26. Mungkinkah Cemburu
"Argh ... kalah lagi!" Yasa menjambak rambut di kedua sisi kepalanya. Matanya masih fokus menatap layar laptop di depannya.
"Val, bantuin dong! Minimal ngelewatin level ini aja!" pinta Yasa sambil menggerakkan tetikusnya untuk memulai ulang permainan gim yang sedang dia mainkan. "Woi, Val! Kamu ngapain sih di pinggir jendela gitu? Mau belajar nakut-nakutin orang?"
Kesal tak mendapatkan jawaban dari sohibnya, Yasa pun datang menghampiri Valdy yang sudah setengah jam berdiri di depan jendela kamarnya. Melihat Valdy yang begitu serius menatap lurus ke depan, Yasa ikut menjulurkan lehernya mengintip ke arah jendela yang hanya ada pemandangan menjulang gedung indekos putri.
"Woi, kamu lagi liat apa sih?" Yasa menyikut Valdy berharap temannya itu sadar kalau ada orang yang sedang mengajaknya berbicara. "Eh, Val! Kamu kesambet, ya?"
"Berisik, Yas!" Valdy mengusap salah satu daun telinganya. Suara Yasa barusan benar-benar bisa membuat gendang telinganya pecah.
"Habisnya dari tadi aku panggil nggak dijawab-jawab sih!" protes Yasa kesal. "Eh, itu bukannya si Nayya, ya?" Yasa menunjuk seorang cewek berpakaian pink baru saja turun dari mobil sedan hitam.
Mendengar perkataan Yasa, Valdy langsung melihat ke luar jendela. Benar saja, di halaman parkir indekos Valdy melihat cewek itu sedang berbicara dengan Kenan. Melihat hal itu, Valdy bergegas turun dari kamarnya dan berlari menuju lapangan parkir indekos. Valdy sampai di halaman indekos bertepatan dengan Nayya yang sedang melambaikan tangannya pada Kenan. Mobil Kenan pun menghilang di ujung gerbang komplek indekos meninggalkan Nayya yang kini terlihat menghela napas lelah.
"Kenapa merengut gitu? Nggak seneng sama kencannya?" tegur Valdy mencoba mencari topik pembicaraan dengan Nayya.
Nayya menoleh dan menghadiahi Valdy dengan sorot mata tajam yang bisa saja mencincang tubuh cowok itu menjadi beberapa bagian. "Nggak usah sok tau!" balas Nayya sengit.
Nayya yang sudah lelah malas meladeni kata-kata ketus Valdy, cewek itu berbalik hendak menuju gedung indekos putri. Namun Valdy justru menahan lengannya.
"Apalagi sih, Kak?" Nayya kembali menghadap Valdy tepat saat cacing diperutnya berteriak kencang. Nayya langsung berjongkok menahan suara perut yang terdengar nyaring di tengah suasana sunyi komplek indekos.
"Pulang selarut ini, dia nggak kasih kamu makan?" sindir Valdy sambil menatap Nayya prihatin.
Nayya mengerucutkan bibirnya, "Seharusnya aku sudah menikmati mie rebus hangat kalau aja Kakak nggak nahan aku di sini."
"Makan mie? Kamu nggak sayang sama perut kamu? Udah sekeras itu bunyinya masih mau dikasih mie?"
"Tunggu di sini! Aku ambil kunci motor, kita beli makan di ujung jalan aja!"
"Eh, tapi ...."
"Diam di situ! Jangan ke mana-mana!" Melihat raut wajah Valdy yang serius sambil mengacungkan telunjuknya, Nayya hanya bisa patuh kalau tak ingin tertohok kata-kata ketus Valdy lagi.
Menit berikutnya Valdy keluar gedung indekos pria dengan tergesa lalu menyerahkan sebuah jaket pada Nayya. Kemudian cowok itu mengambil motornya dari tempat parkir dan memakaikan helm ke kepala Nayya sebelum mereka berangkat.
Motor Valdy berhenti di salah satu warung tenda nasi goreng di pinggir jalan raya dekat gang komplek indekos mereka. Kepada penjual Valdy memesan dua porsi nasi goreng dengan teh manis hangat.
"Memangnya di pesta nggak ada makanan sampai kamu kelaparan gitu?" tanya Valdy saat cowok itu sudah duduk di sebelah Nayya.
"Kok Kakak tau aku pergi ke pesta?" Nayya menoleh dan menemukan kedua mata Valdy yang gelap tengah menatapnya lekat-lekat.
"Siapa pun juga tau kalo lihat pakaianmu itu."
Nayya menunduk melihat gaun yang dia pakai, "Iya juga ya."
"Terus kenapa kamu nggak makan di sana? Suara peliharaan kamu di perut tadi benar-benar menyeramkan."
"Aku nggak familiar sama makanannya. Kebanyakan makanan orang bule. Mana cocok sama lidahku," jelas Nayya dengan raut wajah lesu.
"Memangnya dia nggak tau makanan kesukaan kamu?" tanya Valdy penasaran.
"Dia siapa?" tanya Nayya bingung. Sebenarnya Valdy mau bertanya tentang apa sih?
"Itu ... yang tadi antar kamu pulang."
"Oh, Kak Kenan."
"Bukannya kalian habis kencan, ya?"
Untuk sesaat Nayya melongo bingung, tetapi pada akhirnya cewek itu justru tertawa keras.
"Kenapa Kakak bisa mikir aku lagi kencan?"
"Loh, emangnya bukan ya?"
"Bukan. Kak Kenan minta aku temenin ke acara ultah temennya."
"Oh⁓" Kali ini raut wajah Valdy mulai terlihat lebih rileks, tidak setegang sebelumnya.
Nayya menatap Valdy penuh rasa curiga, "Memangnya kalo aku kencan kenapa?" Nayya mengedipkan kedua matanya dengan raut wajah dibuat selugu mungkin.
"Anak kecil belom boleh kencan!" Valdy berdehem pelan lalu memutar kepala Nayya agar tidak menghadap ke arahnya. Melihat cewek itu bersikap manja membuat gelombang angin mendesir di rongga dada Valdy.
"Siapa yang anak kecil? Aku udah cukup umur ya!" Nayya cemberut. "Lagian siapa yang kemarin ngajak aku ke pantai sama bioskop berduaan? Itu namanya apa?" todong Nayya.
"Ngasuh anak kecil jalan-jalan," sahut Valdy asal. Cowok itu mulai salah tingkah dengan pembahasan Nayya tentang kejadian kemarin-kemarin.
"Aku bukan anak kecil ya!!!" tegas Nayya dengan raut wajah kesal kemudian bangkit dari kursinya dan membuat Valdy terkejut.
"Kamu mau ke mana?" tanya Valdy sambil menahan lengan Nayya.
"Aku makan di kos aja!" ucap Nayya masih merajuk.
"Eh, jangan! Tuh makanannya udah jadi. Duduk! Kita makan dulu. Marahnya nanti aja!" tegas Valdy sambil menarik Nayya agar kembali duduk di tempatnya.
Nayya akhirnya menurut karena cacingnya kembali berdemo minta diberi makan, meskipun selama makan cewek itu tidak berbicara sepatah kata pun. Nayya hanya fokus menyelesaikan makannya agar bisa segera kembali ke kamar kosnya yang nyaman. Nayya sudah sangat lelah dan berdebat dengan Valdy sungguh membuat tenaganya habis dalam sekejap.
"Udah dong marahnya," bujuk Valdy ketika Nayya turun dari motornya. Nayya masih bungkam. Lalu Valdy meraih tangan Nayya dan menggenggamnya. "Maaf deh. Iya, kamu bukan anak kecil tapi cewek mungil." Valdy menarik sudut bibirnya untuk tersenyum.
"Apa bedanya kecil sama mungil?" tanya Nayya masih sambil merengut. "Kalo Kakak seneng sama yang tinggi semampai dan dewasa, sana gih cari Kak Zelia!"
"Kenapa? Kamu cemburu sama Zelia?" pancing Valdy yang kini malah senyum-senyum sendiri.
"Siapa yang nggak cemburu liat tubuh proporsional yang sempurna macam punya Kak Zelia. Cewek mana pun pasti pengin punya bentuk tubuh kayak dia," jelas Nayya.
"Aku kira kamu cemburu karena hal lain." Kali ini giliran Valdy yang merengut kesal.
"Maksud Kakak?" Nayya menatap Valdy bingung.
Valdy menundukkan sedikit badannya agar kepalanya sejajar dengan tinggi kepala Nayya. Cowok itu menatap tepat di kedua manik mata Nayya lalu berkata, "Memangnya kamu nggak cemburu lihat Zelia nempel dekat-dekat denganku?"
Untuk sepersekian detik, Nayya seperti menahan napas terlalu terkejut melihat wajah Valdy dari jarak yang terlalu dekat dengan wajahnya. Kemudian Nayya berdehem pelan karena tersedak ludahnya sendiri saat mencoba kembali bernapas.
"Ke ... kenapa aku harus cemburu?" Nayya tergagap dan Valdy masih menatapnya lekat-lekat seakan sedang mengorek kebenaran dari kedalaman mata cewek itu. "Udah malam, Kak. Aku mau tidur, daaah⁓"
Nayya langsung berlari masuk ke dalam kamar kosnya sambil memegangi dadanya yang seperti habis kena serangan jantung. Nayya bersandar sejenak pada pintu kamar kos yang tertutup sambil berusaha menenangkan jantungnya yang masih berdebar kencang. Jangan-jangan nasi goreng yang Valdy belikan tadi ada racunnya?
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top