BAB 6
Aurora terbangun setelah tertidur selama hampmir dua hari. Delvian masih menjaganya disana. Perlahan Aurora membuka matanya. Aurora memakasakan dirinya bangun namun Delvian dengan sigap memabantunya.
"Jangan bangun dulu kau belum sembuh total" Aurora menatap Delvian.
"Tuan..."
"Iya ini aku..bagaimana perasaan mu"
"Jauh lebih baik. Terima kasih karena sudah menolongku,kenapa bisa berada disini??" Delvian menatap Aurora lurus.
"Hallo" Sapa grandma Delvian ke arah Aurora. Aurora meihat bingung wanita paruh baya yang berjalan ke arahnya dan menyapanya.
"Aurora ini grandma. Nenek ku" Ujar Delvian ke arah Aurora. Aurora langsung memberikan salam"
"Maafksan saya tidak mengenal anda grandma"
"Tidak masalah. Bagaimana keadaanmu?? Grandma baru bisa kemari. Perkenalkan akun Elizabeth Parker nenek dari Delvian"
"Saya Aurora grandma" Elizabeth duduk di kursi di dekat ranjang Aurora menatap Delvian sejenak dan kemudian ke arah Aurora.
"Bagaiman bisa kau sampai pingsan di jalanan di tengah kondisi hamil seperti ini??" Tanya Grandma kepada Aurora. Aurora diam tidak bisa menjawab pertanyaan grandma.
"Apa terjadi sesuatu Aurora??" Delvian menatap menyelidik ke arah Aurora.
"Hmm aku baik-baik saja tuan"
"Katakan..apa mereka mengusirmu??" Aurora membelalak kan matanya menatap Delvian.
"Bagaimana kau tahu??"
"Untuk apa kau membawa koper di tengah hujan jika kau tidak pergi dari rumah" Ujar Delvian bersedekap.
"Jadi kau benar di usir Aurora?? Karena apa??" Tanya grandma nya iba melihat Aurora.
Aurora tampak ragu untuk memberitahu Delvian dan Grandma namun dia memberanikan dirinya menceritakan semua yang terjadi. Delvian yang mendengar hal itu mengepalkan tinjunya.
"Keterlaluan..!! Jika aku tidak menemukan mu kau dan anak itu bisa mati" Ujar Delvian emosi ke arah Aurora. Aurora hanya menunduk dalam dan terisak.
"Maaf..aku tidak bisa menjaga diriku dan bayi ini dengan baik" Ujar nya lirih sembari terisak pelan.
"Sudah lah Delvian kau hanya menakuti Aurora saja. Begini saja kita kembali ke rumah mu untuk memberitahu ayahmu" Ujar Grandma ke arah keduanya.
"Tidak grandma aku tidak berani kesana. Papa pasti sangat marah dan kecewa karena memiliki anak sepertiku"
"Tidak apa-apa..kau tenang saja ada aku dan Delvian yang akan bicara. Sudah jangan menangis lagi"
"Aku akan bertanggung jawab untuk anak itu" Ujar Delvian membuat Aurora menghentikan isakan nya dan menatap Delvian.
"Sungguh?? Tapi bagaimana dengan.." Aurora mengantung kalimatnya. Delvian menatap Aurora lurus.
"Dia anak ku sudah sepatutnya untuk ku bertanggung jawab"
"Delvian benar Aurora. Grandma tidak memiliki cucu yang tidak bertanggung jawab. Dokter sudah memeriksa keadaan mu dan baik-baik saja sekarang jadi kau bisa keluar hari ini"
"Aku tidak mungkin kembali ke rumah itu grandma. Aku sudah di usir darisana"
"Ikut bersama kami. Kau akan menikah dengan Delvian segera"
"Apa..!! Menikah??"
"Iya..benarkan Delvian??" Grandma nya menatap Delvian begitu juga Aurora. Delvian menatap sejenak dam menghela nafasnya.
"Iya..aku akan menikahimu" Aurora tidak bisa lebih syok dari itu. Bagaimana mungkin Delvian mau bertanggung jawab dan menikahi nya. Bagaimana dengan kekasihnya.
"Grandma apa ini.." Aurora mengantungkan omongan nya sembari menatap Delvian.
"Tidak usah berpikir yang lain. Pikirkan saja kandungan mu. Aku ingin anak itu lahir dengan selamat" ujar Delvian ke arah Aurora kembali.
"Delvian benar. Kata dokter kau tidak boleh stress dan banyak pikiran nanti janin mu bisa melemah. Tenang lah Delvian dan aku akan menjagamu" Ujar grandma meremas pelan tangan Aurora. Aurora tersenyum haru menatap neneknya Delvian.
"Terima kasih Grandma"
"Sama-sama cantik. Baiklah sekarang kita ganti pakaian mu sebelum keluar dari sini"
"Baik grandma"
"Aku akan mengurus administrasi dulu" Delvian berlalu dari ruangan. Aurora hanya menatap punggung pria itu yang berlalu keluar. Neneknya Delvian membantu Aurora untuk berganti pakaian untuk segera keluar dari rumah sakit.
****
Langit London cukup cerah hari itu membawa Delvian bersama Grandma nya mendatangi kediaman keluarga Aurora. Aurora sendiri lebih banyak diam sepanjang perjalnan. Rasa gugup terus meliputi hatinya. Dia tidak tahu bagaimana reaksi ayahnya ketika tahu Delvian lah ayah dari anak yang sedang di kandung nya saat ini.
"Aurora" Delvian membuyarkan lamunan Aurora. Neneknya Delvian yang duduk di jok depan hanya menatap dari spion intraksi cucu dan calon cucu menantunya itu.
"Iya,ada apa tuan??" Delvian menghela nafas dan memegang pundak Aurora sejenak.
"Jangan memanggil ku tuan lagi. Panggil aku Delvian" Aurora mengerjapkan matanya menatap Delvian. "Bolehkah??" Tanya Aurora lagi. Delvian menangguk perlahan. "Iya boleh".
Aurora tersenyum mendengar itu. Setidaknya dia tidak akan merasa canggung lagi berdekatan dengan Delvian jika harus memanggil nama depan nya.
"Baiklah Delvian" Delvian melepaskan tangan nya dari pundak Aurora dan menyenderkan tubuhnya ke jok kembali setelahnya tidak ada pembicaraan lebih lanjut diantara keduanya kecuali senyum simpul dari wajah neneknya yang merasa bahagia karena Delvian akan menjadikan Aurora istrinya.
Mereka pun sampai di kediaman Aurora. Aurora keluar dari mobil di bantu oleh Delvian. Karena kondisi nya yang masih lemah Delvian membopong Aurora untuk berjalan. "Terima kasih" Ujar Aurora ke arah Delvian yang hanya di sambut dengan anggukan pelan oleh Delvian.
Neneknya Delvian memimpin jalan menuju kediaman Aurora. Mereka berdiri di ambang pintu masuk dan menekan bel. Aurora sangat gugup kakinya terasa lemas. Terutama ketika dia mengingat bagaimana Sela mengusirnya hari itu.
Pintu di buka. Tampak seorang pelayan menyambut kedatangan mereka dan syok melihat Aurora ada disana. "Nona" Ujar sang pelayan terbata-bata." Papa ada di rumah??" Tanya Aurora ke arah pelayan rumahnya.
"Aa...ada nona" Jawab sang pelayan dengan terbata-bata. "Ada yang ingin aku bicarakan dengan nya,bisa kami masuk" Di saat itulah suara ayahnya terdengar." Apa ada tamu??" Tanya nya sembari mendekati ke arah pintu.
"Ada tuan ada.." ujar sang pelayan cepat. Ayah Aurora berjalan mendekat ke arah mereka. Dia terkejut mendapati Aurora berada disana bersama seorang pria dan ibu-ibu.
"Aurora" Ayahnya menatap ke arahnya yang tampak lemah. Aurora menatap ayahnya sejenak. "Pa maaf aku menganggu,bisa kita bicara??" Tanya Aurora kepada ayahnya yang menegang di tempatnya. "Masuklah" Ujar ayahnya kepada mereka. Mereka pun masuk ke rumah dan duduk di ruang tamu.
Helsone menatap Aurora dan Delvian dan bearlih ke arah neneknya Delvian yang kini duduk anggun di sofa.
"Apa yang ingin kalian bicarakan" Ujar ayahnya menatap Aurora dan Delvian.
"Aku akan bertanggung jawab untuk anak yang Aurora kandung. Dia adalah anak ku" Ujar Delvian kepada Helsone. Ayahnya menatap Aurora kembali. " Apa benar begitu Aurora??" Tanya ayahnya kepada Aurora.
"Iya benar pa" Helsone menghela nafas kasar. Menatap Aurora dengan tajam.
"Mengapa kau tidak mengatakan ketika aku menanyai mu hari itu??"
"Aku.." Aurora ingin menjawab namun Delvian sudah menjawab nya lebih dulu " Aku melarang nya karena aku ingin mengatakan nya sendiri" Helsone bearlih menatap Delvian dan mengeryitkan dahinya.
"Apa maksudmu melarangnya mengatakan nya??
"Itu sudah jelas demi keamanan dan baik keluarga" Ujar nenek nya kemudian ke arah ayahnya. Helsone masih tidak mengerti.
"Memang kalian siapa?? Sampai harus menjaga nama keluarga??"
"Perkenalkan aku adalah Elizabeth Parker dan ini cucuku Delvian Parker dan puterimu sedang mengandung cicit dari keluarga Parker" Helsone menengang di tempatnya. Menelan kerokongan nya yang serasa kering. Nama Parker sangat terkenal dalam kalangan bisnis kelas atas. Saking tinggi nya setatus mereka bahkan perusahaan yang Helsone miliki belum mampu untuk berkerjaama dengan mereka.
"Oh maafkan saya nyonya Parker saya tidak mengenali anda,apakah ini benar jika puteriku sedang mengadung anak dari cucu mu??" Ujar ayahnya tiba-tiba menjadi sangat ramah dan hangat. Delvian mendengus malas dan Aurora terdiam menyaksikan reaksi ayahnya yang berbanding terbalik dari hari itu.
"Tentu saja benar kami sudah memeriksnya untuk itulah aku dan cucu ku datang kemari untuk bertanggung jawab"
"Benar,aku akan bertanggung jawab. Tapi sebelum itu bisa jelaskan mengapa anda mengusir Aurora dari rumah ini??" Tanya Delvian tajam ke arah Helson. Helson terdiam menegang di tempatnya dan tersenyum kaku. " Oh itu hanya kesalahpahaman. Waktu itu saya terbawa emosi karena merasa kecewa dia hamil sebelum menikah"
"Tapi bagaimana pun tindakan anda tidak di benarkan mengusirnya dari rumah. Ketika anda belum tahu siapa ayah dari anak itu..!!" Ujar Delvian marah ke arah Helson. Helson terdiam mendapati kemarahan Delvian yang tampak menyeramkan.
"Maafkan saya. Saya sungguh khilaf. Aurora maafkan papa ya" Ujar ayahnya ke arah Aurora yang masih diam.
"Tidak ada gunanya. Anda hampir membuat calon istri dan anak saya mati. Saya tidak akan memaafkan nya" Ujar Delvian lagi. Aurora menatap Delvian tidak percaya. " Delvian sudah lah. Aku baik-baik saja" Aurora mengelus pelan lengan Delvian untuk membuatnya tenang.
"Tapi dia dia hampir membuat mu mati dan kehilangan anak mu. Mereka tidak pantas di maafkan" Ayahnya langsung bersimpuh berlutut di depan Aurora. Membuat Aurora terkejut.
"Aurora papa mohon maafkan papa nak. Papa hari itu hanya sangat kesal dan kecewa karena tahu kau hamil.maafkan papa" Aurora tidak tega melihat ayahnya memohon seperti itu. " Pa bangun lah. Jangan seperti itu" Delvian mendengus masam melihat kelakuan ayah Aurora.
"Maafkan papa. Maafkan papa yang tidak pernah menjagamu dengan baik. Papa mohon maafkan papa" Ujar Helsone menangis di atas pangkuan Aurora. Aurora memeluk ayahnya itu.
"Pa..tidak apa-apa aku menyanggi papa. Jadi tidak perlu meminta maaf ayo bangun" Ayahnya bangkit dan duduk kembali ke sofa menghapus air matanya.
"Sudah lah Delvian kita kemari untuk memberitahu pernikahan mu dengan Aurora" ujar Grandma nya ke arah Delvian yang kini membuang wajah kesalnya.
"Mereka akan menikah??" Tanya helsone kepada neneknya Delvian.
"Iya kami akan membawa Aurora bersama kami dan dia akan menikah dengan Delvian" Ayahnya terdiam mendengar hal itu dia menatap Aurora kembali.
"Apa itu benar Aurora?? Kau akan menikah dengan nya??"
"Benar pa"
"Tapi kenapa tidak menikah disini saja. Papa bisa mengurusnya untukmu"
"Tidak perlu aku bisa mengurus pernikahan ku dan Aurora sendiri tanpa bantuan anda tuan Helsone" Ujar Delvian tajam membuat Helsone terdiam kembali.
"Baiklah jika itu yang kalian mau. Tapi Aurora ada satu hal yang harus kau tahu. Ini tentang keinginan ibumu" Ujar ayahnya kepada Aurora. Aurora menatap ayahnya sejenak.
"Apa yang mama inginkan??"
"Dia pernah memintaku. Jika suatu hari nanti kau akan menikah dia ingin kau menikah dengan gaun miliknya dan sebuah taman hotel yang sering kau kunjungi saat kecil. Kau ingat hotel itu??"
"Shereton Hotel??"
"Benar..ibumu selalu berharap kau menikah disana. Saat kau lahir itulah harapan nya"
"Bukan kah itu hotel lama milik grandma??" Tanya Delvian ke arah nenek nya. Neneknya tersenyum.
"Benar itu adalah hotel lama milik keluarga Parker yang ada di London. Jika meman itu keinginan ibumu maka menikah lah disana Aurora" ujar neneknya Delvian kepada Aurora. Aurora tampak diam dan menatap Delvian. " Iya kita menikah disana" ujar Delvian kepada Aurora. "Sungguh??"
"Iya" Aurora tersenyum menatap Delvian dan neneknya. "Terima kasih grandma,Delvian" Ujar Aurora yang di balasa anggukan bahagia dari Grandma nya.
"Apakah papa masih bisa menjadi pengiring mu?? Setidaknya ini lah yang bisa papa lakukan untuk menembus semua kesalahan papa kepadamu" Ujar Helsone ke arah Aurora. Aurora berkaca-kaca mendengar perkataan ayahya.
"Bagaimana pun papa tetap ayahku. Sudah seharusnya seorang ayah mengantar puterinya ketika menikah kan??" Ujar Aurora membuat Helsone berkaca-kaca terharu.
"Terima kasih kau memang seperti ibumu Aurora" Ujar Ayahnya memeluk Aurora. Disisi lain ternyata Denisa dan Gea mendengarkan semua percakapan mereka. Membuat keduanya mendengus tidak percaya atas apa yang mereka dengar barusan.
"Ma,bagaimana bisa si cupu itu menikahi cucu dari keluarga Parker??" Bisik Gea tidak terima mendengar pembicaraan mereka.
"Entah lah. Apa yang telah jalang itu lakukan samapai bisa menghamilinya"
"Dia sungguh wanita jalang sialan. Aku pikir anak itu memiliki ayah yang tidak jelas asal usulnya. Menyebalkan..!!" ujar Gea tidak terima akan apa yang dia dapati saat ini.
"Baiklah jika begitu pernikahan akan di adakan dua hari lagi. Untuk keamanan dan kesehatan Aurora bersama anak nya. Dia akan kami bawa" Ujar Elizabateh kepada Ayahnya Aurora.
"Baik nyonya. Kami serahkan semua kepada kalian. Aku titip puteriku"
"Tidak perlu anda titipkan aku akan menjaganya" Ujar Delvian masam ke arah ayahnya Aurora.
" Delvian sudah lah ayo kita pergi" Ujar Neneknya beranjak dari sofa. Aurora juga beranjak dan memeluk ayahnya kembali.
"Sampai bertemu di pernikahan pa. Aku menunggu gaun mama"
"Iya,akan papa kirimkan kepadamu nanti"
"Jika begitu aku pergi dulu" Aurora melangkah pergi bersama Delvian. Helsone menatap perih ke arah Aurora. Bagaimana selama ini dia memperlakukan Aurora tidak adil. Dia benar-benar tidak pantas menjadi ayahnya. Tapi dia bersyukur anak nya menemukan pria seperti Delvian yang akan bisa menjaganya dengan baik.
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top