36. Masa Lalu Yang Kembali

Valdy mengetuk pintu kamar kos Nayya. Hening, seperti tak ada penghuninya. Dia mencoba sekali lagi. Masih tak ada jawaban. Valdy berbalik menuju parkiran motor sambil menelepon seseorang.

"Ta, kamu tau Nayya ke mana?"

"Dia pulang ke rumah Kak, tadi pagi berangkat bareng aku."

"Pulang?"

"Iya."

"Kalo gitu kirimin alamat rumahnya."

"Aku kirim via WA ya, Kak."

"Oke. Makasih, Ta."

Valdy memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket lalu mengeluarkan kunci motornya. Saat itu Yasa keluar dari gedung indekos dan menghampiri Valdy.

"Val, kamu janjian sama Zelia di kampus, kan? Aku nebeng dong."

"Boleh, tapi anterin aku dulu." Valdy pun melemparkan kunci motornya ke arah Yasa dan ditangkap dengan sempurna oleh sahabatnya itu.

"Emang mau ke mana dulu?"

"Anterin aku pulang dulu!"

"Hah? Mau ngapain?" Kening Yasa bertaut, heran.

"Udah buruan sini!"

Meskipun Yasa bingung dengan apa yang ingin Valdy lakukan, tetapi cowok itu tetap mengikuti permintaan sahabatnya itu. Yasa memakai helm dan menyalakan mesin motor. Menit berikutnya mereka sudah melaju kencang di jalan raya menuju komplek perumahan tempat Valdy tinggal.

"Motornya kamu bawa aja ke kampus."

"Gimana ... gimana?" Yasa masih tidak paham apa maunya Valdy.

"Tolong gantiin aku! Aku ada urusan penting." Valdy menepuk bahu Yasa kemudian masuk ke dalam rumah dan semenit kemudian keluar lagi lalu menyalakan mesin mobilnya.

Valdy membuka kaca jendela mobil lalu berkata, "Tolong isiin bensinnya sekalian!" Lalu Valdy melambaikan tangan ke arah Yasa dan mobil pun mulai melaju keluar garasi meninggalkan Yasa yang hanya bisa melongo bingung.

"Eh, buset dah. Woi, Val!" Yasa berteriak memprotes tetapi mobil Valdy sudah pergi menjauh meninggalkannya seorang diri.

***

Nayya memandangi pantulan dirinya di cermin. Dia sudah selesai memulas riasan tipis pada wajahnya sejak setengah jam yang lalu. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul tiga sore. Sudah waktunya Nayya berangkat ke cafe tempat acara reuni sekolahnya berlangsung.

Akan tetapi, rasanya ada yang membuat Nayya enggan untuk datang ke acara itu kalau saja Amy, sahabatnya semasa SMA tak memaksanya untuk bertemu. Sambil menarik napas panjang, akhirnya Nayya keluar dari kamarnya dan bersiap untuk pergi.

Amy langsung memanggilnya begitu Nayya tiba di cafe. Mereka saling berpelukan sebelum bergabung dengan teman-teman yang lainnya. Semakin sore, teman sekolah Nayya semakin ramai berdatangan. Mereka saling mengobrol dan melepas rindu.

Sampai terdengar salah seorang teman Nayya memanggil sebuah nama yang hampir Nayya lupakan. Seketika saja sekeliling Nayya melindap, bersamaan dengan munculnya sesosok cowok yang selalu ingin dilupakannya.

Kedatangan cowok itu langsung menyeret paksa semua kenangan yang sudah Nayya sembunyikan rapat-rapat dalam kotak keramat di hatinya.

Sosok cowok yang sempat membawanya melambung dalam bahagia, tetapi langsung membuatnya kehilangan dunia dalam sekejap saja. Dialah Devan.

Nayya terpaku bahkan tak tahu bagaimana harus bersikap. Dulu, ingin rasanya Nayya memaki dan membenci. Akan tetapi, kini semua rasa telah hilang.

Meskipun Devan datang dengan senyum yang selalu bisa membuat siapa saja yang melihatnya terpesona, tetapi tidak berlaku untuk Nayya. Jantungnya tidak lagi berdebar kencang saat melihat cowok yang dulu selalu dia tunggu kehadirannya itu. Namun Devan sempat menatap Nayya untuk beberapa saat sebelum akhirnya diseret paksa oleh Ryan, salah satu teman dekatnya semasa sekolah.

Amy menyikut lengan Nayya lalu bertanya, "Kok kamu sama Devan diam-diaman gitu? Lagi ada masalah?" Cewek itu heran melihat reaksi Nayya dan Devan yang terlihat seperti orang asing yang baru pertama bertemu.

"Emangnya bisa ada masalah apa aku sama dia?" jawab Nayya ketus dan hal ini semakin membuat Amy bertambah penasaran.

"Ada Nayya tuh, Van. Kamu nggak kangen-kangenan?" ledek Ryan dengan suara nyaring yang membuat semua teman-teman mereka menoleh ke arah Nayya. "Apa diam-diam kamu udah ketemu sama Nayya duluan?"

Devan tak menjawab dan hanya tersenyum sambil menatap Nayya. Amy kembali menyikut lengan Nayya tetapi sikap Nayya terlihat biasa saja.

"Udah sih, ngapain ngurusin Nayya sama Devan. Kita semua kan, ke sini mau senang sama-sama. Jangan kasih kesempatan buat pasangan yang pengin sayang-sayangan." Amy menengahi suasana yang mendadak berubah canggung itu.

"Nah, setuju kata Neng Amy!" sahut Ryan sambil mengacungkan jempol. "Kamu kalo mau kangen-kangenan sama Nayya besok aja. Hari ini acaranya khusus buat temu kangen kita semua. Setuju man teman?"

Lalu terdengar seruan setuju dari semua anggota yang hadir. Untuk sesaat Nayya terselamatkan. Dia tak harus menanggapi segala sesuatu yang berhubungan dengan Devan.

Akan tetapi, begitu acara selesai dan sudah banyak teman mereka yang pamit pulang, Devan mulai berani mendekati Nayya.

"Gimana kabar kamu?"

"Seperti yang kamu lihat. Sehat dan bahagia," jawab Nayya sarkas.

"Syukurlah kalo kamu sehat-sehat aja. Gimana kuliahnya?" tanya Devan lagi.

"Lancar-lancar aja."

"Di kampus pasti banyak cowok cakepnya, ya?"

"Jelas banyak, lah. Apalagi gedung sebelah fakultas teknik. Gudangnya cowok-cowok beraneka macam rupa. Kalo mau, tinggal pilih pengin yang model apa," balas Nayya sombong.

"Wuah, aku bisa kalah saing dong?" Nayya sempat terdiam sambil menatap Devan yang juga balas menatapnya.

"Emangnya kamu mau saingan sama siapa?" tanya Nayya heran.

"Sama cowok yang suka sama kamu."

"Apa hubungannya?"

"Karena ternyata aku belum bisa lepasin kamu, Nayya."

Nayya melongo. Kaget dengan kalimat yang tiba-tiba Devan ucapkan dengan nada serius itu.

"Nggak usah ngaco deh, kamu!" Lalu Nayya berjalan cepat meninggalkan Devan. Entah kenapa jantung Nayya kini berdebar-debar kembali.

"Tunggu, Nay!" Devan pun melangkah cepat mengejar Nayya. "Udah malam, aku antar pulang sekalian."

"Nggak usah," tolak Nayya mentah-mentah.

"Aku cuma anterin doang kok. Kenapa ketakutan gitu?" tanya Devan sambil menahan tangan Nayya yang hendak pergi. "Ada yang marah ya, kalo aku antar kamu pulang."

"Melihat kamu ada di sini aja serasa melihat setan, apalagi diantar sama kamu. Ngeri, takut kamu tinggalin gitu aja kayak dulu lagi," ucap Nayya ketus.

Devan terdiam sesaat. Kata-kata Nayya cukup menohok ke dalam jantungnya. Cowok itu menatap Nayya lekat-lekat dan semburat penyesalan terlihat di kedua matanya yang gelap.

"Aku tahu aku salah, Nay. Makanya hari ini aku bela-belain datang untuk minta maaf langsung sama kamu."

"Udah aku maafin."

"Tapi kelihatannya kamu masih marah."

"Nggak marah kok, cuma sebel aja ketemu kamu lagi," ucap Nayya ceplas-ceplos.

"Nay ...." Devan menahan tangan Nayya lagi. "Aku beneran nyesel." Cowok itu menatap Nayya dalam seolah ingin bicara dari hati ke hati.

Untuk sesaat Nayya sempat terhipnotis oleh tatapan yang selalu membuatnya luluh di masa lalu itu, sampai Nayya menoleh ke sebelah kiri untuk menghindari tatapan Devan. Seketika saja tatapannya berserobok dengan tatapan seseorang yang belum lama ini sempat menyusup masuk ke dalam hatinya.

"Kak Valdy?" Nayya terkejut menemukan Valdy ada di depan cafe. "Kok Kakak bisa ada di sini?" tanya Nayya heran.

Valdy segera menghampiri Nayya, "Aku cari kamu di kosan nggak ada, Ranita bilang kamu di sini. Jadi aku susul ke sini."

"Kenapa Kakak nyusul ke sini?" tanya Nayya bingung.

"Siapa yang nggak bingung kalo ceweknya hilang?"

"Hah?"

"Lain kali kasih tau aku kalo kamu mau pulang! Jangan pergi tiba-tiba gitu." Valdy menjentikkan jarinya di kening Nayya dan membuat cewek itu meringis pelan.

"Aku pikir Kakak lagi asik nemenin Kak Zelia. Aaaw ...." Lagi, Valdy menyentil kening Nayya dan membuat cewek itu kembali meringis sambil mengusap keningnya.

"Kamu kan nggak suka aku pergi sama dia."

"Ya, tapi kan itu buat pertandingan kalian nanti."

"Justru, kayaknya kamu yang lagi seneng-seneng di sini, ya?" Valdy melirik Devan tajam dan keduanya saling beradu tatapan. Nayya yang menyadari hal ini langsung mendorong Devan menjauh.

"Kamu pulang duluan aja sana. Aku mau nemenin Kak Valdy dulu, kasian dia udah jauh-jauh ke sini nggak di kasih makan."

Ada baiknya mencegah perang sebelum terjadi. Tahu sendiri gimana sifat Valdy, ada yang ganggu Nayya sedikit saja langsung ditantang di lapangan.

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top