Chapter 33 END

🍁 Perfect Father's 🍁

.

.

.

Ini bakalan panjang Gyus, jadi semoga kalian ga bosen baca nya ya.

Diharapkan menekan tombol bintang di pojok kiri bawah sebelum kalian mulai membaca.

Oke sekian,

Happy reading guys and sorry for typo

💜💜💜💜💜💜💜

.

.

.

Jeju-do, South Korea.

Suara tawa terdengar nyaring, menyebar ke segala penjuru ruangan villa yang terletak di dekat bibir pantai pulau Jeju. Suara itu berasal dari tiga orang pemuda yang tengah berbaring sembari menyandarkan kepala pada pangkuan Ayah mereka.

Tawa itu semakin keras mengumandang manakala televisi besar yang ada di hadapan mereka menampilkan sebuah cuplikan video berisi masa remaja sang Ayah yang benar-benar membuat mereka pening bukan kepalang. Siapa yang menyangka Ayah yang mereka kenal lembut dan penyayang ini ternyata di masa lalu hanyalah seorang bocah hiperaktif yang kelebihan energi serta nakal Luar biasa? Liat saja di video itu, walau dengan resolusi yang rendah sekali pun mereka bertiga masih bisa melihat wajah babak belur itu terpampang jelas disana.

Apalagi tindikan di telinga dan baju compang-camping yang sungguh membangkitkan tawa juga membuat sakit mata ketiga nya.

"Anak nakal ini lagi? Kau ingin datang ke sekolah atau pergi mengemis di samping tiang lampu merah sana eoh? Kenapa tampilan mu macam gembel seperti ini, aigoo, aigoo kepala ku sakit melihatnya."

Suara seorang guru ke disiplinan  yang nampak frustrasi di dalam sana sukses membuat mereka geleng kepala bersamaan.

"Aigoo, bocah ini juga sama saja! Ya Park Jimin! Ssaem ingin bertanya mengapa kau mau berteman dengan begundal macam itu, eoh? Lihat yang kau dapatkan hanya kesesatan jika bersama nya."

"Ah Ssaem, kau berlebihan. Aku tidak mengajarkan ajaran agama baru hingga bisa menyesatkan nya. Aku hanya membuat dia terlihat lebih keren dengan anting-anting dan baju yang di modifikasi oleh tangan emas milik ku hingga menjadi indah seperti ini."

"Indah pantat mu! Baju macam kain lap restoran ini kau sebut dengan kata indah Kim Taehyung?"

"Ssaem saja yang tidak tahu seni!"

"Oho! Berani menjawab? Ingin lari berkeliling lapangan? Atau masuk kelas detensi lagi ya?"

Jungwon seketika menatap wajah sang Ayah saat melihat pemuda di dalam video yang dia ketahui sebagai masa remaja sang ayah terlihat mencebikkan bibir ketika guru itu mengomeli nya.

"Itu Appa sungguhan?"

Taehyung tersenyum sembari mengusap pucuk lembut kepala si bungsu. "Menurut putra Appa bagaimana?" goda nya.

Setelah mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan Jungwon akhirnya memilih fokus kembali pada layar besar itu.

"Memang kau tidak memiliki cita-cita di masa depan Kim? Kau tetap tidak ingin berubah dan berhenti menyusahkan orang tua ini eoh? Apa sedikit saja kau tidak punya mimpi begundal kecil?"

Taehyung di dalam video itu nampak terdiam, terlihat tengah berfikir dengan keras hingga sebelah alis nya naik keatas." Mimpi ya?"

"Eoh, mimpi. Kau pasti punya kan?"

"Uhmmmㅡ

Dia sedikit berguman

ㅡAppa."

"Aku ingin menjadi seperti Appa ku!"

"Kenapa begitu?"

"Hem, Karena aku melihat banyak hal yang ingin aku tiru dari beliau. Ssaem tau Aku dan Appa ku bisa berbicara layaknya seorang teman. Jadi, di masa depan nanti aku juga ingin menjadi Ayah yang bisa menjadi teman bagi anak ku. Ayah yang bisa mendengar kegelisahan anaknya. seperti tidak ada jarak yang tercipta antara kami. Saat itu Aku ingin menjadi tempat pertama mereka bersandar dan menceritakan kisah-kisahnya. Terus Menjadi tumpuan hingga mereka bisa melepaskan pegangan nya pada ku dan berdiri tegak di atas kaki mereka masing-masing. Inti nya aku ingin menjadi Seorang Ayah hebat yang mengerti dan memahami anaknya tanpa mereka harus menceritakan nya terlebih dahulu pada ku. Begitu Ssaem impian ku."

"Ck! Kau pikir aku akan tersentuh dengan impian mu? Bocah nakal seperti mu merawat anak? Aku tidak habis pikir, iya terserah lah. Park Jimin kelas detensi selama 5 jam, dan kau si biang onar. Kelas detensi sampai jam 5 sore nanti mengerti?!"

"Ahhhh Ssaem!!!!!"

"Hoseok Hyung, tolong aku jangan hanya diam dan merekam moment yang menodai kehormatan ku begitu! Kau juga Namjoon Hyung, dimana rasa belas kasih mu sebagai ketua osis di sekolah ini kepada anak yang tertindas seperti kami?"

"Jangan dengarkan dia Hoseok, lanjutkan tugas mu. Setelah itu berikan hasil rekaman nya pada ku, biar aku tampilkan video ini di acara penerimaan siswa baru agar mereka tahu kelakuan si Nakal ini dan menjauhi nya nanti. Dan Untuk mu Namjoon, mari ikut Ssaem ke ruang guru."

"Ssaem kau sungguh tega, bagaimana bisa kau memperlakukan aku seperti ini?"

Video itu berhenti setelah hampir satu jam menanyakan masa-masa kenakalan seorang Kim Taehyung pada ketiga putranya. Salahkan Hoseok yang tiba-tiba mengirimkan video itu pada si bungsu dan membuat ketiga nya di rundung rasa penasaran tingkat tinggi.

"Bagaimana, sudah puas hm? Appa tidak sesempurna itu kan. Appa ini benar-benar nakal pada masa nya, jadi kenakalan seperti yang Jay Hyung lakukan saat itu bukan masalah bagi Appa. Jadi jangan merasa kalau kalian membebani Appa lagi, mengerti?" Tangan Taehyung bergerak mengusap bergantian surai ketiga nya dengan teratur.

"Tapi Appa menurut ku, Appa itu sempurna di mata kami iya kan?"

Jay juga Jungwon mengangguk, menyetujui ucapan yang baru saja Sunghoon keluarkan.

"Eung, Appa itu sempurna. Lebih tepatnya Ayah yang sempurna. Jadi, Tolong pantau kami hingga kami bisa menjadi seorang Ayah yang sempurna seperti Appa juga ya?"

Permintaan Jungwon mendadak membuat Taehyung berhenti mengusap surai mereka begitu pula Jay dan Sunghoon yang seketika mengulum bibir masing-masing saat si bungsu mengutarakan pemikiran. Detik itu Si sulung dan Si tengah seolah di tarik paksa pada waktu satu minggu lalu dimana seorang dokter yang di ketahui bernama Axel memberikan kedua nya penjelasan mengenai kondisi kesehatan sang Ayah.

Dokter Axel berkata, tak ada lagi prosedur yang bisa mereka lakukan untuk kesembuhan sang Ayah. Atau lebih tepatnya Tim medis telah menyerah. Semua nya telah pasrah akan takdir Tuhan yang maha kuasa. Kini mereka harus belajar menyiapkan diri untuk bisa melepas dengan senyuman yang terpatri lepas walaupun hati tak kan pernah bisa ikhlas.

Namun mereka lupa bahwa hingga hari ini si bungsu sedikit pun tak tahu menahu mengenai semua itu, yang si bungsu tahu hanyalah sang Ayah yang kondisi nya kini sudah mulai membaik hingga di ijinkan untuk kembali pulang.

Taehyung hanya tak ingin putra kecilnya tahu akan ini, sebab Taehyung yakin anak itu pasti akan sangat terpukul dengan kenyataan yang ada sama persis seperti dua minggu lalu ketika tahu bagaimana keadaan nya, si bungsu belum lah sedewasa itu untuk mau melepaskan genggaman nya. Jadi biarlah semua nya tertutupi karena Taehyung tak yakin sanggup jika sampai waktu kepergian nya nanti malah akan di isi oleh tangisan si putra bungsu. Dia tak kan rela pergi jika melihat itu.

Hati Taehyung sakit sekali saat mengetahui dirinya harus siap melepaskan pegangan nya pada si kecil yang bahkan belum menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas nya. Tapi mau bagaimana lagi? Siap tidak siap Taehyung harus menguatkan dan memantapkan hati nya.

Jay yang melihat wajah Taehyung nampak menyendu akhirnya bangkit dari posisi nya. "Cah, Waktunya Appa istirahat. Mari Appa, Jay gendong sampai kamar."

Melihat itu Sunghoon juga Jungwon ikut bangkit dan membantu sang Ayah untuk bisa memposisikan tubuh di punggung si sulung. Taehyung nampak diam saja, dia masih memikirkan perkataan si bungsu. Ayah mana yang sanggup jika dipaksa untuk mau meninggalkan buah hati nya?

Dia sungguh ingin melihat perkembangan ketiga putranya, bagaimana mereka nanti saat melemparkan topi toga dan menjadi sarjana? dia ingin melihat bagaimana mereka menikah, Taehyung ingin menjadi saksi di pernikahan mereka nanti. Menatap hari bahagia ketiganya bersama anak-anak mereka masing-masing. Namun apa mau di kata sebab nyata nya kini Tuhan sudahlah hampir melantunkan kata cukup untuk perjuangan nya.

Lamunan Taehyung buyar ketika Sunghoon menyentuh bahu dan menyerukan namanya.

"Appa? Appa baik-baik saja? Apakah Ada yang terasa sakit?"

"Eum, Appa baik nak." jawab nya dengan senyum singkat yang terkesan di paksakan.

Setelah Taehyung menjawab Jay pun akhirnya berdiri sembari membopong tubuh sang Ayah yang nampak menyusut dan menyisakan tulang berbalut kulit. Ada rasa miris yang dia rasakan sekarang. Begitu pula Sunghoon yang terlihat tenang berjalan di samping Jay dengan tangan yang asik memeluk tabung oksigen tanpa tahu jika pemuda itu tengah bergelut dengan pikiran nya sendiri.

"Appa, akan baik-baik saja kan? Seminggu ini Appa tidak pernah terlihat kesakitan, itu berarti Appa akan baik-baik saja sampai nanti kan? Iya kan? Aku tidak tahu mengapa diriku sangat takut sekali sekarang ?"

Senja kembali datang bersama hiruk piruk suara tangis yang tak kunjung usai di selesaikan.

Hati ketiga pemuda itu rasanya seolah di hujami oleh hujan batu hingga menimbulkan luka dan duka yang begitu dalam. Saking sakit rasanya kini seakan kelu dan mati rasa.

Jay tak tahu mengapa Ayahnya begitu sulit ia bangunkan beberapa jam yang lalu.

Sunghoon tak mengerti bagaimana hembusan napas tak lagi bisa dia rasakan meski selang oksigen masih melekat pasti disana.

Terlebih Jungwon yang sedikit saja tak bisa memahami alur apa yang tengah terjadi disini.

Tangis ketiganya kian mengeras saat paman Seokjin keluar dari dalam kamar yang sejak seminggu lalu di tempati oleh sang Ayah sembari terisak pilu. Begitu pula paman Axel yang kini menunduk dalam. "Masuk nak, Appa kalian ingin bertemu kalian kata nya."

***

Tidak!

Mereka bertiga dengan tegas menampik fakta bahwa yang tengah berbaring di ranjang sana bukanlah Ayahnya. Mereka yakin Ayah nya pasti baik-baik saja. Sang ayah pasti akan tertawa bersama mereka lagi seperti yang tadi siang mereka lakukan. Iya harus! Dan itu mutlak pasti akan terjadi.

"Appa?" Tapi melihat bagaimana kesulitan nya sang Ayah membuka mata benar-benar menghancurkan argumen tak berguna mereka.

"Apㅡppa?"

Sunghoon kembali berbisik di telinga kanan Ayahnya dan berkat itu Taehyung sekali lagi berusaha untuk membuka kelopak mata yang terasa amat berat. "Hoon-ie?" lirih nya setelah berhasil membuka mata.

Sunghoon sedikit tersenyum, tangan bergetar milik nya bergerak guna membenarkan letak masker oksigen yang sedikit tergeser dari tempat nya.

"Appa mengantuk ya? Boleh tidak Hoon-ie disini? menemani Appa sampai terlelap?" Sunghoon tidak perduli lagi berapa banyak air mata yang telah jatuh dari pelupuk nya dia hanya tengah berusaha untuk tegar.

Anggukan patah-patah itu entah untuk kali ke berapa telah berhasil membuat dada nya sesak tidak karuan. Perlahan Sunghoon naik ke atas Ranjang dan merebahkan diri di samping kiri Taehyung. Jay juga Jungwon yang melihat itu akhirnya mau mendekat.

"Jay juga mau." si sulung tanpa basa basi mengambil tempat di samping Sunghoon. Sedangkan si bungsu berjongkok tepat di samping ranjang bagian kanan persis di sebelah tempat Taehyung berbaring.

"Siㅡni nak, janghh an di bawah. Dingin sayㅡyanghh." Jungwon mendadak meremat selimut ketika suara berat itu terdengar amat lirih.

"Tidak, Won-ie baik-baik saja di sini. Appa jangan khawatir."

Namun bukan Taehyung namanya jika keinginan nya tak terpenuhi.

"Won-ah, di siㅡnihh. Pehhㅡluk Appa ya nak?" Jungwon pasrah dan akhirnya beranjak naik dan masuk kedalam pelukan sang Ayah.

Jungwon terisak lagi saat telinga nya bersentuhan dengan dada bidang milik Taehyung. Bukan ini suara yang dulu bisa membuat nya terlelap, debaran ini jelas terdengar berbeda. Dan dia sungguh tak suka itu.

Beberapa menit hanya ada hening yang menguasai di temani hembusan napas berat milik Taehyung.

Keheningan terpecah begitu saja saat Jay berbicara. "Appa, ingat tidak dulu kita pernah datang ke tempat ini saat ulang tahun Appa yang 28?"

"Aku juga ingat, saat itu kita mendirikan tenda di dalam ruang tengah karena salju turun dengan lebat di luar sana." Sunghoon ikut menimpali.

Taehyung nampak tersenyum saat ingatan itu kembali hadir di dalam benak nya. Kala itu mereka terlihat sangat bahagia ketika ia mengusulkan untuk membangun sebuah tenda kecil di dekat perapian. Masih segar di ingatan Taehyung bagaimana lucu nya mereka melompat kesana kemari sebab saking antusias menanti tenda itu berdiri.

"Coklat panas, kita juga sempat meminum itu kan? Coklat panas buatan Appa, Hyung-deul ingat?" akhirnya si bungsu mau menimpali.

Jay dan Sunghoon tertawa ketika mengingat coklat panas itu lagi, coklat panas paling pahit yang pernah mereka rasakan selama hidup.

"Tentu saja ingat, saat itu Appa terlalu banyak menuangkan bubuk coklat hingga rasanya berubah menjadi sangat pahit."

Sunghoon mendadak merinding ketika lidah nya seolah-olah kembali merasakan rasa pahit yang dulu pernah menyentuh lidah nya.

"Ah saat itu Appa juga bernyanyi satu buah lagu untuk kita ya kan? Kalian ingat? Appa sampai meminjam gitar milik Jungkook Samchon atau lebih tepatnya meminjam tanpa permisi. Lalu saat kembali ke rumah Jungkook Samchon mengamuk karena senar gitar nya tersangkut dan putus gara-gara Appa." Suara tawa akhirnya memenuhi ruangan itu setelah Jay menyelesaikan ucapan nya.

Keadaan kembali hening hingga Jungwon berbicara lagi. "Appa?"

"Hmm?"

"Bisa tidak nyanyikan lagu itu untuk kami lagi?"

Jungwon tidak tahu, mengapa ia bisa mengajukan permintaan bodoh seperti ini. Padahal dia jelas-jelas tahu bahwa Ayahnya itu bahkan kesulitan walau hanya untuk menarik napas. Tapi Jungwon hanya ingin mendengar suara nyanyian sang ayah lagi, sebab dia merasa mungkin ini adalah kesempatan terakhir nya bisa mendengarkan suara ayahnya.

Taehyung yang seperti nya mengerti maksud si bungsu lantas menyiapkan dirinya, Taehyung tahu dia mungkin tak akan bisa menyanyikan lagu itu dengan sempurna layaknya dulu. Namun Kendati demikian Taehyung tetap menuruti keinginan si bungsu.

Let me tell you a secret about a father’s love.

Izinkan saya menceritakan rahasia tentang cinta seorang ayah.

Taehyung menarik napas kuat-kuat tak perduli akan dada nya yang memberontak dan kini mulai menyakiti.

Father don’t just love their children every now and then.

Ayah tidak hanya mencintai anak mereka sesekali.

It’s a love without end, it’s a love without end.

Itu cinta tanpa akhir, ini cinta tanpa akhir.

Taehyung yakin suara yang keluar dari dalam mulut nya kini hanyalah berupa gumanan semata. Tapi Dia tetap melanjutkan nyanyian nya untuk mereka dan mengabaikan semua rasa sakit yang terus menghujami tanpa ampun dari dalam tubuh nya. Ia harus tetap kuat di depan mereka ㅡbuah hati nya. Selama seminggu ini dia sudah berhasil menahan semua rasa sakit nya jadi seharusnya kini dia pun mampu menahan nya lagi. Minimal sampai lagu ini bisa dia selesaikan sebagai perwujudan betapa besar kasih sayang yang ingin dia sampaikan kepada mereka bertiga.

When I became a father in the spring of.

Saat aku menjadi ayah di musim semi.

Taehyung menerawang jauh pada waktu ketika pertama kali dirinya bertemu dengan ketiga Muara hati nya. Saat itu mereka begitu kecil berada dalam gendongan nya, tangan serta kaki-kaki mereka terasa amat sangat lembut setiap kali ia menyentuh nya.

As I slipped out my bed, to your crib I crept.

Saat aku menyelinap keluar dari tempat tidurku, ke tempat tidurmu, aku merayap.

Touched your head gently, felt my heart melt.

Menyentuh kepala anda dengan lembut, merasa jantungku mencair.

Teringat di setiap malam Ia pasti akan datang ke dalam kamar mereka untuk bisa mengusap serta menyanyikan sebuah lagu pengantar tidur. Waktu itu Taehyung benar-benar merasa bahagia, Bagaikan sebuah sihir semua masalah yang terjadi dalam hidup nya seakan lenyap hanya dengan menatap wajah polos mereka yang terlelap.

Cause I know I loved you more than life itself.

Karena aku tahu aku mencintaimu lebih dari sekedar hidup itu sendiri.

Then to my knees, and I begged the Lord.

Lalu berlutut, dan aku memohon pada Tuhan.

Please.

Tolong.

Let me be a good father, all he needs

Biarkan aku menjadi ayah yang baik, semua yang dia butuhkan.

Ya, itu bukanlah sebuah sihir. Melainkan sebuah pembuktian bahwa dirinya begitu mencintai mereka lebih dari pada ia mencintai diri nya sendiri. Hingga semua rasa sakit pun akan hilang dengan sekejap hanya karena sebuah panggilan istimewa yang terucap dari bibir ranum mereka. 'Appa'. Gelar paling hebat yang berhasil Taehyung raih dan sandang hingga detik ini.

Taehyung mengulum bibir bawahnya saat bongkahan rasa sakit kini dia rasakan. Bahkan tanpa sadar Taehyung mencengkeram pakaian si bungsu yang sejak tadi berada dalam rengkuhan nya. Jungwon sedikit tersentak karena hal itu tapi setelah nya bocah itu malah semakin memperdalam pelukan nya pada sang Ayah. "Hyung, kita yang lanjutkan nyanyian nya." lirih nya.

Dengan uraian air mata mereka bertiga melanjutkan lantunan lagu itu.

You are my sunshine, my only Sunshine.

Kau sinar matahariku, satu-satunya sinar matahariku.

Jungwon sengaja mendekatan kedua belah bibir nya pada telinga Taehyung. Dia hanya ingin sang Ayah mendengarkan nyanyian nya. Dia ingin ayahnya mendengaran lirik lagu ini yang juga merupakan ungkapan isi hati mereka.

"Appa, kau tau? Dirimu adalah sinar matahari paling hangat yang pernah ada di hidup kami. Terima kasih karena telah menjadi satu-satunya sinar matahari kami."

You make me happy when skies are gray.

Kau membuatku bahagia ketika awan kelabu.

"Di saat orang lain tidak menginginkan kehadiran kami disana kau dengan ketulusan mu itu mau memberikan kami secercah kehangatan bersama kebahagiaan paling mutlak."

You'll never know dear, how much I love you.

Kau takkan pernah tahu sayang, betapa besar aku mencintaimu.

"Appa tau tidak? Jika kami juga mencintai mu sebesar kau mencintai kami. Saat ini Appa telah berhasil mendidik kami dengan baik jadi Appa bisa melepaskan pegangan mu pada kami sekarang. Jangan khawatir, hm? Kami pasti akan baik-baik saja."

Jungwon mengusap punggung Taehyung ketika ia mendengarkan suara erangan dari mulut pria itu.

"Lepaskan Appa, lepaskan semua rasa sakit nya. Appa boleh beristirahat dengan tenang sekarang hiks hiks."

Isakan Jungwon terdengar semakin kencang manakala cengkeraman yang dia rasakan pada punggung nya melemas bersama debaran detak jantung yang berangsur menghilang.

Please don't take my sunshine away.

Jadi tolong jangan ambil sinar matahariku.

"Hyㅡyung, Appa... Appa sudah tidur hiks hiks."

Please,

Tolong,

Please don't take my sunshine away.

Jadi tolong jangan ambil sinar matahariku.

"Syutt, Jangan di bangunkan. Appa pasti lelah hiks hiks." Sunghoon memeluk tubuh Taehyung dari belakang sembari melarang Jungwon untuk kembali berbicara.

Di sudut ranjang samping Sunghoon, Jay nampak berpaling dari punggung Sunghoon. Si sulung nampak terisak sembari menggigit kuat bibir bawah nya. Bayangan setelah ini dia tak akan pernah bisa lagi melihat senyuman teduh sang Ayah membuat dada nya benar-benar sakit.

"Jagoan Appa! Semangat belajar nya! Semoga hari kalian menyenangkan."

"Wah, Kesayangan nya Appa sudah pulang ya? Bagaimana di sekolah tadi, hem? Menyenangkan tidak?"

"Tolong beri Appa pelukan, ciuman di pipi juga boleh kok."

"Hyung dengar ucapan Appa tidak? Jangan di ganggu terus adiknya sayang. Nanti Jungwon terbangun."

"Seong-ie, dimakan sayur nya nak. Jangan di pisahkan seperti itu."

"Apakah Appa pernah mengajarkan kalian berbohong? Tidak kan? Lalu dari mana kalian mempelajari hal itu, eoh? Tahu tidak berbohong itu perbuatan dosa nak? Memang nya Kalian mau Tuhan marah? Jika Tuhan marah dan membawa Appa pergi bagaimana? Masih mau berbohong?"

"Tidak mau peluk anak yang suka berbohong, Appa tidak suka anak nakal."

"Aigoo, iya Appa maafkan sayang. Jadi berhenti menangis ya nak. Sini Appa peluk, katanya berandal di sekolah? Tapi di diamkan Appa dua hari sudah menangis?"

Suara Ayahnya kembali terngiang.

Setelah ini dia tak akan pernah lagi mendengar kata kata itu terucap dari mulut sang ayah, tak kan pernah ada ucapan penyemangat untuk nya di pagi hari, tak ada lagi sambutan hangat ketika ia pulang nanti, tidak ada lagi yang akan menasihati ketika ia berbuat kesalahan kelak. Sudah Tidak ada lagi tatapan teduh, suara candu, pelukan hangat begitu pula usapan lembut yang akan dia rasakan di pucuk kepala nya setiap malam.

Semua nya hilang dan lenyap, bersama hembusan napas terakhir dari seorang laki-laki hebat bernama Kim Taehyung. Ayahnya.


Air mata tak lagi menetes dari pelupuk mereka bertiga, sekarang hanya ada tatapan kosong yang terus mengarah pada lantai marmer di ruang tengah Villa seolah enggan menatap semua karangan bunga dan sebuah figura foto yang ada ditengah-tengah nya.

Jas hitam dengan aksen hiasan dua garis putih di lengan nya terlihat telah mereka gunakan sejak tadi. Wajah mereka terlihat pucat dengan kantung mata menghitam. Mereka terus menunduk sampai Hoseok berjalan dari arah kamar utama dan mendekati ketiganya, laki-laki itu sedikit mengusap punggung mereka yang nampak tegar meski nyatanya kini begitu rapuh. "Tidak ingin melihat Appa kalian hm?" Hoseok sedikit melirih.

Perlahan tundukan itu terangkat dan berhasil membuat Hoseok bisa melihat bagaimana rupa kacau ketiga anak itu sekarang.

"Relakan ya nak, biarkan Taehyung pergi dengan tenang. Jangan biarkan dia bersedih melihat ketiga jagoan nya terpuruk seperti ini."

***

Jay mengambil duduk di sisi kanan ranjang begitu pula dengan Sunghoon. Sedang si bungsu lebih memilih naik ke atas ranjang disini kiri. Mereka hanya diam tanpa ada niatan untuk memulai pembicaraan.

Ketiga nya nampak asik mengamati sosok yang kini terlihat begitu tenang dalam lelap nya. Ayahnya tetap terlihat tampan walau hanya mengenakan sebuah kemeja biru sederhana.

Jungwon sedikit menyentuh pipi Taehyung. Kemudian merendahkan kepala nya untuk bisa mencium kening itu. "Appa, Jangan khawatir. Hari ini, esok, lusa atau bahkan selamanya. Kau akan tetap menjadi seorang pahlawan di hidupku. Tolong sampaikan rasa terima kasih ku pada Tuhan nanti ya? katakan Jika aku sangat-sangat berterima kasih karena telah di berikan seorang Ayah sempurna seperti Appa." bisik nya.

Jungwon mundur dan membuang pandangan ke samping, membuat Sunghoon maju dan melakukan sesuatu yang sama seperti yang dilakukan oleh adiknya.

"Bagi semesta, Kau mungkin hanyalah seseorang. Namun bagi ku, Appa adalah sebuah Dunia atau bahkan semesta itu sendiri. Aku mencintaimu, Appa. Kehilangan mu adalah ujian paling berat yang pernah ada di hidup ku, jadi aku mohon pergilah dengan rasa bahagia yang mengikuti mu. Saranghae."


Jay menggenggam telapak tangan sang Ayah, dingin. Itulah yang dia rasakan sekarang. "Tangan ini begitu hangat saat mengusap surai kami dulu." Jay beralih menyentuh bibir pucat dan kelopak mata milik Taehyung. "Bibir ini selalu menyuguhkan senyum tulus dan kata-kata sayang di setiap harinya. Begitu pula dengan mata ini yang tak pernah berhenti menyorot dengan teduh pada kami."

Terakhir, Jay memberikan kecupan singkat di kening itu. "Kau tau Appa? Dalam hidupku aku sedikit pun tidak pernah mempercayai akan adanya sosok Superhero. Namun setelah aku selidiki kembali, ternyata dia benar-benar ada. Bahkan sosok nya lebih hebat di bandingkan Superhero. Dan sosok itu adalah dirimu Appa, orang paling hebat dalam hidupku. Ayah paling keren yang pernah aku miliki. Ayah sempurna di kehidupan kami. Sekarang Superhero kami telah berhasil menjalankan misi nya, jadi kami akan dengan senang hati mengijinkan mu beristirahat. "

"Sleep well my hero, my Perfect Father, and My universe. We love you so much, Appa. Goodbye and have a good dream."

***

Taehyung tersenyum menatap ketiga nya, melihat mereka begitu tegar sekarang membuat nya benar-benar merasa bahagia. Ternyata putra-putra nya berhasil tumbuh dengan baik.

Detik itu Taehyung merasa bangga karena semua usaha nya ternyata tak berakhir sia-sia.

"Terimakasih sayang, Appa benar-benar bahagia. Sampai Jumpa nak, Appa menyayangi kalian."

.

.

.

END


YEY! 🎉🎉🎊🎊

Perfect Father's selesai sampai disini.

Aku mau ngucapin banyak - banyak terima kasih untuk kalian pembaca setia cerita ini. Meski memakan waktu satu tahun lebih akhirnya aku bisa nyelesain ini. Dan semua itu karena semangat kalian.

Cerita ini bener-bener nguras emosi banget. Dari awal aku buat cerita ini emang dengan ending yang seperti ini. Jadi maaf banget kalo kalian kecewa sama endingnya yang kaya gitu.

Btw aku penasaran bagaimana kesan pertama kali kalian baca cerita ini? Keliatan seru atau gimana nih?

Soalnya dri beberapa yang ku tau kalian lebih suka cerita Taehyung yang flufy gemoy seperti itu. Jdi pas baca Taehyung Appa bagaimana perasan kalian? Cocok ga Taehyung dapet peran kaya gini?

Cerita ini menurut kalian bagaimana? Bikin ketagihan ga baca nya? Atau biasa aja?

Cara penyampaian pesan nya buat kalian, mudah di pahamin ga?

Setelah ini bakalan Bye Bye sama pak Tae 🤧🤧 apa yang kalian pengen sampein ke dia? Sebelum benar-benar menghilang?

Aku bingung mau ngomong apa lagi, tangan ku udh semutan gegara kelamaan pengen hp buat ngetik ini. Jadi mungkin cukup sekian. Dari aku.

Dah! Appa Tae undur diri dulu 🤗


Dynaa_ifa

Lampung, 18 november 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top