28. Ketika Jomlo Kronis Jatuh Cinta

Nayya memandang sekeliling taman. Sepi. Hanya ada mereka berdua di taman itu. Di kejauhan Nayya bisa melihat satu-dua orang keluar masuk Pusgiwa tetapi tak ada satu pun yang memperhatikan kehadiran mereka di taman itu.

"Kak, sebenarnya kita mau ngapain di sini?" tanya Nayya mencoba memecah kecanggungan dalam keheningan suasana taman Pusgiwa.

"Istirahat."

"Istirahat?" Nayya menatap Valdy dengan raut wajah bingung.

"Tangan aku sedikit sakit waktu nolong kamu tadi. Nggak enak juga kalo dipakai latihan," jelas Valdy singkat.

"Kalo sakit kenapa nggak bilang dari tadi? Apa kita langsung periksa ke klinik aja?"

"Nggak apa-apa. Dipijat sebentar juga sembuh." Valdy mencoba memijat sendiri lengannya.

"Kalo sakit nggak usah gengsi kali, Kak! Ayo aku temenin ke klinik." Nayya bersiap berdiri tetapi Valdy menahan lengan cewek itu kemudian menjentikkan jarinya di kening Nayya.

"Udah aku bilang nggak apa-apa, kan? Dipijat sebentar juga sembuh atau kamu aja nih yang pijetin aku." Valdy lalu mengulurkan lengan kirinya kepada Nayya dengan raut wajah memelas yang dibuat-buat.

Sejak kapan cowok ketus ini berubah jadi aktor drama? Sikapnya benar-benar terlalu dibuat-buat. Nayya menatap Valdy menyelisik. Sedikit curiga dengan sikap Valdy saat ini.

"Kenapa? Nggak mau? Kasihan banget, padahal tangan ini udah susah payah nolongin kamu." Valdy kembali mengeluarkan muka memelas dan kecewanya sekaligus. Sungguh seperti aktor drama dalam sinetron kesukaan emak-emak.

"Iya ... iya! Sini tangannya!" Dengan raut setengah terpaksa dan bibir mengerucut, Nayya akhirnya memijat pelan lengan yang Valdy bilang sakit.

Senyum di bibir Valdy pun terbit saat melihat jari-jemari mungil itu mulai menekan-nekan pelan lengannya. Sensasi seperti ribuan semut yang berjalan di atas permukaan kulitnya kini menjalar sampai ke dalam rongga dadanya. Valdy menatap lekat-lekat cewek mungil di depannya. Sepertinya cowok itu sedang menikmati letupan kembang api di dalam dadanya yang mampu membuat senyuman awet bertahan di bibirnya.

"Eh, tapi ini memangnya boleh dipijat?" tanya Nayya ketika sadar akan suatu hal. "Maksudku, kalo tangan Kakak terkilir gimana? Kan nggak boleh asal dipijat."

"Bukan terkilir kok. Nggak apa-apa dipijat pelan kayak tadi," kata Valdy dengan raut wajah meyakinkan dan bibir mengembangkan senyuman lebar.

"Yakin, Kak?" tanya Nayya sambil menyipitkan matanya.

"Yaaakin." Ada keraguan yang terdengar samar dari suara Valdy yang membuat Nayya makin curiga. Tatapan cewek itu semakin menyipit tajam menatap Valdy.

"Kak Valdy ih, jangan bercanda ya!" Nayya menepuk lengan yang baru saja dipijatnya sambil merengut kesal. "Kakak nggak bosen apa ngisengin aku terus?" sungut Nayya jengkel.

Valdy menahan tangan Nayya yang masih menepuk-nepuk lengannya. Cowok itu tertawa pelan. Ternyata dengan mudah Nayya membongkar trik kecilnya ini.

"Maaf ... maaf. Udah dong manyunnya. Muka kamu kayak bebek kalo manyun gitu." Nayya menoleh sambil melotot kesal.

"Tau, ah!"

"Mau ke mana?" tanya Valdy saat Nayya bangkit berdiri.

"Mending aku balik ke kos daripada jadi sasaran kegabutan Kakak!" Nayya menarik lepas lengannya yang ditahan Valdy lalu melangkah cepat meninggalkan cowok itu yang akhirnya ikut mengejar di belakang Nayya.

***

"Eh, Val. Balik juga kamu akhirnya!" Suara Yasa terdengar menggema saat cowok itu berlari menghampiri Valdy yang baru saja memasuki gerbang indekos bersama Nayya. "Hai, Nay." Yasa menyapa Nayya sekilas sebelum berfokus kembali pada sahabatnya.

"Gila kamu Val, main kabur aja dari lapangan!" Yasa menepuk dan merangkul pundak Valdy saat sahabatnya itu berjalan ke arah gedung indekos putra.

"Aghh ...." Ringisan tertahan keluar dari mulut Valdy yang membuat Yasa langsung melotot kaget. Nayya yang tadinya mau diam-diam pergi langsung menoleh melihat keadaan Valdy.

"Bahu kamu kumat lagi ya, Val?"

"Berisik, Yas!"

Valdy berjalan mendahului Yasa masuk ke dalam gedung indekos putra, sedangkan Nayya masih mengamati punggung Valdy yang mulai menjauh. Isi kepalanya penuh tanda tanya sekarang. Kenapa Valdy sampai meringis kesakitan begitu? Jangan-jangan tangan cowok itu memang benar terkilir karena menolong Nayya? Eh, tapi tadi Yasa bilang bahunya kumat lagi? Apa sebelumnya memang pernah sakit? Nayya jadi menyesal telah merajuk dan memarahi cowok itu tadi.

"Awas tembok!" Nayya refleks berhenti melangkah. Dari arah samping terdengar suara teriakan Ranita yang langsung mengembalikan kesadaran Nayya dalam sekejap.

"Kenapa jalan sambil ngelamun gitu? Jangan-jangan udah terjadi sesuatu sama kamu dan Kak Valdy, ya?" Ranita menatap Nayya sambil menaik turunkan kedua alisnya. Di sebelahnya ada Lalita yang sedang bersedekap sambil memicingkan mata penuh selidik.

"Apaan sih!" Nayya melengos dan mendahului kedua sahabatnya untuk masuk ke dalam kamar kosnya. Di belakangnya Ranita dan Lalita mengikuti Nayya dengan cepat. Keduanya siap menginterogasi Nayya.

***

Di dalam gedung indekos pria, Yasa masih setia mengekori Valdy naik ke lantai dua. Mulut cowok itu tak henti-hentinya memanggil nama Valdy seperti istri yang sedang merajuk  minta diperhatikan oleh suaminya.

"Val, serius nih aku nanya!" tegas Yasa sambil mengikuti sahabatnya itu menuju kamarnya. "Sejak kapan sakitnya?" cerocos Yasa sambil terus membuntuti Valdy yang sedang mengambil kotak P3Knya dari dalam laci meja belajar.

Valdy menatap Yasa yang kini terlihat khawatir, "Santai kali, Yas."

"Santai gimana? Pertandingan Liga Kampus udah tinggal dua minggu lagi dan kamu salah satu andalan tim kita."

"Makanya tadi aku pergi dari lapangan, kalo aku paksain latihan hari ini, bisa makin parah."

"Ya ampun, kenapa nggak bilang aja, sih! Zelia pasti ngerti kali."

"Nggak usah bawel, aku tahu kapasitas diriku sendiri." Valdy mengeluarkan sebungkus plester lalu membuka pakaiannya. "Kalo dia tau, bisa nempel terus kayak permen karet. Bakal repot kalo jadi bahan gosip di Gu-date lagi."

"Bakal repot gara-gara gosip atau nggak mau cewek di gedung sebelah kena imbasnya lagi?" Valdy menoleh dan mendelik tajam ke arah Yasa sedangkan sohibnya itu hanya mesam-mesem menggoda Valdy.

"Daripada bawel mending bantuin aku pasang ini!" Valdy mengacungkan plester pereda nyeri dan memberikannya pada Yasa.

"Lagian gaya sih, pake atraksi nolongin cewek segala. Salah sedikit cedera bahu kamu bisa makin parah," nyinyir Yasa.

"Nggak apa-apa. Seenggaknya aku jadi punya waktu berdua sama dia." Valdy pun menyunggingkan senyum yang membuat Yasa ingin muntah.

Yasa bergidik ngeri, "Ih, gilak. Jomlo kronis kalo udah jatuh cinta, mengerikan. Bucinnya juga level kronis kayaknya."

***

"Kenapa ngeliatinnya gitu banget?" tanya Nayya saat mendaratkan tubuhnya di kursi belajar.

"Jadi ... tadi kamu dibawa Kak Valdy ke mana?" tanya Ranita memulai interogasinya.

"Taman Pusgiwa."

"Hah? Ngapain ke sana?" Ranita melongo bingung.

"Ya mana aku tau."

"Oke ... oke, terus di sana kamu ngapain? Apa ...." Kini Lalita yang mengajukan pertanyaan sambil menyatukan kedua tangan yang semua jarinya sudah membentuk kuncup.

"Yeee, mandi sana biar otak kamu bersihan dikit!" ucap Nayya sambil melemparkan bantal kepala Luna si kucing Sailoormoon ke arah Lalita.

"Ya kan, kali aja gitu, Nay. Cowok sama cewek berduaan ya ngapain lagi kalo bukan sayang-sayangan." Mata Nayya makin melotot mendengar kesimpulan yang dibuat si ratu drama satu ini.

"Loh, emangnya kamu udah pacaran sama Kak Valdy?" tanya Ranita menyambung kalimat Lalita.

"Hah? Pacaran?! Mana mungkin?" pekik Nayya dengan mata membulat seperti orang tersedak.

"Ya kali aja gitu, Nay. Abis akhir-akhir ini sikap dia kok manisnya cuma sama kamu aja."

"Manis? Takhayul itu sih," pungkas Nayya. Untuk sejenak otak Nayya terpaksa memutar ulang semua kejadian yang pernah terjadi di antara dirinya dengan Valdy. Kalau mau Nayya ingat-ingat lagi, memang terlalu banyak sikap Valdy yang terasa aneh kalau disebut sebagai perlakuan untuk seorang teman dekat apalagi hanya sekadar adik tingkat. Jangan lupakan kejadian di Dermaga Cinta waktu itu. Jadi sebenarnya maksud cowok itu apa? Nayya jadi pusing.

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top