5. Hempaskan Saja!
"Kamu kenapa, Nay?" tanya Ranita panik melihat Nayya tiba di kantin dengan wajah kusut dan pucat. "Kamu diapain lagi sama Kak Valdy?" tanyanya khawatir.
"Bilang saja, Nay! Biar Ranita tendang tuh orang sampai ke antartika. Supaya nggak gangguin kamu lagi," timpal Lalita.
Nayya menggeleng pelan dan menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan teman-temannya itu. Cewek itu nyaris kehabisan napas setelah berlari dari ruang lab komputer sampai ke kantin.
"Bukan gara-gara Kak Valdy."
"Terus gara-gara siapa? Apa karena bukunya belum ketemu juga?" tanya Ranita lagi.
Nayya mengacungkan tangannya yang memegang buku diary pink, "Bukunya udah ketemu. Justru Kak Valdy yang nemuin buku ini."
"Lah, terus kenapa muka kamu kayak kertas kusut gitu?" tanya Lalita penasaran.
"Justru karena buku ini kembali lagi." Ranita dan Lalita saling berpandangan tak paham maksud sahabatnya itu. "Lebih baik buku ini menghilang saja," ucap Nayya pelan dengan suara tercekat.
"Loh, kan kata kamu di dalamnya ada satu-satunya foto kamu sama Devan. Kenapa malah pengin buku itu menghilang?" tanya Lalita masih tak paham.
"Devan udah mutusin aku."
Hening sejenak. Untuk sesaat Ranita dan Lalita saling bertatapan sebelum menatap Nayya yang kini terlihat putus asa itu.
"Ih tuh cowok buta kali ya, cewek cakep dan setia kayak kamu dia tinggalin. Awas saja kalau ketemu, langsung aku tendang sampai ke bulan nanti!" maki Ranita sambil berpindah duduk ke samping Nayya dan menepuk lembut punggung sahabatnya.
"Kok aku jadi ngeri ya," celetuk Lalita tiba-tiba. "Ini kayak ramalan yang Shita bilang tempo hari itu, kan?"
"Hus! Bisa jadi emang udah takdir. Jangan ngadi-ngadi deh, Li!" tegur Ranita, walaupun sebenarnya memang sudah sejak lama mengakui ketepatan ramalan Shita. Hanya saja kali ini dia tak ingin melihat Nayya semakin bersedih.
"Mau ramalan atau bukan, kenyataannya dia udah mutusin aku." Nayya terlihat lesu tak bersemangat sambil menopang dagunya di atas meja.
"Yaudah sih, cari pacar baru lagi aja. Lagipula kamu cantik kok. Udah pasti banyak yang mau jadi pacar kamu, Nay," ucap Lalita dengan santainya. "Laki-laki yang udah nyakitin hati kayak gitu nggak patut diinget-inget lagi. Hempaskan jauh-jauh!" Lalita mengibaskan tangannya di udara dengan tatapan penuh keyakinan.
"Nah, iya. Lagian di kampus kita juga cowok-cowoknya nggak kalah keren kok. Contohnya ...." Kalimat Ranita terputus saat suara nyaring Yasa menyapa telinga mereka.
"Eh Val, kenapa ngebut banget sih jalannya?" Dengan napas terputus-putus, Yasa mengejar Valdy masuk ke dalam kantin kampus. Namun begitu melihat Nayya, Yasa langsung menghampiri cewek itu dengan senyum lebar yang biasa dia pamerkan kepada para cewek seantero kampus.
"Eh, Nayya. Kalo Valdy gangguin kamu, sini bilang sama Abang. Biar Abang bantuin nanti."
"Nggak usah ngegombal di sini. Mereka semua bisa muntah-muntah!" Valdy langsung menyeret Yasa menjauh dari meja Nayya dan teman-temannya.
Sesaat tatapan Nayya berserobok dengan tatapan Valdy. Tatapan yang dalam yang sebelumnya sulit diartikan kembali Nayya lihat. Tatapan yang entah kenapa membuat jantungnya berdebar tidak seperti biasanya. Ada getar aneh yang membuat perutnya bergidik.
"Nah, tuh contohnya. Kak Valdy masih masuk kategori cowok keren di kampus ini. Nggak kalah ganteng dari mantan kamu itu, Nay!" lanjut Ranita begitu kedua kakak aslab itu menjauh.
"Aku udah kapok punya cowok keren," balas Nayya datar.
"Loh, kenapa? Kan bisa bikin bangga kalo kita gandeng ke mana-mana," sahut Lalita.
"Repot, banyak penggemarnya. Devan juga dulu begitu dan buktinya sekarang ...." Kalimat Nayya menggantung diiringi awan kelabu yang kembali menghiasi kelam matanya. Cewek itu kembali teringat saat dia terkurung di kamar mandi selama beberapa jam dengan rok basah terkena campuran berbagai macam minuman hanya karena menolak untuk memberikan foto dan informasi pribadi Devan kepada klub penggemar cowok itu. Nyatanya sekarang....
Nayya hanya bisa menghela napas panjang. Rasanya lelah sekali seperti habis berlari marathon.
"Ganti topik deh! Nanti sore kita nonton pertandingan latihan anak basket, yuk!" Ranita langsung ambil alih topik pembicaraan.
"Bilang aja kamu minta temenin nonton gebetanmu latihan. Anak fakultas sebelah, kan?" tebak Lalita.
Ranita nyengir lebar, "Kamu juga ikut ya, Nay! Anggap aja hiburan. Cari suasana baru gitu."
Ranita bergelayut manja di lengan Nayya dengan tatapan memohon yang membuat Nayya sulit menolaknya.
"Iya."
"Yes!" seru Ranita girang diiringi dengusan malas Lalita dan senyuman heran Nayya.
***
Begitu dosen mata kuliah terakhir keluar Ranita langsung menyeret Nayya dan Lalita keluar kelas. Nayya bahkan nyaris terjungkal sedangkan Lalita terlihat sudah kehabisan napasnya saat berlari mengikuti langkah lebar Ranita menuju gelanggang olah raga kampus.
"Ta, sebentarhh ... hhh ... aku napas dulu!" Lalita menarik tangan Ranita untuk menghentikan langkah sahabatnya itu.
"Kalau terlambat nanti kita nggak kebagian tempat bagus, La! Ayo!" Ranita kembali menyeret Lalita dan Nayya lagi. Meski kesal Lalita terlihat pasrah, kapan lagi bisa leluasa memandangi cowok-cowok keren di kampusnya.
Memasuki lapangan basket indoor, Ranita memandang sekeliling dengan cermat. Celingak-celinguk mencari tempat duduk kosong di tribun penonton yang mulai penuh. Entah kenapa semua mahasiswi seperti tumpah ruah di gelanggang olahraga ini. Suara gemuruh yang terdengar bising di telinga Nayya membuat cewek itu merasa dirinya salah tempat.
"Katanya andalan tim basket main hari ini. Makanya tuh cewek-cewek pada pindah ke sini!" Ranita memberi penjelasan seadanya yang menurut Nayya terdengar seperti gerutuan.
"Siapa?" tanya Lalita penasaran.
"Nggak tahu."
"Yeee ... gimana sih, Ta. Ngakunya ngegebet anak basket, lah andalan tim basket aja kamu nggak tahu," ledek Lalita sambil mencibir.
"Nggak usah ngeledek. Kita cari tempat duduk dulu." Ranita kembali memandang sekeliling tribun penonton. "Tuh, di sana saja!"
Ranita segera menarik teman-temannya menuju bangku tribun sebelah kiri dekat ring. Sepertinya lokasi itu bukan tempat favorit penonton karena terlihat masih ada banyak yang kosong.
"Yang bener saja, Ta. Tuh cowok-cowok cakep mana kelihatan dari sini?" Lalita kembali mengajukan protes.
"Seenggaknya di sini masih kelihatan lapangan. Daripada di tribun paling atas, yang keliatan semut doang nanti!" balas Ranita sengit.
"Udah sih, kenapa malah ngeributin bangku! Tuh, Malina sama Riana nyusul." Nayya melambaikan tangan pada kedua temannya yang baru datang.
"Serius nih, kalian duduk di sini?" tanya Malina yang terlihat ragu dengan bangku yang tersisa untuk mereka berdua.
"Kenapa emangnya?" tanya Nayya bingung.
"Agak ngeri saja sih kalo ada bola nyasar," jawab Malina lagi.
"Apa bedanya, di sana juga bisa saja kena bola nyasar." Ranita menunjuk deretan bangku di samping bangku mereka.
"Sttt ... tuh mereka mau mulai." Nayya menengahi perdebatan teman-temannya dan mengalihkan fokus mereka pada barisan cowok bertubuh atletis yang baru saja memasuki lapangan.
Seketika saja gemuruh yang sempat Nayya dengar saat memasuki lapangan basket kini terdengar lebih kencang meneriakkan satu nama dengan serempak dan berirama. Penasaran, Nayya memfokuskan pendengarannya dan begitu nama itu terdengar, tatapan matanya menangkap sosok yang sangat dia kenali. Ya, Valdy ada dalam barisan tim basket yang sedang mendengar penjelasan wasit. Aslab ketus yang hobi bikin Nayya naik darah tersebut memasang raut wajah seriusnya. Satu hal yang selalu membuat Nayya jengkel. Ditambah lagi dengan dengungan suara yang mengelu-elukan namanya, membuat telinga Nayya seperti mau meledak.
'Kenapa dia harus jadi idola, sih?'
Alarm di kepala Nayya seakan berbunyi untuk memberinya peringatan. Mulai detik ini sebaiknya dia menjauh dari tipe pria macam Valdy kalau tidak ingin hidupnya semakin kacau.
****
Punya crush cowok idola bikin seneng apa bikin pusing?
Coba drop di komen biar seru, curhat juga boleeeh. 😁
Pokoknya tinggalin jejak apa ajalah. Biar aku semangat repost dan nih lapangan nggak hening.
Makasih. 😘
Salam manis dari aku yang lagi ngehalu punya crush cowok idola. 💕💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top