7. Obat putus Cinta
"Hatchiiii!!!" Sudah ketiga kalinya Nayya bersin selama jam praktikum berlangsung pagi ini. Bahkan sering kali Nayya melamun tak fokus. Nyeri berdenyut di kepalanya pun ikut mengganggu konsentrasinya. Ini semua gara-gara semalam dia bergadang di gazebo depan indekos bersama Rino untuk mengerjakan tugas praktikum yang harus dikumpulkan hari ini.
"Ta, kenapa program aku enggak bisa dijalanin ya?"
"Coba periksa lagi kode programnya. Case sensitive-nya udah diperiksa belum?"
"Udah."
"Coba cek ulang!" saran Ranita lagi sebelum fokus pada baris programnya.
Nayya kembali memicingkan matanya mencoba mencari kesalahan pada deretan baris program yang sudah diketiknya. Sepuluh kali bolak-balik membaca setiap kata, angka juga huruf masih belum membuat Nayya menemukan ada sesuatu yang salah pada baris programnya.
"Titik koma di akhir baris ke lima."
Suara berat itu terdengar lagi. Nayya menoleh sekilas. Benar-benar malas menanggapi cowok berwajah datar yang selalu membuatnya jengkel. Namun kemudian Nayya sadar kalau yang barusan diucapkan Valdy adalah tentang baris program yang sedang dikerjakannya. Nayya memeriksa ulang baris program ke lima dan ternyata benar kalau dia lupa meletakkan titik koma di akhir baris. Pantas saja programnya tidak bisa dijalankan. Apakah diam-diam cowok itu memang datang untuk membantunya?
"Ini masih dalam kelas praktikum, sebaiknya kamu konsentrasi! Kalau mau melamun, mending di luar saja!" ucap Valdy ketus, membuat Nayya melayangkan tatapan maut tanda permusuhan. Kesal disalah pahami.
Tak lama setelah Valdy berbalik pergi memeriksa barisan di belakangnya, Nayya kembali bersin. Kali ini dua kali berturut-turut dan sudah banyak lembar tisu yang Nayya gunakan untuk menahan bersin, tetapi suaranya tetap mengundang perhatian orang disekelilingnya.
"Kamu sakit?" Suara Valdy terdengar lagi. Begitu Nayya menoleh, cowok itu sudah kembali berdiri di samping mejanya. Pertanyaan yang seharusnya mengekspresikan kekhawatiran justru malah menjadi kalimat pernyataan tak berirama bila diucapkan aslab jutek bak kulkas berjalan tersebut. Lagipula kenapa aslab yang satu ini hanya mondar-mandir di dekat mejanya. Nayya merasa seolah hanya dia saja praktikan di lab tersebut.
Tak ingin menjawab, Nayya mencoba mengabaikannya. Terlalu sibuk dengan hidungnya yang gatal dan mungkin akan bersin kembali kalau dia tak menahannya.
"Wajahmu pucat." Valdy menundukkan wajahnya sedikit untuk melihat lebih jelas kondisi Nayya saat ini. Kontan saja hal ini membuat Nayya salah tingkah. Bagaimana tidak, wajah Valdy bisa dilihatnya jelas hanya dalam jarak dua jengkal.
"Iya, Kak. Dia memang lagi sakit." Lalita yang duduk di belakang Nayya mewakili sahabatnya untuk menjawab. "Sakit hati lebih tepatnya!" ceplos Lalita tanpa dosa.
Mendengar jawaban Lalita, Nayya langsung berbalik dan mendelik tajam ke arah sahabatnya itu. Namun suara cempreng Lalita berhasil menarik perhatian seluruh penghuni ruang praktikum dan kini mereka semua menatap penuh tanya ke arah Nayya. Nayya menunduk sambil ngedumel jengkel. Malu!
"Lagi putus cinta dia, Kak. Butuh kasih sayang biar cepat sehat lagi. Aduuuh! Jorok ih, Nay!" Nayya melemparkan tisu yang digenggamnya agar Lalita tak semakin banyak bicara omong kosong.
"Enggak usah ngegosip, La!" protes Nayya.
"Kenyataan, Nay, bukan gosip!" Lalita nyengir lebar. "Sampai semalam saja kamu masih ngomongin dia terus, enggak move-on move-on."
Ranita hanya terkikik pelan mendengar perseteruan kedua sahabat mereka tersebut. Sudah biasa melihat Lalita bicara ceplas-ceplos dan menimbulkan kehebohan di sekelilingnya.
"Kakak juga ngapain di sini terus. Sana balik ngajar di depan!" sungut Nayya ketus mengusir Valdy dari samping mejanya.
"Aww!" Sebuah sentilan mendarat di kening Nayya. Valdy pelakunya. Sekali pun sikap Nayya sedikit tak hormat kepada seniornya, tetapi entah kenapa gaya merajuk Nayya membuat Valdy gemas sendiri.
"Makanya kerjakan tugasmu dengan benar!" ucap Valdy sebelum kembali ke depan ruang lab.
"Oke deh, Kakak!" jawab Nayya dengan senyum semanis mungkin sambil mengibas-ngibaskan kedua tangan meminta Valdy segera pergi dari samping mejanya.
"Eh, Nay. Kayaknya Kak Valdy perhatian banget sama kamu. Jangan-jangan dia suka sama kamu lagi?" bisik Ranita yang sedari tadi selalu mengamati gerak-gerik kakak aslab mereka yang satu itu.
"Enggak usah ikutan ngegosip, Ta!"
***
Efek ucapan ceplas-ceplos Lalita di lab komputer ternyata berdampak besar bagi Nayya. Rino datang menghampiri Nayya ketika dia dan sahabat-sahabatnya asik memburu wifi gratis di gazebo samping perpustakaan.
"Nay, beneran nih kamu lagi enggak ada pacar?" tanya Rino tanpa basa-basi.
"Kamu lagi, cowok kok ikut-ikutan ngegosip kayak Lalita!"
"Seriusan nih aku nanya. Temenku ada yang mau kenalan sama kamu. Boleh enggak?"
"Tuh, kesempatan terbuka lebar, Nay! Tinggal tancap gas saja!" sahut Ranita mendukung Rino.
"Kamu juga, kenapa malah ikut-ikutan," gerutu Nayya jengkel.
"Loh, kan kalo abis putus cinta, obat paling mujarab, ya cari cinta yang lain alias pacar baru." Ranita mengedip manja menggoda Nayya dengan senyum lebar menghiasi bibirnya.
"Udah iyain saja, Nay. Kan cuma pengin kenalan saja. Urusan selanjutnya tinggal kita lihat nanti," Malina ikut menambahkan.
"Betul tuh! Ada hikmahnya juga kan aku bilang kayak tadi. Awas loh kalo kamu lempar tisu bekas lagi!" Lalita ikut menyemarakkan.
"Kalo kamu takut sendirian, aku temenin deh!" Kali ini Riana yang biasa kalem ikut menyemangati. "Kalo dia macam-macam, suruh Ranita tendang sampai ke antartika saja!"
"Eh, temenku anak baik yah. Dijamin deh, enggak akan macam-macam sama kamu, Nay," Rino kembali membujuk Nayya. "Tuh, dari tadi dia udah nungguin di sana."
Nayya mengikuti arah yang ditunjukkan Rino dan melihat seorang cowok dengan senyuman ramah tengah berdiri di depan pintu perpustakaan. Begitu Rino memanggilnya, cowok itu pun datang menghampiri Nayya.
"Hai," sapanya.
"Hai," balas Nayya kikuk sambil tersenyum ramah.
"Aku Kenan. Aku sering banget lihat kamu di sini."
"Eh, masa?" Nayya yang biasa cuek pun tersipu malu-malu terbawa suasana.
"Ciee, pengagum rahasia nih, tadinya." Suara Lalita yang cempreng terdengar bersemangat. Bersemangat menggoda Nayya maksudnya.
Nayya kembali mendelik tajam ke arah Lalita. Untung saja Riana sudah lebih dulu menyikut lengan Lalita memberi kode agar sahabatnya itu menjaga mulutnya.
"Iya, kamu tahu saja kalau aku pengagum rahasianya Nayya."
Nayya dan keempat sahabatnya terdiam menatap Kenan tak percaya. Cewek-cewek itu justru dibuat salah tingkah dengan pengakuan Kenan yang gamblang dan terang-terangan.
"Eh, Nay, aku duluan ya. Mau ngerjain tugas kelompok yang tadi." Ranita mengambil inisiatif untuk menyingkir lebih dulu untuk memberikan ruang pada Nayya dan Kenan. "Yuk, No! Katanya kamu janji mau bantuin aku ngerjain tugas." Ranita menyeret Rino dengan paksa dan menyingkir sejauh mungkin.
"Aku juga mau ke kosan Kiran. Kelompokku ngumpul di sana. Bye!" Kali ini Malina yang pergi.
"Aku sama Lalita juga. Mau ke toko buku cari bahan materi." Keduanya kabur begitu saja dan tak memberi kesempatan Nayya untuk menahan mereka.
Seketika saja suasananya berubah menjadi canggung. Hanya tinggal Nayya dan Kenan berdua di gazebo paling pojok. Tempat yang memang lebih sepi dan terlalu teduh dengan beberapa tanaman hias yang mengelilinginya.
"Jadi, ...." Kalimat Kenan menggantung. Cowok itu kelihatan ragu untuk memulai pembicaraan. "Gimana kalo kita ngobrol di kantin saja? Biar lebih santai gitu."
Nayya baru saja hendak mempertimbangkan ajakan Kenan, saat suara seperti bisikan gaib yang membuat bulu kuduknya meremang terdengar. Siapa lagi pelakunya kalau bukan si cenayang yang hobi meramal nasib teman-teman sekelasnya.
"Nay, temen-temen nungguin di kelas. Mau menuntaskan tugas hari ini." Shita menatap Nayya dan Kenan bergantian.
"Oh, oke." Nayya mengangguk paham. "Sori ya Kak Kenan, kayaknya lain kali saja kita ngobrolnya."
"Iya. santai saja." Kenan terlihat tenang dan tersenyum ramah. "Tapi, tolong kasih nomormu dulu. Supaya aku lebih mudah ngobrol sama kamu." Kenan menggoyangkan ponsel yang teracung di tangannya.
Nayya menatap Kenan sedikit ragu. Namun pada akhirnya dia memberikan nomornya juga pada Kenan. Tak mau ambil pusing, begitu pikir Nayya. Sampai celetukan Shita sempat menginterupsinya.
"Oh ya Nay, terburu-buru melangkah hanya akan membuatmu terjatuh lagi."
Nayya langsung menoleh menatap Shita bingung sekaligus heran. Akan tetapi yang baru saja mengeluarkan kata-kata yang membuat bulu kuduk bergidik itu justru membalikkan badan dengan cuek dan berjalan lebih dulu menuju gedung dua, tempat kelas mereka berada. Meninggalkan misteri yang harus Nayya pecahkan seorang diri.
****
Gimana-gimana?
Masih betah kan nungguin kisah Nayya dan Valdy?
Yang lagi galau, sedih atau bete sama si doi sini merapat. Kita seru-seruan bareng Nayya dan teman-temannya aja yuk.
Berhasil nggak sih mereka bikin Nayya move on?
Spesial, buat nemenin akhir pekan kalian, aku double update nih.
Kalau makin rame, tiap akhir pekan bakal aku publish dobel. Jadi tetep ikutin terus kisah Nayya dan Valdy ya. Jangan lupa juga kasih bintang-bintangnya ya.
Tengkyuw 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top