BAB 21
Aurora berjalan kesana kemari dengan cemas. Menunggu kepulangan Delvian. Dia hanya berharap Sherlin baik-baik saja. Semua terjadi karena sebuah kesalahpahaman dan dirinya tidak pernah menginginkan hal ini terjadi diantara mereka.
Suara langkah kaki terdengar dari balik pintu kamar. Aurora yang sudah berganti pakaian tidur beranjak dari tempatnya. Pintu kamar terbuka menampakan Delvian disana. Aurora berjalan cepat menghampiri Delvian.
"Bagaimana Sherlin?"tanya Aurora cemas. Delvian menatap Aurora. Keningnya mengkerut cukup dalam. Apakah wanita ini benar-benar mengkhawatirkan Sherlin. Kenapa dia justru khawatir dengan wanita lain bukan dirinya. Delvian masih tidak mengerti. Apakah Aurora memang sepolos itu atau dia terlalu baik. Jika wanita lain pasti tidak akan ingin repot memikirkan wanita lain yang kenyataan wanita itu justru kekasih suaminya sendiri.
"Baik,semua berjalan dengan baik."
"Sungguh? Sherlin tidak marah?"Delvian melepaskan kemaja yang dia kenakan. Aurora membantunya sembari masih penasaran dengan cerita Delvian mengenai Sherlin.
"Awalnya dia marah tapi aku sudah menjelaskan semuanya."Aurora meletakan kemeja Delvian ke keranjang kotor. Delvian mengambil handuk dan melilitkan ketubuhnya.
"Syukurlah aku pikir kau akan mendapat masalah besar."Delvian berbalik menatap Aurora kembali. Aurora masih sibuk menyimpan jas dan menyiapkan pakaian ganti Delvian.
"Kau sungguh tidak apa-apa?"pertanyaan yang membuat Aurora mengeryitkan dahinya dalam.
"Aku? Aku baik-baik saja. Kenapa?"tanyanya bingung. Delvian menatap Aurora heran.
"Kenapa kau malah mencemaskan Sherlin bukan dirimu." Aurora terdiam sesaat.
"Aku hanya mencemaskan kau akan mendapat masalah. Jadi apa pendapat Sherlin tentang semuanya?"
"Dia menerima pernikahan kita dan akan menunggu hingga kita bercerai."tangan Aurora berhenti sejenak mengambil baju tidur Delvian.
"Lalu?"tanyanya lagi sembari meletakan pakaian tidur Delvian dikasur.
"Iya sampai anak kita lahir kita akan menjalani pernikahan ini setelah anak itu lahir Sherlin akan menjadi ibunya aku akan menikahi dia."entah kenapa perasaan Aurora seperti tersayat pisau ketika mendengar hal itu. Namun,dia menyadari posisinya dalam hidup Delvian. Dia tidak boleh serakah apalagi egois. Dia sangat sadar itu.
"Baguslah setidaknya aku bisa tenang. Aku tahu siapa wanita yang akan menjadi ibu dari anak ini,"lirih Aurora.
"Jadi selama kau masih disini dan jadi istriku kita tidak perlu lagi menutupinya dari siapa pun termasuk Sherlin."Aurora selesai dengan kegiatan nya. Menyiapkan pakaian tidur Delvian. Dia tersenyum lembut kearah Delvian. Memegang pipi Delvian lembut. Gerakan yang membuat Delvian terkejut.
"Aku tahu jadi mulai sekarang mari bersikap sebagai suami istri. Aku menjalani kewajibanku dan kau menjalani tanggung jawabmu."Aurora menatap Delvian lembut dan sendu. Meski pada akhirnya mereka bercerai tapi Aurora berharap dia bisa merasakan sedikit dari kehangatan dan kasih sayang pria itu. Selama mereka masih bersama.
"Kau yakin? Termasuk aku menyentuhmu?"tanya Delvian lagi. Wajah Aurora tersipu malu. Tapi dia sadar itu adalah tugasnya. Melayani Delvian yang kini menjadi suaminya. Terlepas pernikahan mereka hanya sementara. Tapi mereka sudah menikah secara sah dihadapan hukum dan agama dan semua orang sudah tahu hubungan mereka.
"Iya tentu saja,"ujar Aurora malu. Delvian ingin tersenyum tapi dia menahan dirinya. Entah kenapa rasanya seperti sesuatu yang merasuki dadanya. Kegembiraan yang tidak bisa dia lukiskan. Sesederhana itu dia merasa bahagia. Hanya dengan tidak ada pembatasan antara dirinya dan Aurora. Dia merasa wanita itu sepenuhnya menjadi miliknya.
Tapi bisakah dia menyebut begitu. Ketika dia sendiri sadar bahwa mereka tidak akan mungkin bersama selamanya. Tapi apa pun itu dia sudah berjanji menjalankan tanggung jawabnya termasuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada wanita di depan nya. Akan tidak adil selama dia masih menjadi istrinya. Jika dia tidak mendapatkan haknya sebagai istri.
"Baiklah selama kita masih menikah hingga anak ini lahir. Kita akan menjalani peran kita sebagai suami istri dengan baik. Menghilang sejenak semua kontrak diantara kita mulai hari ini." Aurora menatap Delvian tidak percaya.
"Sungguh?'' Delvian mengangguk pelan.
"Iya,aku akan menjalani tanggung jawabku sebagai suami mulai saat ini."Aurora tersenyum bahagia. Walau sejenak setidaknya dia bisa merasakan bagaimana memiliki Delvian sebagai suaminya.
"Terima kasih."Delvian menyentuh pelan pucuk kepala Aurora dan mengecupnya pelan. Untuk pertama kalinya dia memberikan sentuhan lembut yang mengelitik perasaannya sendiri. Seharusnya dia canggung tapi justru tindakannya terasa nyaman dan benar.
"Aku akan menjaga kau dan anak kita. Ini janjiku kepadamu,"ujar Delvian. Aurora tersenyum terharu. Airmatanya ingin menetes karena bahagia.
"Apa aku boleh memelukmu?"tanya Aurora lagi. Sejenak Delvian tercengang. Ini pertama kalinya mereka berintraksi secara intens dan sadar. Melakukan tindakan fisik tanpa perlu memikirkan kontrak diantara mereka.
"Boleh kemarilah."Aurora tersenyum dan memeluk Delvian. Mencium aroma tubuh pria itu yang selalu dia sukai. Entah kapan lagi dia akan merasakan moment hangat dan membahagiakan seperti saat ini. Delvian mendekap Aurora. Dekapan yang terasa lain ketika dia memeluk Sherlin.
Dekapan yang membuatnya bahagia dan nyaman tapi sekaligus juga khawatir. Kekhawatiran yang dia takuti. Dia takut tidak akan bisa lagi memeluk tubuh mungil ini suatu hari nanti. Rasa takut yang mulai menyeruak kedalam dadanya. Takut untuk kehilangan wanita ini dan juga anak mereka. Aurora melepaskan pelukannya dan menatap Delvian.
"Mandilah,pakain tidurmu sudah kusiapkan."Delvian melepaskan dekapannya dan menatap Aurora.
"Terimakasih kalau begitu aku mandi dulu."Dia mengecup pelan bibir Aurora sebelum akhirnya berlalu kearah kamar mandi.
Aurora tercengang mendapati perlakuan manis dan hangat Delvian yang tiba-tiba. Dia meraba sejenak bibirnya. Wajahnya tersipu malu. Dia mengulum senyum bahagianya. Berjalan keranjang nya Aurora menatap tempat tidur mereka. Mengingat perjanjian diantara mereka barusan.
Aurora memutuskan memindahkan semua bantal dan juga selimut Delvian ke kasur. Menata tempat tidur mereka layaknya ranjang suami istri. Tidak ada lagi jarak diantara mereka setidaknya untuk saat ini. Yang Aurora inginkan hanya ingin menjalani pernikahan sesungguhnya sejenak dengan Delvian sebelum akhirnya mereka akan berpisah.
Aurora hanya ingin membuat kenangan yang indah. Yang kelak bisa dia ceritakan kepada anaknya nanti. Iika kedua orang tuanya pernah hidup bersama dengan bahagia walau hanya sebentar. Delvian selesai mandi dan keluar dari kamar mandi. Menatap Aurora yang sudah bersiap tidur. Dia memakai pakaian yang telah Aurora siapkan.
"Selimu dan bantalku kemana?"Delvian menatap Sofa yang biasa dia gunakan tidur kini kosong. Tidak ada bantal dan selimutnya disana. Aurora tersenyum dan menepuk tempat tidur disebelahnya.
"Disini, mulai malam ini kita tidur bersama disini,"ujar Aurora malu. Delvian menatap Aurora sejenak.
"Kau yakin?"Aurora mengangguk dengan cepat.
"Sangat yakin terkadang aku suka gelisah ketika tengah malam karena bayi ini. Mungkin saja jika kau ada disini adik bayi bisa tenang,"ujar Aurora lagi. Delvian berjalan kekasur mereka. Dan duduk disamping Aurora.
"Aku akan tidur disini. Jadi kau bisa tidur nyenyak mulai sekarang."Aurora tersenyum senang. Senyuman yang selalu bisa membuat Delvian tersenyum balik setiap menatapnya.
"Terima kasih."
"Mari tidur kau pasti lelah karena pesta."
"Benar, kaki ku sudah sangat lelah."
"Mau ku pijit?"tawar Delvian. Aurora terkejut dia mengeleng kepalanya pelan.
"Tidak perlu kita tidur saja. Kau juga pasti lelah." Delvian tersenyum simpul. Dia menarik selimut dan juga menarik Aurora dalam pelukannya. Gerakan yang membuat Aurora canggung namun dia akan mencoba membiasakan semua tindakan manis Delvian kepadanya mulai hari ini. Dia harus terbiasa.
"Tidurlah,Selamat malam."Aurora balas mendekap Delvian erat dan tersenyum sembari menutup matanya.
"Selamat malam". Seulas senyuman terpatri diwajah Delvian dan menyusul menutup matanya. Mereka tertidur sembari saling memberikan sentuhan hangat. Sentuhan yang membuat mereka melupakan jarak yang pernah tercipta diantara mereka.
Sentuhan yang membuat mereka merasakan arti dari kebahagian bersama satu sama lainnya. Dan masih akan banyak sentuhan hangat dan manis lain nya selama mereka masih bersama. Sentuhan hangat yang akan menjadi kenangan diantara mereka.
To be continue..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top