepertinya ia sadar dengan tingkah laku Alisha. "Apa ada yang kamu sembunyikan dariku?" tanyanya.
"Aku ingin kamu mengontrol emosi jika ada sesuatu yang dikatakan dokter," ujar Alisha yang membuat Ryu semakin yakin ada sesuatu yang ia tidak ketahui.
"Jelaskan sekarang juga, sebenarnya apa yang terjadi padamu!" desis Ryu seraya memegang kedua pundak Alisha.
Alisha sadar, ia tidak seharusnya menyembunyikan ini semua dari suaminya. Ryu berhak tahu, dan Alisha tidak takut dengan ancaman Reiga. Yang Alisha takutkan adalah, Ryu akan melukai seseorang lagi.
Dengan perlahan, Alisha membuka perban di tangannya. Memperlihatkan bekas luka membiru pada pergelangan tangannya.
Ryu paham dengan luka itu, ia juga pernah menyebabkan Alisha mengalami luka seperti itu dulu ketika emosinya tidak terkontrol.
"Siapa yang melakukan ini?" tanya Ryu penuh amarah. "Siapa yang melukaimu, jawab!"
Semua orang yang ada di sekitar mereka pun ikut kaget dengan suara keras Ryu.
Alisha menunduk tidak berani menatap Ryu lagi. Ia tahu, Ryu akan bereaksi seperti ini. Apa yang harus ia lakukan untuk mengontrol emosi suaminya?
"Apa Reiga yang melakukannya?"
Alisha masih terus diam tak bersuara.
"Jawab, Alisha!" desis Ryu sekali lagi. "Diammu aku anggap sebagai iya."
Ryu kemudian melangkah meninggalkan Alisha sendirian di depan pintu.
"Bukankah tujuanmu mengobati lukaku ke dokter?"
Ryu menghentikan langkahnya, dan menoleh ke belakang. Benar, apa yang dikatakan Alisha itu benar. Tujuan utamanya adalah membawa Alisha ke dokter untuk memeriksa keadaan wanita itu. Namun, kenapa Ryu malah mengikuti amarahnya, dan akan meninggalkan Alisha sendiri di sini.
Akhirnya, Ryu mengurungkan niatnya untuk memberi pelajaran Reiga. Ia harus memprioritaskan istrinya terlebih dahulu. Masalah Reiga biar waktu yang menjawab akan terjadi seperti apa pria itu karena menyakiti wanita milik Ryu.
"Baiklah, ayo kita lihat keadaan tanganmu. Apa Reiga menyakitimu selain di tangan?" tanya Ryu penuh kekhawatiran.
Ryu sadar, mungkin Reiga sebenarnya masih mecintai Alisha. Atau mungkin Reiga ingin menghancurkan pernikahannya, dan membalas dendam.
Ryu mengingat dulu ia juga menghancurkan karir Reiga hingga membuat pria itu kehilangan semuanya. Namun, Ryu juga sudah membantu Reiga mendapat pekerjaan kembali, dengan menyuruh pria itu bekerja dengan ayahnya di luar Negeri. Walaupun niat awal Ryu hanya ingin memisahkan Reiga dengan Alisha. Tetap saja, Reiga sendiri yang setuju meninggalkan Alisha dan memilih bekerja dengan ayah Ryu.
"Apa kau akan membalas Reiga?" tanya Alisha. "Ku mohon, jangan menyakiti siapa pun, ada orang tuamu di rumah. Jangan sampai mereka kecewa padamu."
"Aku tidak peduli itu. Mereka harus tahu, Reiga tidak sebaik yang mereka kira," ujar Ryu.
"Bukankah kamu sendiri yang mengirim Reiga bekerja dengan ayahmu?" tanya Alisha seraya menggenggam tangan suaminya.
"Aku kira Reiga tidak mampu bekerja dengan ayahku. Tapi ternyata salah, pria itu lebih pintar dari yang aku kira," ucap Ryu.
Mereka berdua berjalan beriringan sambil bercerita masa lalu mereka. Alisha berniat mengendalikan emosi Ryu terlebih dahulu, dan menenangkan suaminya itu agar tidak ada keributan setelah ini.
To be continued...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top