Prolog
MOHON REFRESH DULU KRN INI BAB REPUBLISH DGN PART TAMBAHAN, SEGERA LAKUKAN DRPD CPT2 COMMENT BERANTAKAN DLL... THX SDH BCA...
Mata cokelat Alby memandang nanar cup yang sengaja ditinggal oleh sang empunya, awalnya mata Alby terlalu fokus dengan sosok wanita yang berlalu masuk ke ruang ICU di belakang sana. Menyisakan tatapan kesal yang menusuk hingga ke bagian terdalam dari hati Alby, Alby sengaja tidak mengalihkan pandangannya, menunggu hingga wanita itu benar-benar masuk ke dalam sana dan tidak tahu apa yang akan Alby lakukan selanjutnya. Merasa keadaan sudah cukup aman, Alby meraih cup kopi belambang coffee shop ternama. Alby memandangi cup kopi itu lamat-lamat, lalu perlahan memajukan cup itu mendekat ke arah bibirnya, sejurus kemudian bibirnya sudah mendarat mulus di atas sedotan. Alby memejamkan mata sebentar, merasakan jejak hangat yang tertinggal dari bibir sang wanita.
*****
"Aku akan siap membantumu, kapan pun kamu membuntuhkan aku. Aku pasti siap..." Alby melemparkan pandangan cukup intens pada wanita yang sedang duduk di sampingnya. "Maksud aku..." Alby menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan, dia terdiam sesaat, menimbang akan melanjutkan ucapannya atau tidak. "Aku dan Mas Diaz memeiliki gen yang sama, jika memang membutuhkan. Ya—kamu tahu kan, 'sumbangan'. Aku sukarela akan membantumu."
"Sumbangan?" tanya wanita itu tidak percaya, suaranya meninggi, dia sibuk menggeleng dengan raut wajah tidak percaya Alby mengatakan hal itu padanya.
"Ah, aku nggak berniat bercinta sama kamu. Sungguh, maksudku... Bayi tabung, inseminasi buatan. Itu—"
Wanita itu berdiri secara tiba-tiba, meninggalkan cup kopi yang dibawakan Alby untuknya.
"Akhiri omong kosong ini," sentaknya dengan suara dingin. "Aku dan Diaz akan lalui semua ini bersama. Aku memang ingin hamil, tapi aku mau benih dari Diaz. Bukan dari kamu, adiknya. Kalau aku melakukan seperti yang kamu katakan, secara tidak langsung aku telah mengkhianati Diaz."
Puas mengatakan yang ada dipikirannya, wanita itu buru-buru masuk kembali ke dalam ruangan.
****
Alby masih memejamkan matanya, mengulang kembali adegan yang baru terjadi beberapa menit lalu. Alby membuka matanya, menjauhkan cup kopi dari bibirnya. Merasa tidak ada hal lain yang bisa lakukan, dia bangun dari kursi besi yang disediakan pihak rumah sakit untuk pengunjung.
"Lo selalu mendapatkan yang terbaik, Mas," bisik Alby dengan lirih.
Kakinya berjalan menuju tempat sampah besi, dengan gesit Alby memasukkan cup kopi tersebut ke tempat sampah. Seakan dengan dia membuang cup itu, segala asa yang ada di dalam hatinya ikut terbuang ke tempat sampah.
Alby memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana bahannya, berjalan meninggalkan ruang rawat satu-satunya kakak lelaki yang dia punya. Kakak lelaki kandung, kalau sepupu lelaki yang kebetulan lebih tua dari dia, Alby memiliki dua.
Alby berjalan dengan langkah ringan, mengabaikan jika pesonanya telah menghipnotis para kaum hawa yang ada di sekitarnya. Lihat saja, beberapa mata suster wanita yang berjaga dan para pengunjung wanita, diam-diam melirik ke arah Alby. Memperhatikan cara Alby berjalan, mengamati punggung pelukable dan bokong tepokable milik Alby, bahkan menilai betapa sempurnannya sosok Alby.
Tinggi 185 cm, khas pria dengan garis keturunan campuran bule.
Gagah, perhatikan saja tubuhnya yang atletis itu. Walaupun tertutup kemeja lengan panjang, namun garis-garis otot tangan maupun perutnya tercetak jelas pada kemeja yang dia pakai.
Tulang rahang kuat yang dihiasi bakal rambut halus.
Wajah tampan ala-ala artis hollywood dengan aura dingin.
Semua yang ada dalam diri Alby membuat para wanita berpikir tentang apa yang menarik perhatian Alby dan segera membuat permohonan agar menjadi salah satu yang menarik perhatian Alby.
Yah, Alby sempurna. Wajah, isi dompet, pekerjaan, hidup pria itu sempurna. Kecuali satu, hatinya. Tidak sempurna. Cacat. Berkarat.
"Sepertinya masih banyak deh wanita cantik di luar sana. Kenapa matamu harus tertuju pada wanita yang sudah jatuh ke dalam pelukkan Diaz?" Entah darimana datangnya si pemilik suara, tiba-tiba dia sudah berjalan sejajar dengan Alby. Memasang wajah mengejek, seperti yang sering dia tujukan untuk Alby sejak dua tahun lalu. "Dia itu wanita yang sudah menyandang nama Bagaskara, dia istri loh, I-S-T-R-I.. Dari Ardiaz Bagaskara Mas-mu, Alby Bagaskara."
Alby menghentikan langkahnya secara tiba-tiba, Alby menoleh, sorot matanya tajam sekaligus dingin. Rasa kesal terpancar jelas dari pandangan Alby, seakan sedang bertanya. 'Kamu siapa? Kamu tidak berhak mengomentari hidupku...'
"Apa yang membuatmu ke sini? Apa kamu nggak ada pekerjaan lain, selain mengekor kemanapun aku pergi?" Alby memosisikan tubuhnya berhadapan dengan si sumber kekesalannya.
"Ck! Ini aku sedang bekerja," jawabnya enteng. Kedua bahu rampingnya terangkat cepat, matanya mengadu dengan mata Alby. Semakin mempertegas ejekannya kepada Alby.
Alby menggeleng tak percaya. "Jadi kamu sengaja mengikutiku hanya untuk mencari berita? Apa yang ingin kamu tulis untuk headeline majalahmu itu?" Alby masih mengarahkan pandangannya lurus, sementara yang ditanya memilih untuk mengedarkan pandangannya ke segala arah. "Jawab, Kania Anandhita Atmadja!"
Alby kehilangan kesabaran, dengan kasar meraih ujung siku wanita bernama Kania itu dan memaksa Kania mau menatapnya. Kania menyerah dan mulai mengadu pandangannya dengan Alby.
"Aku sedang meninggalkan pekerjaanku sebagai pemburu berita, aku sedang bekerja sampingan sebagai seorang aktris. Berperan sebagai kekasih yang baik hati di hadapan keluarga, baik keluargamu ataupun keluargaku." Kania melepaskan lengannya dari Alby dengan kasar, "Tadi Tante Eliza—Mamamu, datang ke rumah dan bertemu dengan Mama. Sialnya aku baru saja pulang dari kantor, dan kamu pasti tahu kelanjutannya seperti apa." Kania mengibaskan rambutnya ke sembarang arah, "Jadi aku datang ke sini dan kesialanku bertambah, karena harus menyaksikan kamu dan kisah cintamu yang tragis itu.."
Kania berjalan mendahalui Alby, sekitar tiga langkah lebih maju, menciptakan jarak antara dirinya dan Alby. Meredam suara gemuruh yang tercipta sejak jari-jari Alby merengkuh ujung sikunya, setengah mati Kania menetralkan tubuhnya. Karena nyatanya, rengkuhan persekian detik dari Alby menciptakan reaksi berlebihan dalam tubuh Kania. Dan itu menjengkelkan.
Kania berhenti melangkah saat menyadari kaki panjang Alby berhasil mensejajarkan tubuh mereka.
"Kapan pembukaan hotelmu?"
"Tiga hari lagi, setelah Mas Diaz keluar dari rumah sakit."
Kania mengangguk mengerti, "Baiklah, aku masih mempunyai waktu untuk berlatih menjadi kekasih yang baik." Kania sengaja merapatkan tubuhnya dengan tubuh Alby, merangkul manja lengan Alby. "Jangan protes, apalagi menepis rangkulanku. Karena di belakang sana, ada Kakak ipar tersayangmu. Atau aku harus menyebutnya, Wanita Tersayangmu Yang Memilih Menyerahkan Diri Kepada Mas-Mu." Alby mengepalkan satu tangannya, menahan rasa kesal yang terasa sudah mencapai ujung puncak kepalanya.
"Diam," pinta Alby dengan nada tegas penuh peringatan.
"Kalau aku diam, perjalanan kita menuju lift akan terasa memuakkan," jawab Kania. "Baiklah jangan bahas tentang wanita di belakang sana, bagaimana kalau kita bahas tentang baju apa yang harus kupakai tiga hari lagi? Ada berapa banyak wartawan yang datang? Apa aku harus memamerkan bagian dadaku atau pahaku?" Alby melirik malas ke arah Kania, menilai tentang dada dan paha. Seharusnya dia merasakan ingin menyentuh bagian itu, bagian yang disebutkan oleh Kania. Karena Kania memiliki porsi yang pas untuk digenggam, tapi sialnya Alby tak kuasa menghadirkan rasa itu.
Kania menyadari tatapan Alby, menggunakan satu tangannya yang kosong. Kania mencolek ujung dagu Alby.
"Nakal, kamu pasti membayangkan sesuatu. Apa kamu sedang membayangkan tanganmu..."
"Jangan bermimpi, ini masih siang. Belum waktunya kamu bermimpi kotor, ah, perlu aku infokan. Aku rasa kita nggak akan pernah sampai ke tahap saling menikmati anggota tubuh, kalaupun nanti ujungnya kita menikah. Aku akan memastikan semuanya berjalan cepat, aku mengeluarkan sperma ke dalam rahimmu tanpa perasaan apapun. Atau mungkin, aku akan membayangkan wanita lain agar aku berhasil memberikan benih-benih penerus keluarga Bagaskara dan Atmadja." Tegas, tajam, jelas, tanpa jeda, tanpa perasaan. Semuanya lolos keluar dari bibir sexy Alby. Tidak peduli jika kalimat demi kalimat yang terucap, bagaikan seujung pisau tajam dan mengoyak jantung Kania tanpa ampun, membuat wanita berumur 25 tahun itu menderita kesakitan yang amat parah.
Kania tersenyum sebagai respon dari perkataan Alby, perlahan Kania melepaskan rangkulan tangannya dari lengan Alby.
Lift yang menjadi tujuan tempat mereka, masih berjarak cukup jauh tapi Kania sudah tak sanggup lagi. Jika tujuan Alby mengeluarkan kalimat itu untuk membuat Kania menyadari posisi dirinya di mata Alby, maka pria itu berhasil.
Kania menjauh tanpa suara, bahkan Kania enggan untuk menunggu Alby sampai dan masuk ke dalam lift bersamanya.
Keduanya saling mengadu pandangan, Kania mempertahankan tatapan mengejek nan angkuh. Begitupun Alby, membiarkan Kania tahu seberapa muak dirinya bersandiwara menjadi kekasih wanita seperti Kania.
Yah, seperti Kania.
Arogan.
Suka mencampuri hidup orang, seperti yang sering dilakukan oleh Kania. Sejak wanita itu tahu, tentang rahasia terkelamnya.
Perlahan pintu lift tertutup, menghentikan aksi saling menantang yang terjadi antara Alby dan Kania.
Tepat saat pintu lift tertutup rapat, Kania mundur hingga menempel pada sisi lift paling ujung. Satu tangan Kania mencengkram sisi baju pada bagian dadanya, perkataan menohok Alby berputar dalam pikiran Kania.
Menikah - tidak akan berhubungan lebih dari sekedar formalitas - membayangkan wanita lain saat berhubungan intim - sandiwara seumur hidup.
Neraka! Itu neraka yang menunggu Kania.
"Harus diselesaikan, harus..." Satu tangan Kania terkepal, lalu dengan kesadaran penuh Kania memukul sisi lift sangat keras, hingga menimbulkan suara dentuman nyarin dan membuat buku-buku tangannya memerah.
Ini aku publish ulang, buat ngerapin biar yang baru mau mulai baca nggak bingung... hehehehe
Untuk info soal bagaskara series ini bisa follow
Ig :
Bagaskaraalby
Bagaskarafamily
kaniaanandhita
Love. Fla
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top