BAB 7
Gea menjadi yang paling tidak terima dengan pernikahan Aurora. Wajah masamnya terpatri jelas di wajah Gea saat menghadiri pesta pernikahan Aurora dan Delvian. Tidak ada senyuman selain amrah dan rasa iri yang mengerogoti hatinya.
Aurora tampak cantik dalam balutan gaun putih mendampingi Delvian menyambut para tamu yang hadir. Sosok Aurora seperti malaikat yang turun ke bumi hari itu. Senyum indah jelas terpatri di wajah cantik Aurora meski dia tahu Delvian tampak tidak bahagia akan pernikahan mereka. Aurora hanya bisa menyimpan semua di dalam hati ketika menerima kenyataan pernikahan dirinya dan Delvian akan berakhir saat anak mereka lahir.
Satu hari sebelum pernikahan dilangsungkan. Delvian menemui Aurora di kamar hotel tempat Aurora menginap. Delvian berjalan masuk ke dalam ruangan membawa seberkas map yang membuat Aurora tecengang.
"Ini adalah perjanjian pernikahan kita. Dimana kita akan bercerai setelah anak itu lahir" Delvian menyerahkan map cokelat kepada Aurora. Aurora tidak bergeming di tempatnya dan membaca isi map itu.
"Kau ingin aku menandatagani nya sekarang??" Delvian diam atas pertanyaan Aurora.
"Iya jika kau ingin aku memberikan konpensasi lebih silahkan sebutkan nominalnya" Aurora menatap Delvian sejenak dan mengambil pulpen di dalam tasnya.
"Tidak perlu" Aurora menandatagani berkas tanpa memberikan persyaratan apa pun" Delvian mengeryitkan dahi dalam melihat prilaku Aurora.
"Sungguh kau tidak membutuhkan apa pun??" Aurora mengangguk pelan dan menyerahkan berkas yang sudah dia tandatangani.
"Aku hanya ingin kau menjaga bayi ini dengan baik nantinya. Meski mungkin aku tidak bisa membesarkan nya aku berharap dia bisa tumbuh dengan baik" perasaan Delvian terasa menohok saat itu. Pertama kali dalam hidupnya dia menemui wanita yang tidak meminta uang ataupun sesuatu yang menguntungkan untuknya. Terutama ketika dia sendiri sudah hamil anaknya.
"Aku pasti akan menjaganya. Bagaimana pun aku adalah ayahnya" Aurora tersenyum simpul dan mengelus perut datarnya.
"Terima kasih"
"Istirahat lah besok akan menjadi hari yang melelahkan. Aku akan menyimpan berkas ini"
"Baiklah" Delvian beranjak dari hadapan Aurora. Hanya seulas senyum tipis dan sendu saat melihat punggung Delvian yang berlalu.
"Jadi anak yang nurut dengan papa ya nak. Maafkan mama tidak bisa membesarkan mu dan melihat kau bertumbuh" Gumam Aurora lirih mengelus pelan perutnya yang masih merata.
Mengingat kejadian sehari lalu membuat Aurora termenung di tempatnya pada hari pernikahan menyambut tamu. Delvian menyengengol Aurora yang tampak asyik melamun.
"Aurora hey.." sengolan Delvian membuat Aurora tersadar.
"Ha iya kenapa??"
"Kau melamunkan apa. Ada tamu yang ingin bersalaman" Aurora tersadar kembali dan melihat kesekeliling tamu yang sudah menunggu untuk mengucapkan selamat kepada mereka.
"Maafkan aku. Terima kasih atas kedatangan nya" Aurora membalas semua ucapan selamat dari para tamu. Delvian hanya menatap bingung ke arah Aurora.
Delvian membawa Aurora untuk segera istirahat setelah pesta usai. Mereka tidak ikut dalam acara pesta makan malam karena Delvian tidak ingin dirinya dan Aurora terlalu terexpos media yang akan membuat Sherlin mengetahui pernikahan dirinya dan Aurora.
"Apa tidak apa-apa kita tidak ikut pesta lagi??" Aurora dan Delvian bersiap untuk tidur malam itu.
"Tidak masalah ada grandma dan keluarga yang menangani disana. Kita istirahat saja kau adalah seorang ibu hamil jadi harus segera istirahat aku juga sangat lelah" Aurora mengangguk mengerti tanpa membantah Delvian sedikit pun.
"Baiklah mari istirahat" Delvian mengambil selimut dan bantal bersiap beranjak. Aurora keheranan melihatnya.
"Aku akan tidur di sofa kau tidur saja di kasur" Aurora merasa tidak nyaman dengan Delvian. Tidak seharusnya pria itu tidur di sofa karena dirinya .
"Biar aku saja yang tidur di sofa" Delvian mengeleng cepat.
"Tidak usah kau tidur di kasur saja. Ibu hamil tidak baik tidur di sofa" Aurora terdiam seolah Delvian memang menjaga dirinya sebagai wanita hamil pada umumnya.
"Baiklah jika begitu selamat malam" Aurora beranjak ke kasur dan menarik selimut. Delvian meletakan bantal dan juga selimut di sofa. Tak lama ponselnya berdering dan menampak kan nama Sherlin. Delvian dengan cepat menjawap pangilan Sherlin dan berlalu dari kamar.
"Hallo Sherlin" Aurora menoleh kepada Delvian yang kini berdiri di balkon menerima pangilan telpon Sherlin. Aurora hanya menghela nafas dan berbaring menatap ke sisi kiri sembari menatap punggung belakang Delvian.
"Maafkan aku Delvian. Aku menjadi benalu dalam hubungan mu dan Sherlin. Tapi aku berjanji aku tidak akan mengantikan posisinya dan hanya akan menjadi istrimu yang tidak terlihat" Gumam Aurora tersenyum tipis dan sendu kemudian menutup matanya untuk terlelap tidur.
"Iya aku juga merindukan mu byee" Pangilan telpon Sherlin dan Delvian berakhir. Delvian masuk dan melihat Aurora yang sudah terlelap tidur. Delvian menutup pintu balkon dan juga tirainya. Dia berjalan mendekat ke arah kasur.
"Mengapa kau tidak menututku Aurora. Jika kau melakukan itu aku tidak harus merasa bersalah seperti saat ini" lirih Delvian menatap wajah lelap Aurora. Delvian menutup rapat selimut yang turun dari tubuh Aurora.
"Aku akan menjaga anak ini dengan baik. Aku berjanji" Gumamnya dan berlalu ke sofa kembali untuk tidur malam itu.
Malam pertama Aurora dan Delvian diluar bayangan nenek dan keluarganya. Saat itu mereka membayangkan jika Aurora dan Delvian pasti sedang memadu kasih dan cinta di malam pertama mereka. Tapi pada kenyataan nya mereka sudah tertidur lelap di dua tempat tidur yang terpisah.
****
Pernikahan Aurora dan Delvian sudah selesai di laksanakan. Kini Aurora ikut pergi bersama Delvian dan neneknya kembali ke Washington Dc.
Meski Aurora berat hati untuk melepas kenangan nya bersama rumah yang telah dia tempati dari sejak kecil dan kehidupan nya di London namun dia tahu kini statusnya sebagai istri Delvian tidak mengijinkan nya untuk tinggal. Di tambah hubungan ayahnya dan Delvian yang tidak terlalu baik karena kasus pengusiran Aurora saat itu.
Pesawat yang membawa Aurora bersama keluarga Delvian mengudara meninggalkan London hari itu . Grandma duduk di hadapan Delvian dan Aurora dan tersenyum senang.
"Akhirnya grandma bisa melihat anak dari Delvian. Kau harus menjaga kandungan mu dengan baik Aurora" Aurora mengangguk mengerti.
"Iya grandam"
"Kau juga harus menjaga dia Delvian. Grandma sudah menyiapakan satu tempat bulan madu untuk kalian" Delvian terkejut mendengar hal itu.
"Grandma kami tidak membutuhkan itu. Lagian Aurora sudah hamil" neneknya terseyum ke arah keduanya.
"Grandma tahu tapi meski begitu seorang ibu hamil membutuhkan liburan Delvian Semua demi anak kalian" Aurora hanya diam mendengar perkataan nenek Delvian.
"Grandma tidak perlu aku bisa istirahat di rumah saja" tolak Aurora halus. Dia tidak ingin merepotkan Delvian untuk hal-hal yang tidak ingin Delvian lakukan.
"Aurora kau membutuhkan liburan untuk istirahat sejenak agar kesehatan mu segera pulih jadi grandma mohon jangan menolak niat baik grandma ya" Aurora jadi serba salah. Menolak neneknya dia tidak ingin menyakiti hati nenek tapi menuruti nya Delvian akan marah.
"Baiklah kami pergi. Aku serahkan semua kepada Grandma" Ujar Delvian yang membuat neneknya dan Aurora mengulum senyum.
"Nah itu baru cucuku..anak pintar" Aurora terkekeh melihat kelakuan neneknya yang mengelus kepala Delvian.
"Grandma aku bukan anak kecil lagi"
"Iya ya kau seorang suami dan ayah sekarang. Jadi bertanggung jawablah seperti seharusnya. Mengerti?"
"Iya grandma iya"
Neneknya sangat bahagia mengetahui Delvian bersedia menikahi Aurora. Dia tahu cucunya terpaksa melakukan semuanya. Tapi bagi Elizabeth sendiri tidak ada wanita yang sebaik Aurora pantas untuk mendampingi Delvian. Bahkan jika itu adalah Sherlin sekalipun.
Pesawat masih terus mengudara menuju Amerika. Aurora terlelap tidur di kursi pesawat sementara Delvian sibuk dengan pekerjaan nya. Dia menatap Aurora yang kini tertidur. Dia sungguh tidak ingin menyakiti wanita sepolos dan sebaik Aurora. Dia bahkan tidak menuntut apa pun atas apa yang telah Delvian perbuat kepadanya. Hal itu membuat Delvian tidak tega melukai Aurora.
Namun disisi lain hatinya masih mencintai Sherlin dan dia tidak bisa menerima Aurora dalam hidupnya. Hanya bertanggung jawab atas anak itulah yang bisa Delvian lakukan saat ini dan dia bersyukur Aurora menyetujui idenya atas pernikahan sementara mereka hingga anak mereka lahir. Delvian tidak tahu apa kah yang dia lakukan adalah hal yang benar. Tapi satu hal yang dia tahu Aurora mengerti dengan posisi nya yang sulit saat ini dan dia bersyukur untuk itu.
To be continue..dont forget to vote thank 🌹
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top