34. Konfrontasi Zelia

Langit yang cerah penuh bintang mendadak berubah semakin gelap dan rintik hujan pun mulai turun. Valdy yang melaju kencang segera menghentikan motornya dan menepi di sebuah halte bis. Masih sisa separuh perjalanan untuk tiba di indekos mereka, tetapi tak bisa memaksa menerjang hujan yang mulai lebat.

"Kamu nggak akan kehujanan kalo pulang bareng Kenan tadi," ucap Valdy sambil memandangi setiap tetesan air hujan yang jatuh dari ujung atap halte.

"Jadi Kakak lebih seneng aku pulang bareng Kak Kenan aja, gitu?" Nayya menatap Valdy yang masih memandangi tetesan hujan.

"Ya, nggak juga." Valdy menoleh menatap Nayya yang berdiri di sampingnya. "Tapi aku lebih nggak suka lihat kamu kehujanan gini."

"Aku nggak apa-apa kok. Lagipula cuma hujan aja, kan?"

"Kita tunggu sampai reda aja." Valdy menarik Nayya untuk duduk di bangku besi yang dingin. Angin semilir yang berembus membuat Nayya menggigil kedinginan. Melihat Nayya bersedekap menahan hawa dingin yang menusuk kulit, Valdy pun membuka jaketnya lalu menyampirkannya ke tubuh Nayya.

Sudah setengah jam dan hujan masih belum reda. Nayya mulai mengantuk. Cewek itu kerap kali menguap dengan mata hampir terpejam.

"Kita jalan aja yuk, Kak!" ajak Nayya yang sudah benar-benar tak bisa menahan rasa kantuknya.

"Masih hujan, Nay."

"Cuma gerimis doang. Nggak apa-apa, kita lanjut jalan aja yuk!" rengek Nayya.

Valdy terlihat berpikir sejenak, hingga akhirnya cowok itu pun mengangguk setuju. Nayya tersenyum senang lalu mengembalikan jaket Valdy untuk cowok itu pakai kembali.

"Kamu aja yang pakai, Nay!"

"Nggak! Kakak aja, kan Kakak yang langsung kena angin di depan. Kalo aku bisa ngumpet di belakang badan Kakak." Nayya langsung memakaikan jaket tersebut ke tubuh Valdy dan membuat cowok itu tak bisa menolaknya.

"Kamu yakin?" tanya Valdy masih mengkhawatirkan tubuh mungil yang mungkin akan menggigil kedinginan diterpa angin kencang saat motor melaju cepat.

"Yakin. Yuk, kita pulang!"

"Pegangan yang erat!" ucap Valdy sebelum melajukan motornya dengan hati-hati di jalanan yang basah.

Mereka tiba di komplek indekos dalam keadaan basah kuyup. Motor Valdy berhenti tepat di depan kamar Nayya. Cewek itu segera berlari masuk ke dalam kamarnya dan mengambil beberapa handuk kering untuk Valdy gunakan. Akan tetapi Valdy justru menggunakan handuk yang diberikan Nayya untuk mengeringkan rambut cewek itu.

"Keringkan dulu rambutmu!" Valdy menahan tangan Nayya yang hendak menghentikannya.

"Tapi badan Kakak lebih basah daripada aku."

"Habis ini aku pulang langsung mandi. Kamu juga sebaiknya langsung istirahat aja!"

"Iya."

"Jangan begadang dulu!"

"Iya."

"Minum air hangat sebelum tidur!"

"Oke."

"Yaudah sana cepet masuk langsung mandi biar nggak masuk angin!" Valdy mendorong Nayya masuk ke dalam kamar kosnya lalu menutup pintu dan bergegas kembali ke indekos putra. Tubuhnya juga sudah mulai terasa menggigil sekarang.

***

Sore ini Nayya terlihat tak bersemangat. Buku referensi ada di tangannya, tetapi matanya hanya menatap kosong buku tersebut. Pikirannya juga melayang entah ke mana. Sudah sejak sepuluh menit yang lalu Nayya hanya membaca halaman yang itu-itu saja.

Hingga sentuhan lembut menyentuh pipinya. Valdy sudah duduk di depan Nayya dan kini sedang menangkup kedua pipi cewek itu. Kemudian menyentuh keningnya sendiri.

"Agak hangat. Kamu sakit, ya?"

"Nggak kok."

"Terus kenapa ngelamun gitu?"

"Nggak tau. Lagi nggak bisa konsentrasi aja." Nayya menutup buku yang tak habis-habis dibacanya barusan.

"Kenapa nggak istirahat aja di kosan?"

"Tadi ada ujian harian kalkulus. Kalo nggak masuk bisa ngulang tahun depan." Nayya menelungkupkan kepalanya di atas kedua tangan yang terlipat di meja.

"Memangnya bisa jawab soal kalo lagi nggak konsen gitu?" tanya Valdy heran.

"Nggak. Terserah aja mau dapet nilai berapa yang penting jangan absen. Kalo absen otomatis bakal ngulang tahun depan."

"Yaudah, kamu istirahat aja dulu." Valdy mengusap lembut kepala Nayya dan mata Nayya pun mulai terpejam terserang hawa kantuk.

Valdy tersenyum tipis lalu mengeluarkan laptopnya. Valdy harus segera melanjutkan pekerjaannya membuat program mini untuk bahan skripsinya. Sampai suara lembut yang mendayu menyapa indera pendengaran Valdy. Sosok Zelia melangkah mendekat ke meja Valdy.

"Val, dari kemarin kok aku cari kamu selalu nggak ada di lab?" Zelia menarik kursi dan mengambil tempat di sebelah Valdy.

Mendengar suara derit kursi yang ditarik, Nayya langsung mengangkat wajahnya dan melihat wajah yang sama sekali tak ingin dia temui untuk saat ini. Sayangnya, wajah cantik yang tertutup riasan natural itu sedang menatap Valdy dengan penuh minat. Benar-benar membuat suasana hati Nayya semakin jelek.

"Aku langsung pergi selesai ngajar," jawab Valdy masih sibuk menatap layar laptopnya dan tak berminat menatap Zelia.

"Ini jadwal baru yang dibuat pelatih untuk persiapan Liga Kampus. Mulai besok sore kita latihan intensif," kata Zelia lagi, berharap Valdy membaginya sedikit perhatian yang cowok itu punya. "Kita akan latihan di stadion gelanggang olah raga kampus."

"Oke, taruh aja di sini." Valdy menoleh sekilas menatap Zelia kemudian menunjuk sebelah laptopnya.

"Hari sabtu besok, bisa antar aku ambil pesanan baju seragam tim sama keperluan untuk tanding nanti?" Nayya langsung mendelik mendengar pertanyaan Zelia yang satu ini. Nayya kemudian melemparkan pandangannya ke arah Valdy, ingin tahu apa reaksi cowok di hadapannya itu.

"Memangnya mobilmu kenapa?"

"Lagi masuk bengkel."

"Jam berapa?"

"Jam dua siang."

"Oke." Nayya melotot mendengar Valdy menyanggupi permintaan Zelia tersebut. Bibirnya mulai mengerucut karena merengut tanda tak senang.

"Jadi, sabtu aku tunggu kamu di mana? Apa ke kos kamu aja?" Lagi, Nayya mendelik kesal mendengar ucapan cewek yang kini mengerling sinis ke arahnya.

"Di kampus aja." Mampus! Nayya bersorak girang. Senang sekali Valdy tidak terpancing oleh trik halus yang dilancarkan Zelia sejak tadi.

"Di kampus aja, nih?" tanya Zelia seakan tak suka dengan pilihan Valdy.

"Iya, di kampus aja." Kali ini Valdy menoleh dan menatap Zelia dengan tatapan datar. Zelia tahu tidak akan berujung baik jika dia terus memaksakan kehendaknya pada Valdy ketika cowok itu sudah mengeluarkan ekspresi andalannya untuk mengusir para cewek yang mendekatinya.

Zelia menarik napas pelan sambil mengembangkan senyum untuk menutupi rasa kecewanya. Kalau sudah begini, tak ada sepatah kata pun yang sanggup Zelia keluarkan. Dia terlalu paham sifat Valdy. Itulah kenapa dia bisa bertahan di samping cowok itu bertahun-tahun lamanya sambil terus mengagumi cowok idola tersebut.

"Oke. Itu aja yang mau aku kasih tau ke kamu. Sampai ketemu besok ya, Val." Zelia masih berusaha mempertahankan suara lembutnya yang merdu.

"Hmmm."

Zelia pun bangkit berdiri, meskipun tatapannya masih tertuju pada Valdy yang kini tak mengacuhkannya. Cowok itu malah asik mengetik deretan baris program yang sedang dia kerjakan tanpa memedulikan Zelia sudah pergi atau belum.

Sebelum meninggalkan meja Nayya dan Valdy, tatapan Zelia sempat beradu pandang dengan milik Nayya. Tatapan sengit itu seakan menyampaikan sebuah tantangan tak kasat mata di antara mereka berdua. Nayya hanya bisa mengulas senyum tipis sekadar basa-basi untuk menyapa kakak aslab multimedianya itu. Namun senyum ramah Nayya tak digubris oleh Zelia. Cewek cantik itu membuang muka dan pergi meninggalkan perpustakaan begitu saja.

"Kamu kenapa?" tanya Valdy saat menyadari Nayya hanya menatapnya dalam diam

"Kayaknya asik ya jalan sama cewek cantik kayak model gitu."

"Kenapa? Kamu cemburu?"

"Siapa yang cemburu? Kakak ge-er." Nayya membuang muka. Tak ingin Valdy memergoki isi hatinya yang sedang carut marut.

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top