11

TOLONG DIREFRESH DULU... KRN IN REPUB PAKE TAMBH... THX U SDH MAU MEMBACA...

Alby membuka pintu kamar dan Kania sudah berdiri di depannya. Wanita itu memberikan seulas senyum untuk Alby, lalu pandangan Kania  terarah pada dua koper yang dibawa Alby.

"Aku sudah meminta Putra menyiapkan semuanya, keperluan kita selama tiga hari ke depan." Alby berjalan masuk, menyeret kedua koper. Kania mengikuti Alby, tanpa membatah atau membantu Alby membawakan salah satu koper. 

Alby berhenti di salah satu sudut kamar, melepaskan kedua tangannya dari pegangan koper. Cukup lama Alby berdiri memandangi dua koper di depannya, hingga rasa dingin mengusik punggung tangannya. Alby melihat tangan Kania tengah menggenggam tangannya, Alby mengangkat wajahnya secara perlahan. 

"Semua sudah dirapikan oleh Putra. Aku menyuruh dia membawa beberapa baju berenang, mungkin 3 helai. Aku juga meminta dia menyiapkan beberapa baju ganti sesuai dengan style-mu." Kania tersenyum semakin lebar menunjukkan deretan gigi putihnya. "Novel, sunblock, semua kebutuhanmu untuk liburan di pantai sudah siap, nggak perlu khawatir." Kania menggelengkan kepalanya, menunjukkan dia tidak khawatir dengan apa pun keputusan Alby.

Kania menarik tangan Alby, meminta Alby untuk berjalan ikut dengannya.

"Aku tidak akan khawatir pada apa pun, karena ada kamu." Alby menahan napas saat mendengar kalimat itu. "Sekarang, waktunya kamu beristirahat. Sejak tadi aku melihat kamu telah berpikir terlalu keras." Kania duduk lebih dulu di tepi tempat tidur, tangannya menepuk kasur beberapa kali tanpa melepaskan tangan satunya dari Alby. "Istirahat, pasti seperti ini sangat melelahkan untukmu."

Kania benar, Alby kelelahan dan ranjang itu menggoda untuk Alby naiki. Tanpa banyak bantahan Alby duduk di sebelah Kania, dalam hitungan detik Alby telah menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Tak perlu waktu lama, Kania menyusul dengan melakukan hal yang sama. Keduanya tidur pada posisi miring secara bersamaan, saling pandang dalam keheningan.

"Lihat, matamu berkantung." Kania mengarahkan jarinya pada bagian bawah mata Alby, mengusap dengan lembut. "Apa kamu susah tidur akhir-akhir ini?"

"Hmmm.."

"Kenapa?"

"Otakku berpikir teralu banyak."

"Pekerjaan?"

"Banyak hal."

"Apa aku salah satu dari banyak hal itu?'

Alby tidak langsung menjawab, terlihat berpikir untuk memberikan jawaban seperti apa. Kania menarik mundur tangannya dari wajah Alby, mengadu pandangan dengan pria itu seakan mereka sedang mengikuti kompetisi siapa-yang-melihat-paling-lama.

"Iya," jawab Alby setelah menghambiskan waktu 10 menit dalam keheningan. Kania menarik kedua sudut bibirnya ke atas, membentuk senyum yang begitu dirindukan oleh Alby.

Gila – Alby merasa dirinya semakin bertambah gila. Bagaimana mungkin senyum yang dulu terasa begitu menyebalkan kini terasa begitu patut untuk dirindukan.

"Beri tahu aku tentang bahagia yang kamu inginkan dan alasan kenapa aku memandang jijik akan hal itu." Kania berhasil mengahancurkan kondisi damai dan tenang dalam diri Alby. Alby melengos mendengar permintaan Kania, pria itu merentangkan posisi tubuhnya. Memandang langit-langit kamar hotel ini lebih menyenangkan daripada memandang Kania dengan raut wajah penasarannya. "Hei!" Telunjuk Kania mendarat pada pipi sebelah kiri Alby, membuat gerakan maju mundur seperti menusuk. "Tidak adil, kamu seperti tahu semua tentangku. Sementara aku, aku masih meraba-raba tentang kamu. Kamu tahu semua hal yang membuatku bahagia, seaworld, Pulau Pantara. Aku hanya—"

"Terakhir kali kamu mengetahui apa yang kuinginkan, hubungan kita berubah buruk, Nia. Aku tidak ingin kita menjadi seperti itu lagi," potong Alby cepat. Alby menghembuskan napas melalui mulutnya secara perlahan.

Kania tidak berhenti berusaha, wanita itu menyentuh lengan Alby yang berotot. Membelai, menggoda agar Alby berubah pikiran.

"Aku ingin tahu. Tidak akan ada yang terjadi, semua akan baik-baik saja," ucap Kania. Sebuah janji tersirat dalam kalimatnya saat ini, Alby menghembuskan napasnya dengan kasar untuk kesekian kalinya.

Alby kembali memiringkan tubuhnya, menyambut tatapan Kania seperti beberapa menit lalu. Ada rasa ngeri dalam diri Alby, untuk pertama kalinya Alby takut Kania memandangnya dengan tatapan jijik. Seharusnya itu bukan masalah bagi Alby, dia sudah menghabiskan waktu selama 6 bulan dengan tatapan jijik – merendahkan dari Kania.

Alby memejamkan mata beberapa detik lalu membukanya secara perlahan.

"Aku ingin bersama wanita yang kucintai."

"Itu terdengar bagus."

Alby menggeleng pelan, "Tapi wanita yang kuinginkan sama dengan Ardiaz, Masku."

"Mbak Arisha?"

"Hah?"

Kania tersenyum tipis, "Aku lupa tepatnya kapan, tapi yang pasti itu sudah lama sekali. Aku ingat, keluargaku pernah mendapatkan undangan acara pertunagan Mas Diaz dengan seorang wanita bernama Arisha. Diantara gemerlap pesta dan senyum bahagia, aku menemukan kamu. Satu-satunya orang yang menatap ke arah panggung dengan tatapan patah hati, ingin membunuh, atau apapun itu. Hanya kamu yang terlihat tidak bahagia dengan pertunangan itu. Lalu kita bertemu di kolam renang, kamu terduduk dengan perasaan sedih. Sepertinya kamu banyak minum, di situ aku semakin yakin kita punya banyak kesamaan. Kamu selalu menjadi bayangan Mas Diaz, sementara aku menjadi bayangan Kak Kian. Bahkan di hadapan orang yang kita sukai, kita tidak terlihat. Karena dihalangi kakak kita."

"What?" Alby terkejut mendengar kata orang kita sukai, Tuhan juga tahu siapa pria yang dekat disukai Kian sejak lama.

Kania menggedikkan bahunya, "Siapa yang tidak suka Mas Abe? Dia punya pesona yang terlalu sulit untuk ditolak oleh siapapun, termasuk aku." Kania meringis, "Karena dari itu aku sedikit bingung, kenapa aku bisa berhubungan dengan kamu? Seharusnya aku berhubungan dengan Mas Abe." Kania memandang Alby dengan tatapan menggoda, suara tawa renyah mengalun pada kamar itu. Menunjukkan kepuasan Kania atas keterkejutan Alby. "Tapi sekarang aku sudah berubah pikiran, kamu juga menarik. Sikap dinginmu, senyummu, semua tentangmu saat ini membuatku lupa tentang banyak hal. Termasuk rasa sakit di hatiku."

"Aku penyebab rasa sakitmu, Nia." Kania berhenti tertawa, suasana kembali hening. "Dulu aku memang nggak suka dengan pertunangan Mas Diaz, tapi bukan karena aku menyukai Arisha. Tapi karena aku tahu, Arisha tidak lebih dari pelacur. Dia menghkhianati Mas Diaz dengan promotornya, Arisha tidur dengan pria itu agar pria itu membantu debut baletnya." Kania tercengang, "Aku tidak sengaja melihat mereka berlibur di Singapore, menyewa satu kamar, bertingkah layaknya sepasang kekasih di mabuk cinta. Padahal saat itu, Arisha berpamitan untuk latihan persiapan konser baletnya. Sejak saat itu, aku tidak terlalu percaya dengan wanita yang mengatakan cinta. Terasa seperti ilusi buatku. Tapi aku mulai mempercayai ada wanita tulus saat bertemu dengan wanita ini, dia berbeda dengan yang lain, kedewasaannya, keramahannya. Sialnya, dia memilih bersama dengan Mas Diaz. Aku menginginkan Elora, istri Mas Diaz. Menjijikan bukan? Aku pikir setelah menerima tawaran perjodohan denganmu, aku akan teralih denganmu. Kamu sosok sempurna impian setiap bisnisman muda Indonesia. Putri kedua penguasa properti, cantik, smart, mandiri. Awalnya berhasil, kamu bisa mengalihkan semuanya. Tapi... di saat aku pikir semua berjalan baik, kamu menemukan sesuatu yang seharusnya tidak kamu lihat. Kamu beranggapan aku masih menginginkan Elora, kamu marah besar, dan kita mulai bertengkar setiap hari. Terkadang kamu memintaku untuk melupakan Elora dengan perkataan tajam, seharusnya aku mengikuti, seharusnya aku menunjukkan kalau kamu berhasil mengalihkan perhatianku. Tapi aku terlalu gengsi, setiap kali kamu menyerangku dengan kata-kata, saat itu juga aku akan bertingkah layaknya bajingan." Alby menatap dalam-dalam Kania, menunggu reaksi apa yang akan dikeluarkan oleh Kania sekaligus menyiapkan hati jika Kania akan menghujaninya dengan hinaan seperti biasanya.

Bukan amarah yang diterima Alby, sebuah belaian lembut mendarat pada pipinya.

"Apa sekarang kamu memikirkan Elora?"

Alby menggeleng.

"Apa kamu masih menginginkan dia?"

Alby mengangkat kedua bahunya bersama, menjadi jawaban dia tidak tahu.

"It's okay. Karena mulai saat ini, aku akan berusaha menjadi alasanmu bahagia." Alby membuka mulutnya sedikit terkejut, tangan Kania bergerak ke kanan dan ke kiri, bukan hanya sentuhan Kania yang lembut. Tapi juga tatapan wanita itu begitu lembut hingga berhasil menyentuh dasar sanubari Alby, tatapan wanita dengan ketulusan cinta. Hal yang tidak pernah Alby terima dari siapapun, bahkan dari Elora. "Kamu pria pertama yang membuatku merasa diperhatikan, kamu pria pertama yang memperlakukanku dengan baik, kamu membuatku tidak lagi merasakan kesepian. Hal yang mengurungku selama ini, bersamamu aku seperti menemukan alasanku untuk bahagia. Apa bisa kita saling membahagiakan? Apa bisa kita saling mengisi satu dengan yang lain? Aku ingin terus seperti ini bersamamu, aku ingin kamu tahu cinta itu bukan ilusi, cinta itu nyata. Apa kamu ingin bersama denganku?" Cairan hangat lolos tanpa bisa ditahan oleh Alby, yah – Alby Bagaskara menangis karena wanita seperti Kania Anadhita.

Kania mencoba menghapus air mata Alby, tubuhnya merapat dengan tubuh kekar Alby. Kania tidak tahu cara ini akan berhasil atau tidak, tapi setidaknya dia tahu. Alby tidak akan marah, jika dia memeluk pria itu.

"Ssst... Aku di sini, Alby.."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top