30. Kejelasan Isyarat Valdy

Nayya menyuap makanannya dengan cepat. Cewek itu ingin segera keluar dari situasi yang menjepitnya saat ini. Nayya bahkan sudah tak peduli pada rasa makanan yang masuk ke mulutnya. Bagaimana bisa menikmati makan siangnya kalau di sebelah Valdy ada tatapan menusuk yang siap mencabik-cabik Nayya. Mengerikan.

Nayya menyedot jusnya cepat sampai nyaris tersedak. Cewek itu terbatuk pelan lalu mengulurkan tangannya hendak mengambil botol air mineral milik Ranita. Namun Valdy dengan cepat menyodorkan botol air mineral miliknya sendiri kepada Nayya.

Nayya menoleh dan mendapati Valdy menatapnya khawatir.

"Makanya jangan buru-buru gitu!" tegur cowok itu kemudian membantu Nayya membuka botol minuman tersebut dan menyerahkannya ke dalam genggaman tangan Nayya.

Nayya tidak jadi minum, cewek itu lebih memilih segera angkat kaki dari kantin. Ranita dan Lalita bahkan harus berlari menyusulnya keluar kantin. Mereka baru berhenti ketika tiba di gazebo di samping perpustakaan. Nayya melongokkan kepalanya mengamati keadaan di sekitar gazebo. Setelah aman, cewek itu baru bisa mengatur napasnya yang terengah-engah dengan tenang.

"Kamu kenapa sih, Nay? Kayak orang dikejar setan aja." Lalita juga ikut mengatur napas sambil memegangi perutnya yang pengap akibat berlari sehabis makan.

"Iya, emang ada setan. Kalian nggak lihat tadi di kantin?"

"Lihat apa? Mana ada setan. Yang ada malaikat yang lagi nunjukin perhatian khususnya sama kamu?" goda Ranita sambil mengedipkan kedua matanya.

"Kalian nggak tau apa, suasana nyeremin kayak tadi. Hiii⁓" Nayya bergidik sambil mendekap tubuhnya sendiri. "Belum lagi tatapan mata Kak Zelia yang kayak lagi ngeluarin laser gitu. Andai beneran ada lasernya, aku bisa mati di tempat."

"Kan udah aku bilang tadi, Kak Valdy tuh nggak tertarik sama Kak Zelia. Dia lebih tertarik sama kamu. Kamunya aja yang nggak sadar-sadar!" Ranita menoyor kepala Nayya pelan berharap sahabatnya itu bisa segera sadar situasinya.

"Ih, nggak mungkin banget dia tertarik sama aku. Kalo ketemu aja seringnya adu mulut."

"Apa?! Adu mulut yang mana dulu nih, Nay? Pakai makna konotasi apa denotasi?" tanya Lalita heboh. "Aaaw!" Nayya langsung menyentil kening Lalita.

"Makanya kalo keramas sekalian tuh dicuci otaknya biar nggak mikir hal yang aneh-aneh."

***

"Kalian duluan aja deh, aku mau ke perpus dulu. Nanti kalian bosan lagi kalo ngikut ke perpus."

"Udah pasti. Yaudah kita balik duluan," ucap Ranita yang disetujui oleh Lalita dengan anggukan kepalanya.

Nayya dan kedua temannya pun berpisah jalan. Nayya berjalan menyusuri taman fakultas menuju perpustakaan kampus. Ada beberapa buku yang ingin dia cari sebagai referensi untuk menggambar komiknya. Menggambar latar tempat dalam komik memang membuat Nayya sedikit kewalahan kalau tidak mengetahui gambar aslinya. Karena itu kini Nayya sibuk mencari buku-buku tentang tempat wisata.

Nayya mendongak melihat judul setiap buku yang ada di rak buku dan akhirnya ketemu di deretan atas rak. Nayya berjinjit sambil mengulurkan tangannya untuk mengambil buku. Terlalu tinggi, lengan Nayya tak bisa menjangkau buku yang dia inginkan. Belum menyerah, Nayya melompat-lompat untuk mencapai buku tersebut sampai oleng dan nyaris terjengkang. Seseorang menangkap pinggang Nayya tepat waktu sebelum cewek itu menabrak rak buku di belakangnya. Nayya mendongak dan mendapatkan wajah Valdy yang terlihat khawatir.

"Kenapa kamu selalu ceroboh sih?" tegur Valdy lalu membantu Nayya agar cewek itu bisa berdiri dengan benar.

"Kakak ngapain di sini?"

"Aku nyari kamu dari tadi. Kebetulan lihat kamu jalan ke perpus. Jadi kususul."

"Mau ngapain nyari aku?"

"Kenapa kamu kabur tadi waktu di kantin?"

"Siapa yang kabur?" Nayya melengos, tak berani menatap mata Valdy.

Tak ingin menjawab pertanyaan yang Valdy ajukan, Nayya memilih pergi untuk menghindar. Namun cowok itu langsung mengulurkan sebelah tangannya untuk menahan Nayya agar tidak kabur lagi.

"Tadi kan ada Kak Zelia. Bukannya dia udah bilang kalo dia sayang Kakak," jawab Nayya pada akhirnya.

Valdy membungkukkan badannya agar sejajar dengan tubuh Nayya. Kemudian cowok itu menatap Nayya lekat-lekat sebelum berkata, "Memangnya kenapa kalau dia bilang begitu? Kamu nggak pengin tau apa jawabanku?"

"Kenapa juga aku harus tau? Lagian kenapa juga sikap Kakak seperti itu padaku," balas Nayya ketus lalu berusaha keluar dari kungkungan lengan Valdy. Akan tetapi Valdy kembali memerangkap Nayya ke dalam kurungan kedua lengannya.

"Seperti itu gimana maksud kamu?" pancing Valdy dan seringaian kecil muncul di sudut bibir cowok itu.

"Ya, gitu~" Nayya enggan menjelaskan secara detail karena dia sendiri takut salah mendeskripsikan arti sikap Valdy padanya selama ini.

"Gitu gimana?" pancing Valdy lagi, sungguh ingin tahu apa yang sebenarnya cewek itu pikirkan tentang dirinya selama ini.

"Ya ... yang kayak tadi. Kenapa sok baik dan perhatian sama aku?" Kali ini Nayya memberanikan diri menatap tepat ke manik mata Valdy. Sedikit penasaran dengan maksud sikap Valdy padanya selama ini.

"Menurut kamu?" kata Valdy justru balik bertanya.

"Kok malah balik nanya sih, Kak?" protes Nayya yang kini kepalanya mulai pusing mengikuti teka-teki sikap cowok itu.

"Karena aku pengin denger jawaban kamu langsung. Menurut kamu, sikap aku yang seperti itu artinya apa?"

"Ya mana aku tau, makanya aku nanya?"

"Kamu nggak merasakan sesuatu gitu? Apa selama ini hanya aku yang merasakan sesuatu yang lain?" Valdy menatap Nayya dalam dan tajam. Mau tak mau Nayya pun membalas tatapan Valdy seolah-olah ada jawaban yang bisa Nayya pahami di dalam sana.

"Terus kamu bener-bener nggak pengin tau apa jawabanku atas pernyataan Zelia tadi?" Belum selesai satu pertanyaan Nayya jawab kini Valdy kembali bertanya dan membuat kepala Nayya seperti mau pecah. Pusing.

Nayya membisu. Cewek itu kemudian membuang pandangannya ke ujung sepatu di bawah sana. Masih bingung mau menyimpulkan seperti apa sikap yang diterimanya dari Valdy selama ini.

"Kenapa diam aja? Kenapa nggak jawab pertanyaanku?" cecar Valdy setelah beberapa menit Nayya masih saja membisu.

"Memangnya jawaban apa yang pengin Kakak dengar?"

"Jawaban yang benar-benar dari dalam hatimu. Aku ingin tau selama ini kamu mengartikan sikapku seperti apa?"

"Memangnya sepenting itu jawabanku?"

"Jelas penting!" jawab Valdy pasti. "Jadi apa jawabanmu?"

Nayya meremas jemarinya dan menggigit bibir. Cewek itu bingung sendiri dengan jawaban yang akan dia lontarkan. Isi kepalanya selalu menyangkal kesimpulan yang telah diambilnya selama ini, tetapi hatinya justru sangat ingin berkata jujur dan mengetahui apa jawaban Valdy yang sebenarnya. Pada akhirnya Nayya memilih diam menunduk sampai Valdy mengangkat dagu Nayya dengan jari telunjuknya. Membuat muka mereka kembali saling bertatapan.

"Aku benar-benar ingin jawaban yang jujur dari dalam hatimu Nayya. Apa kamu tahu maksud semua sikapku selama ini? Apa kamu merasakan sesuatu yang lain tentang semua yang terjadi di antara kita?" tanya Valdy lagi. Kali ini cowok itu benar-benar menginginkan jawaban dan tak akan melepaskan Nayya sebelum mendapatkan jawaban langsung dari cewek itu.

Nayya menatap Valdy lekat-lekat sebelum pada akhirnya mengangguk pelan. Lalu embusan napas lega pun terdengar dari cowok yang kini berdiri tegak di depannya sambil menyugar rambut. Senyum mulai mengembang menghiasi bibir Valdy. Tatapan cowok itu melembut. Akhirnya Nayya memberikan jawabannya meski hanya sebuah anggukan yang bisa berarti banyak hal. Setidaknya Valdy tidak menyimpan perasaan itu sendirian. Cowok itu hanya perlu mencari cara untuk membuat perasaannya benar-benar disambut secara terbuka oleh cewek mungil yang selalu membuat jantungnya berdebar lebih dari biasanya.

****

Kira-kira, perjuangan Valdy berhasil nggak ya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top