9. Aksi Mak Comblang Ranita
Paduan melodi gemericik rintik hujan dan malam yang sunyi selalu berhasil membuat suasana hati Nayya menjadi sendu. Usai mengunggah satu bab webkomiknya, Nayya duduk melamun di depan laptop yang terbuka. Ada bias rindu dalam tatapan matanya saat menatap gambar latar tampilan monitornya. Di layar tersebut mereka berdua terlihat tersenyum bahagia.
Ah, perasaan itu datang kembali. Menelusuk masuk menerobos rongga dadanya dan membuat gemuruh badai di sana. Meninggalkan sensasi seperti digigit ribuan semut. Dia merindukan Devan. Dia rindu senyuman dan suara tawa cowok itu. Suara yang selalu dia dengar sebelum tidur saat mereka saling bertelepon.
Tidak! Seharusnya dia tidak boleh seperti ini. Sudah seminggu Devan memutuskan pergi dari kisah mereka, tak sepatutnya dia masih bersedih untuk cowok yang tak ingin merajut kisah dengannya lagi.
Dalam semenit pertama, tekad itu memang terdengar sekuat baja. Akan tetapi di menit berikutnya langsung remuk seperti wafer tertimpa buku tebal. Saat tekadnya sudah menjadi kepingan, tangan Nayya justru sibuk menggeser layar media sosialnya dan mulai berselancar. Terlalu penasaran dengan kabar si mantan yang berada di belahan bumi lainnya itu. Bingo! Kebetulan sekali Devan baru saja mengunggah instastory-nya.
Dengan bersemangat, Nayya segera melihat isi instastory tersebut dan seketika saja wajahnya kembali diselimuti mendung tebal. Di sana ada foto cowok itu yang sedang tersenyum senang di samping seorang cewek berwajah asia timur yang tersenyum manis. Meskipun dalam foto itu mereka tidak hanya berdua melainkan bersama beberapa teman lainnya, tetapi tetap saja kedekatan Devan dengan cewek lain membuat dada Nayya berdenyut nyeri.
Seakan mengerti apa yang sedang dirasakan tuannya, tiba-tiba saja layar laptopnya berubah menjadi animasi kucing menari. Lagi?! Ini sudah kedua kalinya si kucing menari ini muncul tanpa diundang di laptopnya. Nayya yang terlalu terkejut langsung saja mematikan laptop tersebut. Khawatir memang ada hacker yang mencoba meretas akun media sosialnya. Ingatkan Nayya untuk meminta Rino membantunya memperbaiki laptop yang mendadak berulah ini.
Merasa suntuk, Nayya merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Memandangi langit-langit kamar yang penuh tempelan bintang yang bisa bercahaya saat gelap. Melihat foto Devan barusan membuat pikirannya melayang tak keruan hingga sulit memejamkan mata. Nayya mematikan lampu kamarnya, berharap gelap bisa membantunya tertidur. Nihil, Nayya masih terjaga hingga jam dua dini hari.
Ketika matahari terbit diiringi teriakan Ranita dan suara gedoran pintu kamarnya, Nayya justru menutup telinganya dengan bantal. Cewek itu enggan bangun dari tempat tidurnya. Sayangnya alarm hidup yang bernama Ranita ini akan terus meneriakinya hingga dia bangun dan membuka pintu kamar.
"Ya ampun anak perawan bangun siang mulu, awas nanti cowokmu kabur dipatok ayam!" Nayya yang setengah sadar hanya melongo bingung. Apa hubungannya sama cowok yang dipatok ayam?
"Bangun woy! Ayo ngampus!" Ranita yang terlihat sudah rapi mendorong Nayya masuk ke dalam kamar hingga berhenti di depan pintu kamar mandinya. "Cepetan mandi sono! Mana ada cowok yang demen kalo kamu bau iler gini." Ranita mengambil handuk yang ada di rak jemuran di depan kamar mandi dan melemparkannya ke arah Nayya.
Dengan ogah-ogahan dan sambil menguap lebar, Nayya masuk ke dalam kamar mandi. Mandi secepat yang dia bisa agar tak mendengar omelan khas emak-emak dari mulut sahabatnya itu. Lalita datang tak lama setelah Nayya selesai memulas wajahnya dengan make up tipis.
"Nay, jangan manyun terus dong!" seru Ranita sambil menyikut lengan Nayya yang berjalan lunglai di sampingnya.
Nayya yang masih dalam mode patah hati benar-benar tak semangat untuk menghadiri kuliah hari ini. Kalau saja kedua sahabatnya ini tak menyeretnya keluar kamar, mungkin dia akan mendekam seharian sambil merenungi nasibnya.
"Makan dulu, lah! Biar badanmu nggak kayak permen Yuppy kepanasan. Meleyot," celetuk Lalita sambil memimpin berjalan di depan menuju kantin kampus yang terlihat masih sepi.
Seperti biasa mereka mencari tempat di dekat pintu masuk kantin yang menghadap taman kampus. Lumayan bisa sedikit memanjakan mata lelah Nayya dengan melihat cowok-cowok cakep berlalu-lalang.
"Kata orang, obat putus cinta paling mujarab kan, ya cari pacar lagi. Udah Nay, kamu cari aja yang baru lagi. Lupain aja si Devan." Nayya mendelik menatap Ranita yang terlihat berwajah polos tanpa dosa. Cewek itu tak lupa menambahkan cengiran lebar di akhir ucapannya.
"Kamu kira cari pacar baru itu gampang?" keluh Nayya sambil memajukan bibirnya, manyun, sedangkan tangannya sibuk mengaduk-aduk jus melonnya dengan sedotan.
"Lah, yang kemarin teman Rino itu, gimana?" timpal Lalita di sela kesibukannya mengunyah nasi goreng favoritnya.
"Ya, enggak gimana-gimana," jawab Nayya tak bersemangat.
"Mau aku cariin cowok baru enggak?" tawar Ranita yang dihadiahi delikan malas dari Nayya.
"Eh, tuh lihat! Arah jam dua. Ada cowok ganteng buat kamu jadikan obat. Aauuwww... kenapa nyubit sih, Nay? Aku serius nih!"
"Kalau mau serius, ya kasih aku cowok kece macam idola remaja jaman now dong, Masa cowok rambut klimis super rapi gitu kamu kata cocok buatku? Yang ada dia keburu pingsan liat kelakuanku," sungut Nayya gemas.
"Baiklaaah. Nah itu, tuuuh! Arah jam sembilan, Nay. Dijamin cocok banget buat kamu."
Nayya yang penasaran segera menoleh dan keningnya langsung berkerut bersamaan dengan bibirnya yang ikut merengut.
"Hai, Kak Valdy!" sapa Ranita dengan sikap sok kenal sok dekatnya, "Kakak mau enggak jadi pacarnya Nayya?"
Eh buset nih anak!
Nayya yang tadinya sok cuek kini kembali mendelik tajam menatap Ranita yang tersenyum polos tanpa malu. Sahabatnya ini benar-benar terniat mencarikannya pacar baru. Mau ditaruh mana muka Nayya sekarang. Malu!!!
Dengan takut-takut Nayya mencoba melihat ekspresi wajah Valdy. Seakan sehati, tatapan keduanya berserobok. Nayya sok cuek, sedangkan ekspresi wajah Valdy selalu terlihat datar seolah tak terpengaruh dengan tatapan ketiga cewek yang ada di depannya. Bahkan cowok itu hanya melengos melewati mereka begitu saja menuju meja di sudut kantin. Sibuk sendiri dengan rutinitasnya.
"Tuh, lihat sendiri kan tingkahnya kayak apa? Jadi enggak mungkin banget kalau dia ada sesuatu denganku!" Nayya membuka suara, menyadarkan Ranita yang melongo layaknya ayam kejepit.
"Eh, siapa tahu dia kaget aku tanya begitu tadi. Atau bisa jadi malu?" Ranita berusaha berpikiran positif.
"Enggak usah berharap! Lupain aja! Enggak mungkin aku cocok sama dia."
Baru saja Nayya mengalihkan pandangannya ke arah lain saat Ranita menepuk tangannya dengan heboh. Bahkan Lalita yang duduk di samping Ranita nyaris tersedak suapan nasi gorengnya.
"Santai aja kenapa sih, Ta!"
"Itu lihat! Ada cewek cakep nyamperin Kak Valdy."
Serempak, Nayya dan Lalita langsung melihat ke arah yang ditunjuk Ranita. Memang benar, pada meja yang ditempati Valdy datang seorang cewek cantik tinggi semampai seperti model iklan. Sikapnya terlihat anggun, hal itu terlihat dari bagaimana cara cewek itu tertawa dan menyeruput minumannya. Tertata, rapi dan penuh pesona layaknya peserta kontes kecantikan.
"Dia bukan pacarnya Kak Valdy, kan?" gumam Ranita dengan mata tak berkedip memandangi dua insan di sudut kantin tersebut.
"Mana kutahu!" Tanggapan sinis Nayya membuat Ranita langsung terfokus pada sahabatnya.
"Kamu cemburu?" tebak Ranita.
"Siapa yang cemburu? Sembarangan. Siapa dia memangnya?" Lagi, kembali terdengar nada sinis dari setiap kalimat yang Nayya ucapkan. Membuat Ranita yakin kalau kakak asisten lab mereka mulai menyebar virus di dalam hati Nayya.
****
Nah loh, punya sohib model Ranita dijamin nggak bakalan jomlo deh. Xixixi....
Gimana? Gimana?
Masih pada betah kan ya ngikutin kisah Nayya sama Valdy?
Makasih banyak loh ya buat kalian yang masih setia ngikutin kisah absurd Nayya.
Salam hangat dari aku yang lagi galau mikirin Valdy. 💕💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top