Chapter 32

🍁 Perfect Father's 🍁

.

.

.

Happy reading guys and sorry for typo

Ga yakin bisa ngefeel 😭 jangan berekspektasi ya Gyuss takut kecewa sebab aku yakin ini ga memuaskan bngt. Suer deh 😭😭😭

.

.

.

Jeju-do, South Korea

Tiga pasang kaki yang sejak tadi berdiri dengan goyah akhirnya jatuh, pun isakan memilukan yang akhirnya terdengar meluruh bersama hati mereka yang kian lama tak lagi utuh. Tak kala sosok terhebat dalam hidup nampak begitu rapuh. Terbaring seorang diri di balik dinding kaca yang terbentang teguh. Bertanding dengan waktu yang seolah kukuh ingin cepat-cepat merengkuh.

"Satu tahun lalu, saat akan menghadiri acara kelulusan Jungwon. Taehyung mengalami kecelakaan, menyelamatkan seorang bocah yang nyaris terlindas sebuah truk pengangkut kayu. Terlalu naif memang, tapi begitulah sifatnya. Dia Sempat koma selama 8 bulan dan akhirnya sadar empat bulan lalu."

Jimin, menggigit bibir bawah nya saat mencoba berbicara pada semua orang yang nampak hancur lebur bak tertimpa beban yang berat nya tak lagi terukur.

"Namun keadaan nya benar-benar buruk paskah kecelakaan hari itu, atau lebih tepat nya setelah 2 operasi rumit yang dia jalani pada kepala dan satu kali operasi pada dada."

Terjadi pendarahan pada otak akibat cidera kepala yang sempat dia alami, kami akan melakukan prosedur Kraniotomi atau proses pembedahan otak yang dilakukan dengan membuka tulang tengkorak untuk mengatasi pendarahan. Namun, kami tidak begitu menjamin bahwa Taehyung bisa bertahan dan kembali membuka mata. Meskipun sadar nanti besar kemungkinan dia akan mengalami banyak dampak paska operasi ini.

Dia bisa saja lumpuh secara permanen, mengalami kebutaan, gangguan bicara, kesulitan mengingat dengan daya tangkap yang kurang. Belum lagi, dua tulang rusuk patah yang berhasil melukai paru-paru dan memperparah keadaan nya.

Semakin kuat, Jimin menggigit bibir tebal nya ketika penjelasan Axel terdengar lagi. Dokter yang nekat terbang dari Jerman menuju korea hanya untuk Taehyung seorang, padahal dokter itu baru saja menjalankan operasi besar namun dia tetap datang ketika Jimin menghubungi nya.

"Saat sadar empat bulan lalu Taehyung resmi mengalami ke lumpuhan permanen pada kedua kakinya. Dia juga tak dapat lagi bernapas layaknya orang normal, dokter berkata paru-paru nya rusak hingga tak lagi bisa mengambil napas secara spontan. Hari itu Taehyung yang ku kenal berubah, dia tak lagi mau bicara dan berubah murung. Terakhir kali aku mendengar suaranya adalah ketika ia meminta ku untuk merahasiakan semua ini dari keluarga nya dan membawa ia pergi ke tempat ini, Jeju."

Bugh


"Sialan! Kenapa kau begitu bodoh Hyung! Mengapa kau menuruti kemauan nya hah! Harusnya kau mengabari aku, Eomma dan juga Appa tanpa persetujuan nya sekalipun. Atau setidaknya kau bisa menghubungi Yoongi Hyuㅡ"

"Dia menghubungi ku Jungkook, tepat tiga bulan lalu."

Yoongi tiba-tiba datang bersama seorang dokter yang tak lain adalah Axel. "Dia menghubungi ku, dan aku yang sengaja tidak mengijinkan Jimin untuk menghubungi kalian."

"Kenapa, kenapa kau melakukan itu? bahkan aku pun tidak kau beri tahu Yoongi. Kau pun juga sama Yeol." Seokjin mencengkeram kerah baju milik Yoongi sembari menatap bergantian pada wajah merekaㅡYoongi dan Axel.

"Kau melukai hati imo Yoon, Bagaimana pun aku ibunya." kini Juhyun yang menatap penuh kecewa pada keponakan nya.

"Maafkan aku, aku hanya ingin Taehyung baik-baik saja sebab saat pertama kali aku tiba dia begitu marah pada Jimin dan menolak untuk makan. Keadaan nya memburuk karena itu, hal ini yang membuat ku enggan menghubungi kalian. Aku hanya takut Taehyung akan semakin menyakiti diri nya sendiri jika aku memberitahukan semua nya. Maaf. "

Yoongi berlutut di depan Juhyun dan Taewoo mencoba meminta maaf setulus dan sedalam yang dia bisa.

"Jadi kau berbohong tentang keberangkatan mu keluar negeri dengan dalih pekerjaan?" Taewoo yang kini mengajukan pertanyaan nya.

"Iya Samchon, maafkan aku sekali lagi."

Yoongi menunduk semakin dalam, begitupun hati mereka yang kian lama terendam oleh duka hingga menjadikan nya berkarat.

"Lalu kenapa keadaan Appa bisa menjadi seperti ini?"

Jay berbalik menatap Jimin dan Yoongi bergantian, wajah si sulung jelas sekali amat sangat terpukul dengan keadaan yang baru saja dia dengar. Ia tak menyangka bahwa sang Ayah kini berada dalam kondisi yang sedikit pun tidak bisa ia bayangkan.

"Semua nya salah ku. Jika seminggu lalu aku tidak membuang album foto kalian mungkin Taehyung tidak akan nekat menelan semua obat-obatnya. Saat itu dia terus saja menatap album foto kalian selama hampir 18 jam setiap hari, dia sering melewatkan makan dan jadwal minum obatnya. Hingga hal ini membuat aku muak dan terpaksa membuang benda itu. Belum lagi penyakit yang dia derita kian lama bertambah parah hingga keadaan nya benar-benar drop satu minggu lalu."

Jimin meremas kedua telapak tangannya, merasa bodoh setelah mengingat tindakan nya seminggu lalu. Harusnya dia paham bahwa sahabat nya itu hanya amat sangat merindukan mereka hingga terus saja menatap foto-foto itu.

Ketiga bocah yang sejak tadi menatap ke dalam ruangan itu mendadak merasa nyeri.

"Boleh aku masuk ke dalam? Aku ingin bertemu Appa." Jungwon yang sejak tadi telah berurai air mata pun akhirnya memberanikan diri.

"Ya, silahkan. Kau putra bungsu nya kan? Taehyung selalu menceritakan betapa menggemaskan nya dirimu pada ku setiap kali ia menjalani pengobatan nya. Sekarang aku tau bahwa perkataan nya memang benar. Jadi tolong bujuk Appa mu untuk bangun dengan aegyo andalan mu itu nanti ya?" Axel tersenyum sembari mengusap pucuk kepala si bungsu.

Satu dua langkah Jungwon ambil, kaki gemetar nya terus ia paksa masuk mendekati ranjang pesakitan yang ada ditengah ruangan. Manik polos nya mendadak memanas manakala sosok yang terbaring di sana terlihat begitu ringkih sekarang.

"Appa, aku datang." kalimat pertama yang ia keluarkan ketika duduk di kursi kecil samping ranjang. Sumpah, Demi apapun Jungwon merasa ulu hati nya di hantam sebuah batu, mengapa rasanya sakit sekali?

"Tangan Appa dingin sekali hiks hiks."

Tangis nya tak lagi mampu dia tahan saat mengingat tangan hangat yang dulu memapah nya berjalan kini berubah sedingin es batu. Isakan nya semakin keras dan bercampur dengan suara 'bip' Elektrokardiogram yang terdengar mendominasi ruangan senyap ini. Air mata tak kunjung usai dia keluarkan saat menatap wajah sang Ayah yang terlelap. Ayah nya tetap terlihat tampan meski rona pucat menghiasi rupanya.

"Wajah Appa sangat tirus, kata paman Jimin Appa sering melewatkan jadwal makan karena merindukan kami? Kenapa Appa nakal sekali, eoh?" Rancauan nya semakin terdengar menyedihkan.

Jungwon menatap benda yang menutupi hampir keseluruhan wajah Taehyung ㅡMasker Ventilator. "Tadi pagi Appa senang ya mendengar suara Jungwon? Kata paman Jimin Appa berhasil melewati masa kritis setelah sempat mendengar suara Won-ie. Jadi sekarang harusnya Appa bangun sebab Won-ie benar-benar sudah ada disini."

Jungwon bangkit dari duduk nya dan mendekatkan diri pada pucuk kepala sang ayah. Satu kecupan dia berikan pada dahi itu. "Sudah Won-ie cium, itu berarti sakit nya sudah hilang kan, Appa? Dulu Appa bilang kecupan itu adalah obat cinta yang tidak ada duanya tapi sekarang kenapa itu tidak bekerja lagi?"

"Apa aku terlalu nakal hingga Appa tidak ingin bangun? Won-ie berjanji tidak akan mengabaikan pesan Appa lagi, Won-ie juga akan menjawab panggilan telepon dari Appa hiks hiks, mianhae. Jeongmal mianhae, Appa ireona. Jebal ireona."

Bocah itu semakin kehabisan akal, dia benar-benar takut. Apalagi saat tangan nya dia arahkan untuk menyentuh dada berhias kabel itu, luka bekas operasi yang Jimin katakan beberapa saat lalu nampak begitu jelas di mata nya sekarang.

"Disini sakit sekali ya Appa? Won-ie tidak tahu harus berbuat apa hiks hiks padahal dulu saat aku kesakitan Appa selalu berhasil menyembuhkan nya hiks hiks. Tapi kenapa aku tidak bisa?"

Dia ingat sejak kecil saat tubuhnya terasa sakit dia pasti akan datang ke kamar Taehyung meminta satu buah kecupan juga sebuah rengkuhan hangat. Dan sang Ayah tentu memberikan nya walau ia terlihat kelelahan sekali pun, ayah nya itu tetap merengkuh dan menyanyikan nya sebuah lagu sampai dirinya bisa terlelap.

"Appa aku takut jika mimpi ku hari itu akan berubah menjadi kenyataan." Jungwon menelungkup, membiarkan air mata nya jatuh mengenai selimut yang Taehyung kenakan. Satu lengan nya tak henti menggenggam telapak tangan Ayah nya. Semakin lama semakin erat.

"Won-ah."


'Deg'


Jungwon seketika menegakkan tubuh saat suara berat yang terdengar lirih berhasil menjamahi telinga, detik itu ucapan syukur terus dia keluarkan berulang-ulang saat netra sayu milik sang Ayah kini terbuka dan menatap nya dengan teduh.

***

Ketiga pemuda yang sejak satu jam lalu terus saja menangis kini akhirnya berhenti berkat usaha sang Ayah.

"Gwaenchanh-a, Appa sungguh baik-baik saja nak. Sudah-sudah berhenti menangis, hm? Ini menyakiti hati Appa sayang." Taehyung mengusap air mata di pipi mereka, sedikit kesulitan sebab dua buah infus yang mengganggu pergerakan nya.

Omong-omong sudah satu setengah jam Taehyung sadarkan diri, kondisi nya kini berangsur membaik meski tak kan pernah lagi menyandang predikat dari kata 'sembuh'. Dia juga sudah di pindahkan ke ruang rawat biasa dan peralatan medis yang tadi melekat di tubuh sebagian telah di lepas. Hanya menyisakan dua selang infus di tangan kiri dan pulse oximeter di telunjuk tangan kanan juga seutas selang nasal kanula yang membantu paru-paru nya bernapas.

"Sudah makan siang belum jagoan?" Taehyung mengusap pucuk kepala Jungwon sembari menatap mereka bertiga bergantian.

"Belum, kan? Yasudah makan dulu ya nak. Ajak Seonu, Seowu, Heeseung dan Jaeyoon juga. Nanti Appa Minta paman Jimin yang antarkan ya?"

Mereka yang notabe nya belum memasukkan makanan sedikit pun dari tadi pagi akhirnya menurut. Memang saat Jimin menelepon pagi tadi mereka semua langsung terbang ke tempat ini -Pulau jeju- tanpa sarapan atau persiapan apapun.

"Jim tolong antarkan mereka ya?"

Jimin yang memang berada di dalam ruangan itu hanya bisa mengangguk, dia tahu Taehyung tengah menahan rasa sakit nya sejak tadi. "Baiklah, Ayo semua nya kita pergi ke kantin rumah sakit."

Setelah mereka semua pergi Seokjin lantas mendekat, "Jangan di tahan Tae. Keluarkan, aku tahu kau menahan diri di hadapan mereka." ucap nya.

Taehyung seketika meremas selimut yang menutupi sebagian tubuh nya saat rasa sakit hampir mengambil alih seluruh tubuhnya. Dada nya seolah di koyak setiap kali menarik napas, kaki tak berguna nya kini terasa semakin kaku. Belum lagi sakit kepala hebat yang menyerang dengan dahsyat nya.

"Argh, hah.. Eugh.. Akkhh!" laki-laki itu menggerang dan Seokjin tanpa basi-basi menyuruh nya untuk kembali berbaring. Mantan dokter tentara itu bergerak cepat mengganti nasal kanula yang Taehyung gunakan dengan masker oksigen.

"Bernapas yang benar Tae, kau harus bisa memperbaiki napas mu." titah Seokjin dengan tangan yang sibuk mengatur regulator oksigen menjadi 15 liter per menit. Dia juga menyuntikan injeksi obat pereda nyeri pada selang infus Taehyung.

Sedang di tempat lain Juhyun, Taewoo, Jungkook dan Yoongi tengah berada di dalam satu ruangan dengan Axel yang sejak tadi menjadi objek berbicara.

"Aku sudah tidak bisa berkata apapun, keadaan Taehyung bukan lagi berada dalam kendali ku. Dia bisa bertahan sejak kecelakaan hebat kala Itu adalah murni sebuah keajaiban. Dia memang nampak baik-baik saja, tapi aku yakin Taehyung kini tengah menanggung kesakitan luar biasa yang sedikit pun tidak akan bisa kita bayangkan berapa kadar sakit nya."

***

Malam kembali dengan cepat begitu pula Seokjin, Yoongi dan kedua putra mereka yang harus kembali ke Seoul sebab besok adalah hari kelulusan senior high School, Jaeyoon dan kelulusan Junior high School, Seowu. Sebenarnya itu juga berlaku untuk Jay dan Sunghoon, namun kedua anak itu tetap bersikeras tinggal disini menemani sang Ayah.

"Nak, jangan begitu hm. Besok adalah hari kelulusan kalian sayang, itu adalah hari yang terjadi satu kali dalam hidup. Jadi kembali ya nak bersama paman Seokjin, Appa janji akan melihat acara kelulusan kalian melalui panggilan video."

Bujukan Taehyung lagi-lagi di abaikan oleh mereka berdua.

"Kalian tidak kasihan melihat Appa kalian, eoh? Kalian lihat bagaimana kesulitan nya dia mengambil napas, tapi dia tetap berusaha membujuk kalian." Yoongi yang jengah akhirnya berkata.

"Yoongi Samchon liat sendiri seperti apa keadaan Appa kan? Jadi bagaimana bisa kami pergi meninggalkan Appa di saat kondisi nya saja seperti ini?" Sunghoon, kini menatap lekat pada manik Yoongi.

Yoongi bodoh, ucapan nya malah semakin membuat mereka berdua semakin enggan untuk pergi.

"Kami akan tetap disini, itu adalah keputusan kami." Jay ikut menimpali ucapan Sunghoon.

Taehyung sekali lagi menarik napas nya, mencoba kembali berbicara pada mereka lagi. "Nak, Appa janji akan baik-baik selama kalian pergi. Appa malah akan merasa sedih jika kalian melewatkan moment seperti ini karena Appa."

"Pergilah nak, Appa mohon. Appa janji Ini terakhir kalinya Appa meminta pada kalian."


'Deg'

Sunghoon juga Jay menatap pantulan diri masing-masing pada cermin besar yang ada di dalam kamar, hari ini adalah hari kelulusan mereka. Hari bersejarah yang entah kenapa sedikit pun tidak membuat mereka bahagia, mereka berdua malah merasa sedih sebab meninggalkan sang Ayah jauh di sana.

Ya, atas paksaan Taehyung kemarin mereka akhirnya pasrah dan mau menuruti nya. Mereka tak lagi dapat menolak saat sang Ayah terlihat benar-benar memohon dengan begitu putus asa.

"Jay-ya? Sunghoon-ah? Ayo berangkat!" Suara Seokjin terdengar dari lantai satu dan menginstruksi mereka berdua.

"Iya paman kami datang!"

Mereka berdua beranjak keluar dari dalam kamar dan berlari turun ke lantai satu. Menatap Seokjin sejenak kemudian tersenyum.

"Ayo paman."

***

Selama 2 jam acara berlangsung si sulung dan si tengah nampak tidak memperhatikan, pikiran mereka melayang jauh keempat lain. Isi kepala mereka kini hanya di penuhi oleh sang Ayah seorang. Seperti bagaimana keadaan Appa sekarang? Atau, Appa baik-baik saja kan?

"Cah, Appa mu sudah sangat berisik." Tiba-tiba Seokjin menyerahkan ponsel nya yang bergetar ke hadapan mereka.

"Cepat angkat panggilan nya." Seokjin menepuk bahu Jay yang ada di samping nya.

Jay dengan cepat mendial tombol hijau di layar ponsel, seketika wajah Jungwon lah yang terpampang jelas disana.

"Hyung, kata paman Seokjin kalian akan bernyanyi? Benarkah?"

Tanya bocah itu menggebu-gebu. Di samping Jungwon Taehyung nampak tersenyum sebab merasa lucu dengan tingkah si bungsu.

"Iya berisik, sudah sekarang berikan ponsel nya pada Appa." Sunghoon berujar yang berhasil membuat bocah di itu mencebik.

"Cih, dasar. Ini Appa."

"Iya nak?"

Sunghoon dan Jay mendekatkan wajah mereka pada layar ponsel miliki Seokjin. "Appa kami akan bernyanyi, lagu special untuk Appa. Jadi tolong dengarkan ya."

"Tentu saja sayang, tanpa di minta Appa pasti akan mendengarkan nya."

Setelah mendengar jawaban dari Taehyung mereka berdua lantas memberikan ponsel itu pada Seokjin dan meminta dokter itu untuk merekam penampilan nya. Kedua nya langsung berlari ke belakang panggung untuk mempersiapkan penampilan nya yang akan tiba sekitar lima menit lagi.

Saat mereka yang berdua menaiki panggung tepuk tangan riuh seketika menyambut mereka. Jay menatap ke depan begitu pula Sunghoon.

You are my breath
Who keep me alive in my life
You teached me to be the best.

You never tired
As a crutch in my life
You give me all the greatest things

I just called you Father
Every time I lost direction
I just remember you Dad

If I far away from you

You never tired
As a crutch in my life
You give me all the greatest things

I just called you Father
Every time I lost direction
I just remember you Dad
If I far away from you

I just called you Father
Every time I lost direction
I just remember you Dad

If I far away from you

I just called you Father
Every time I lost direction
I just remember you Dad
If I far away from you

"Untuk Ayah tersempurna yang aku ketahui, lagu ini untuk mu Appa. Terima kasih karena telah sudi membesarkan kami bertiga dengan penuh cinta dan kasih. Kami bersyukur di beri kesempatan untuk bisa menjadi putra laki-laki hebat seperti diri mu. Laki-laki dengan rengkuhan paling hangat dan tutur kata yang penuh dengan kelembutan.

Berkat dirimu kami bisa tumbuh sebesar ini, berkat diri mu kami sedikit pun tidak pernah kekurangan kasih dan sayang. Kau lah yang pertama kali mengajarkan kami berbicara, berjalan juga mendeskripsikan arti dunia dengan cara pandang yang berbeda. Ingat ucapan saat Appa mengajari kami bermain sepeda roda dua dulu? Appa berkata tidak akan pernah melepaskan pegangan mu pada kami, tidak akan pula membiarkan kami jatuh dan terluka barang setitik. Dan karena itu kami mengucapkan terima kasih sekali lagi, Terima kasih karena tidak melepaskan pegangan tangan mu sejak dulu pada kami." Sunghoon tersenyum dengan begitu lebar.

"Kata Appa kebahagiaan orang tua terletak pada Anak-anak nya kan? Maka aku dengan keras akan mengatakan bahwa kebahagiaan anak pun terletak pada orang tua nya. Melihat orang tua nya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja adalah kebahagiaan terbesar seorang anak. Begitu pula kami, jadi aku harap Appa akan selalu baik-baik saja.

Maafkan kami jika kami begitu nakal dan sering kali membuat hati Appa terluka. Di banding membenci kami Appa malah semakin menyayangi kami berkali-kali lipat lebih besar saat kami menyakiti mu. Kami tidak pernah menyesal hidup seperti ini Appa, kami malah bersyukur bisa tumbuh di bawah asuhan tangan seorang Ayah terbaik seperti dirimu. You're The real Perfect Father For we. Love you Appa, Saranghae!"

Jay menyudahi pidato nya di iringi tepuk tangan riuh yang berasal dari para orang tua murid yang hadir pada hari itu. Bahkan Namjoon dan Jungmin ikut hadir di Acara itu. Dan mereka tidak keberatan jika Jay dan Sunghoon hanya menyebutkan sosok Taehyung seorang. Sebab siapa pun tahu yang selama ini berjuang membesarkan mereka adalah laki-laki itu. Laki-laki keras kepala dengan hati selembut kapas.


Oke aku bingung mau ngomong apa, ini. Beneran ngebut bngt ngetik nya, maaf bngt klo ga ngefeel sebab ngetik di buru-buru itu beneran bikin kacau pikiran 😭

Terakhir Cuman mau bilang Gws Taehyung-ah.

Ifa

Lampung, 25 oktober 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top