BAB 20
Hujan tiba-tiba turun deras malam itu. Sherlin berlari keluar dari kediaman Parker. Tanpa memperdulikan dirinya yang terkena guyuran deras hujan. Dia tidak menyangka jika Delvian sudah menikah dan kini akan menjadi seorang ayah. Lebih gilanya lagi perempuan yang dia nikahi adalah perempuan yang sudah dia kenal.
Bagai disambar petir malam itu. Sherlin merasa hancur dan kacau dalam waktu bersamaan. Dia merasa terkhianati. Mendekap tubuhnya Sherlin nya berjalan menuju taksi menangis ditengah guyuran hujan tidak tahu kemana arah jalan. Yang dia tahu saat ini dirinya hanya ingin menangis.
Acara selesai dengan lancar. Tapi Aurora tau jika Delvian sudah gelisah dan tidak sabar untuk pergi menemui Sherlin. Aurora mendekat kearah Delvian ketika acara selesai.
"Pergilah,temui dia dan jelaskan semuanya."Delvian menoleh kearah Aurora. Dia masih sibuk menelpon Sherlin. Namun,ponsel wanita itu mati tidak ada jawaban. Membuat Delvian semakin gelisah. Tanpa mengatakan apa pun lagi Delvian pergi berlari dari kediaman Parker. Aurora menatap nanar kepergian Delvian.
Dia juga tidak tahu harus melakukan apa lagi. Dia sudah mencoba melakukan yang terbaik dengan menyimpan semua rahasia hubungan mereka didepan Sherlin. Tapi,Aurora benar-benar tidak menyangka jika grandma akan memberi tahu semua orang mengenai hubungan dirinya dan Delvian.
Delvian terus menelpon ponsel Sherlin tapi tidak ada jawaban dari ponselnya. Delvian melajukan mobilnya menuju jalanan. Menuju kehotel dimana tempat Sherlin menginap saat ini. Pikirannya benar-benar kacau dalam waktu bersamaan. Perasaan bersalah mengelayuti Delvian. Apa yang dia takutkan akhirnya terjadi. Semua hal tentang dirinya dan Aurora pada akhirnya terbongkar.
Sherlin menangin segukan dalam diam. Masih meraskan perih dihatinya. Dia tidak percaya,pria yang disangka selama ini adalah kekasihnya. Pria yang selama ini dia pikir miliknya. Ternyata pria itu telah menjadi milik wanita lain. Menjadi suami dan ayah dari seorang wanita lain. Bukan dirinya.
Sherlin sampai di hotel tempatnya menginap. Turun dari taksi, Sherlin mengelap air matanya. Menatap nanar hotel didepannya. Dia sudah menyiapkan acara kejutan untuk Delvian disini malam ini. Sherlin berjalan gontai menuju Aula dimana dia sudah menyewa tempat untuk dirinya dan Delvian.
"Nona semuanya sudah kami siapkan."Menager hotel yang menyiapkan tempat yang Sherlin pesankan datang menghampirinya. Sherlin menatap nanar kepada menager itu. "Aku akan kesana. Terima kasih bantuan kalian,"ujar Sherlin parau. Dengan langkah gontai kakinya melangkah menuju Aula.
Sherlin membuka pintu Aula didepannya. Ruangan besar dan hampa menyambut kedatanganya. Lampu sorot langsung dihidupkan. Sherlin menyusuri karpet merah. Dimana dikiri kanan nya tersebar mawar merah diatas karpet. Sembari menahan air matanya. Sherlin berjalan menuju meja yang telah disiapkan untuk dirinya dan Delvian.
Sherlin berjalan dengan air mata yang bergulir dari mata indahnya. Diiringi dengan musik piano yang mengalun lembut. Sherlin sampai dimeja yang telah ditata dengan indah dan romantis. Meja untuk dinner malam itu. Dengan sebuah kotak kado disana. Sherlin menatap nanar semuanya.
Lampu sorot kemudian menyorot kearah layar lebar didepan Sherlin. Menampakan berbagai moment foto Delvian dan dirinya disana. Foto dari awal pertemuan mereka hingga hari ini. Semua bagaikan kaset film yang berputar. Sherlin terduduk lemas dan menangis dengan histeris melihat itu semua. Dia ingin berteriak marah. Menghancurkan semua yang ada disekitarnya saat ini. Sherlin meremas pelan rambutnya perustasi dan menumpahkan air matanya disana malam itu.
"Kenapa kau tega Delvian??kenapa kau tega melakukan ini kepadaku.. Kenapa!!"isak Sherlin tersedu-sedu. Sherlin menatap kado yang dia persiapkan untuk Delvian. Dimana disana ada pernyataan Yes. Pernyataan dimana dia akan menerima lamaran Delvian yang tertunda saat itu.
Tapi kini semua itu terasa percuma. Pria yang ingin dia nikahi sudah menikahi wanita lain.
****
Delvian sampai dihotel dimana Sherlin menginap. Delvian menghampiri resepsionis mencari tahu alamat kamar Sherlin. Saat Delvian mencari tahu alamat kamar Sherlin. Menager yang mengurus acara Sherlin mendengar Delvian menanyakan nomor kamar Sherlin. Dia menghampiri Delvian.
"Apakah anda tuan Delvian?" Delvian menoleh keasal suara. Menatap pria berpakain formal dan rapi didepannya.
"Iya benar." pria itu mengangguk kepada resepsionis. "Tuan silahkan kemari. Nona Sherlin menunggu anda didalam,"ujarnya mempersilahkan Delvian berjalan menuju Aula.
Delvian mengikuti intruksi pria itu menuju Aula hotel. Menyusuri lorong dan berbelok kekanan. Delvian berada dipintu Aula. Menager hotel membuka kan pintu. Delvian berjalan masuk dan menatap lorong yang telah tergelar karpet merah didepannya. Hamparan mawar mengelilingi karpet.
Tatapan Delvian nanar sembari menyusuri lorong karpet. Perasaannya gamang. Ditengah Aula sebuah meja tergeletak bersama Sherlin yang duduk termenung menatap layar didepannya. Delvian berdiri terpaku di tempatnya ketika melihat putaran demi putaran foto yang ditampilkan dilayar. Bagaikan sebuah kaset film yang sedang ditayangkan.
Delvian terpaku menatap kenangan foto dirinya dan Sherlin disana. Sherlin menyadari kehadiran Delvian. Tersenyum miring Sherlin menatap Delvian sembari menuangkan sebotol anggur ke dalam gelasnya.
"Kau ingat foto ini?"Tanya Sherlin menunjukan foto dimana Delvian memeluknya erat ditengah salju."Aku ingat hari itu. Dimana pertama kalinya kau menyatakan cintamu dimusim dingin London,"ujar Sherlin parau. Sembari meneguk aanggur digelasnya. Sherlin berkicau lagi.
"Aku ingin menerima lamaranmu malam ini. Aku tahu kau akan melamarku saat kita di Barcelona,"ujarnya lagi. Sherlin menatap gelas anggurnya."Tapi sepertinya aku terlambat. Aku menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang kau siapkan untukku,"ujarnya lagi.
"Sherlin aku bisa menjelaskan semuanya." Sherlin terdiam menatap Delvian lagi. Air matanya tumpah kembali sembari meneguk minuman didepannya.
"Apa lagi yang mau dijelaskan Delvian? Kamu mengkhianatiku,kau sekarang sudah menjadi suami wanita lain dan akan menjadi ayah!!" Teriak Sherlin parau. Delvian mendekati Sherlin mencoba menenangkan wanita itu.
"Sherlin ini tidak seperti yang kau pikirkan."
"Lalu seperti apa aku harus berpikir? Berpikir bahwa kau tidak mengkhianatiku begitu!!"
"Aku memang tidak mengkhianatimu Sherlin. Percayalah kepadaku!!"
"Apa buktinya kau tidak mengkhinatiku??"
"Aku menikahinya tapi aku tidak pernah menyentuhnya. Kami tidak pernah tidur bersama selain sejak kecelakaan malam itu.'' Sherlin mengeryitkan dahinya dalam.
"Kecelakaan apa maksudmu?"Delvian menatap Sherlin lekat.
"Ya kecelakaan yang terjadi antara aku dan Aurora yang membuat kami pada akhirnya harus menikah. Kami mabuk saat itu dan aku menyangka dia adalah dirimu yang membuat kami pada akhirnya tidur bersama. Tapi aku sungguh tidak menyangka jika dia akan hamil.''
"Jadi kau menikahinya hanya untuk bertanggung jawab?'' Delvian mengangguk pelan sembari menatap sendu Sherlin.
"Awalnya grandma mengetahui pertemuanku dan Aurora di Barcelona. Dia bersikeras menemukan Aurora dan pada akhirnya tidak menyangka kami menemukan fakta jika Aurora hamil dan diusir dari rumah."
"Kemudian grandma meminta kalian untuk menikah?''
"Benar,tapi aku dan Aurora sepakat untuk menjalani pernikahan ini hanya sampai anak kami lahir dan setelahnya kami akan bercerai.'' Sherlin terkejut mendengar penjelasan Delvian.
"Jadi kalian hanya menikah sementara?" Delviann mengangguk lagi.
"Jadi mengertilah,jika semua telah selesai antara kami aku berjanji akan kembali kepadamu.''
"Lalu anak itu bagaimana?''
"Anak kami aku yang menjaganya. Aku yang akan bertanggung jawab padanya. Dan tentu saja kau akan menjadi ibunya.'' Sherlin menatap Delvian lagi meraih tangan pria itu dan mengengamnya erat.
"Itu artinya kau tidak memncintai dia?" Delvian terdiam sesaat. Mungkinkah benar jika dirinya tidak mencintai Aurora. Apakah ituu perasaannya yangg sebenarnya. Bahkan untukk mengatakan ya terasa begitu ragu.
"Delvian apa benar kau tidak mencintainya?"tanya Sherlin lagi dengan pandangan penuh harap dan cemas. Dia harus membuat hatinya yakin bahwa Delvian masih mencintainya. Meski dia sendiripun ragu jika Delvian tidak memiliki perasaan dengan Aurora.Tapi bagaimanapun dia tidak bisa kehilangan pria itu. Delvian adalah seluruh mimpinya.
"Iya aku tidak mencintainya. Aku hanya menghormatinya sebagai ibuu dari anak ku dan juga kasihan dengan apa yang terjadi dengannya.'' Sherlin tersenyum bahagia. Dia memeluk Delviian erat.
"Terima kasih aku percaya kepadamu. Aku akan menunggu kau berpisah darinya dan menjadi ibu dari anakmu.'' Delvian menerima pelukan Sherlin dengan rasa bimbang. Bimbang dengan hatinya sendiri. Benarkah perasaannya kepada Aurora hanya sebatas menghormati dan kasihan kepada wanita itu Benarkah hanya sebatas itu yang dia rasakan.
Atau dia terlalu takut untuk jujur dengan perasaannya sendiri. Segala hal tentang Aurora selalu menarik dirinya untuk mengetahui wanita itu lebih dalam lagi tapi disisi lain dia hanya ingin melindungi wanita itu agar anak mereka tetap baik-baik saja. Iya setidaknya itu yang Delvian pikirkan. Aurora dengan segala kerapuhan dan juga kepolosannya.Yang membuatnya kasihan dan hanya ingin melindunginya. Logikanyya meyakini jika dia tidak mencintai wanita itu dan hanya menciinttai SSherrliin kekasihnya.
Tapi itu hanya pikirannya saja.Bagaimana dengan kata hatinya? Apakah sama?Atau justru kata hatinya berbeda. Kata hati yang takut untuk Delvian dengarkan dan ikuti. Kata hati yang selalu dia tepiskan dengan logikanya. Kata hati yang membuat logikanya bimbang. Hanya waktu yang akan bisa menjawab. Dan semoga saja ketika kata hati itu Delvian dengarkan semuanya belum terlambat untuknya. Semoga saja,karena penyesalan selalu datang terlambat. Dan waktu tida bisa diulang untuk memperbaiki segalanya. Logika dan hati yang tidak sejalan hanya akan mendatangkan kecewa dan penyesalan. Logika digunakan untuk berpikir dan hati digunakan untuk merasakan. Jika keduanya digunakan maka kita akan mendapat jawaban dari suara hati kita sendiri.
To be continue...Dont forget vote tthank you
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top