23. Aneh

Segelas jus melon diletakkan Valdy di depan Nayya yang menelungkupkan kepalanya di atas meja. Di samping Nayya, Ranita dan Lalita terlihat terbengong-bengong melihat hal langka yang ada di depan mereka.

"Kenapa lesu begitu?" tanya Valdy sambil menyodorkan semangkok bubur ayam yang uapnya masih mengepul.

"Ngantuk," jawab Nayya singkat.

"Memangnya kamu nggak tidur?" tanya Valdy lagi.

"Siapa juga yang bisa tidur kalo kayak gitu?" celetuk Nayya tanpa sadar. Begitu terdengar kekehan pelan, Nayya mengangkat kepalanya dan menemukan Valdy sedang menatapnya lembut. Lembut? Iya, lembut! Hal inilah yang sejak tadi membuat Ranita dan Lalita hanya bisa menatap kejadian di depan mereka dengan mulut nyaris terbuka karena heran.

Nayya langsung mengkatupkan bibirnya rapat-rapat. Jangan sampai dia mengatakan hal yang tidak-tidak. Suasana saat ini saja sudah cukup canggung dengan keanehan perubahan sikap Valdy. Rasanya tidak perlu membuatnya semakin canggung dengan membahas hal yang sudah terjadi semalam.

"Kenapa nggak bisa tidur?"

"Gara-gara Kakak!" Ups! Nayya keceplosan lagi. Cewek itu memejamkan matanya sambil menggigit bibir. Di sampingnya Ranita dan Lalita menatap Nayya dengan tatapan horor.

"Aku?"

"Udah ah! Kenapa juga Kakak ada di sini siang bolong gini? Emang nggak ngajar di lab?" cerocos Nayya berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Nggak ada jadwal. Lagipula anggap aja kompensasi karena bikin kamu nggak bisa tidur semalam." Seulas senyum tersungging di bibir Valdy sedangkan mulut Ranita dan Lalita menganga lebar.

"Tunggu... tunggu! Sebenernya semalem ada apa, nih?" tanya Ranita curiga. "Semalem bukannya kita pulang diantar Kak Kenan, ya?" Semakin dipikirkan, Ranita semakin tak mengerti. "Terus apa hubungannya sama Kak Valdy?"

"Apa ada sesuatu yang nggak kita tau?" tanya Lalita sambil memicingkan matanya curiga. Nayya membuang muka pura-pura tak mengerti maksud teman-temannya sedangkan Valdy hanya bisa tersenyum melihat tingkah Nayya.

"Nggak. Nggak ada apa-apa," sahut Nayya cepat. Valdy langsung menatap cewek itu dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Yaudah, pokoknya nanti sore ke lapangan basket, ya!" kata Valdy bangkit berdiri sambil menatap Nayya tajam.

"Siapa juga yang mau nonton basket?" gerutu Nayya sambil memalingkan tatapannya tak ingin menatap mata Valdy.

"Davon tanding hari ini." Valdy mengedip penuh isyarat ke arah Ranita dan cewek itu langsung mengamit lengan Nayya dengan penuh semangat.

"Kita nonton juga ya, Nay! Kudu, harus, wajib pokoknya!" Nayya menghela napas pelan sambil menatap ke arah Valdy dengan malas. Sedangkan cowok itu justru menyeringai penuh kemenangan.

Kampret!

Benar saja, selesai mata kuliah terakhir, Nayya langsung diseret Ranita menuju lapangan basket. Tidak seperti Nayya, Lalita masih terlihat senang-senang saja berada di tepi lapangan sambil memandangi beberapa anak tim basket yang cakep-cakep itu.

"Eh, Nay! Itu Kak Kenan, kan?" tanya Lalita saat melihat sosok yang familiar sedang mengoper bola di tengah lapangan. "Baru tau kalo ternyata Kak Kenan anak basket juga."

"Iya ya. Pantesan dia keliatan deket sama Kak Davon." Tatapan Nayya mengawasi aktivitas Kenan di ujung lapangan. Sesekali cowok itu membalas lambaian beberapa mahasiswi yang Nayya duga adalah penggemarnya.

Kenan terlihat tersenyum ramah dan membalas sapaan setiap mahasiswi yang menyemangatinya. Hal serupa seperti yang Nayya lihat semalam. Nayya pikir Kenan memang tipe cowok ramah yang baik hati. Namun kenapa Nayya merasa cowok itu terlalu ramah pada semua cewek, ya?

"Siapa sih...." Nayya berteriak kesal saat tiba-tiba sebuah handuk putih menutupi matanya dan mengganggu kegiatannya mengamati Kenan.

"Yang harus kamu lihat ada di depan sini," kata Valdy dengan tatapan tajam menghunus.

"Apaan sih." Nayya melengos hendak kembali menatap Kenan di lapangan. Namun Valdy justru mengalungkan handuk putih itu di leher Nayya kemudian menarik cewek itu mendekat sampai mereka saling bertatapan.

"Cukup aku saja yang harus kamu lihat!" Seperti ultimatum, ucapan Valdy ini terdengar sangat serius dan nyaris membuat bulu kuduk Nayya bergidik.

Nayya yang tak suka asal diperintah kini balas menatap Valdy dengan sengit, "Kenapa harus? Memang Kakak siapa?" balas Nayya tak mau kalah.

Bukannya balas menjawab, Valdy justru menjentikkan jarinya di kening Nayya sampai cewek itu meringis dan mengusap keningnya yang perih. Valdy tersenyum tipis sedangkan Nayya menatap cowok itu dengan tatapan permusuhan.

"Dasar aneh!" gumam Nayya sambil memalingkan wajahnya dari Valdy.

"Val!" Lagi, suara merdu mendayu yang lama-lama sering membuat Nayya jengkel ini terdengar jelas. "Ada yang perlu aku diskusiin sama kamu untuk masalah Liga Kampus bulan depan." Zelia berjalan anggun menghampiri Valdy yang masih berdiri di depan Nayya.

Cewek itu berdiri bersisian di sebelah Valdy dengan sangat dekat sambil menunjukkan berkas yang sedang mereka diskusikan. Terlalu dekat sampai membuat mata Nayya mendelik jengkel.

"Bilangnya nggak ada hubungan apa-apa. Tapi giliran di pepet mau aja!" Nayya bergumam pelan nyaris seperti bisikan. Kedua tangannya terlipat di depan dada dan bibirnya mengerucut. Nayya jelas terlihat tidak suka melihat kehadiran si aslab cantik pujaan semua mahasiswa Gunadhya. Beberapa kali matanya melirik ke arah tempat Valdy dan Zelia berada. Tatapan yang tajam itu sibuk mengawasi setiap gerak-gerik Valdy saat bersama cewek cantik yang kata para penggemarnya cocok dijadikan sebagai pasangan untuk cowok idola kampus itu.

"Kenapa merengut gitu?" tanya Valdy ketika menghampiri Nayya usai berbicara dengan Zelia.

"Lagi laper," sahut Nayya asal dan hal ini justru semakin membuat Valdy tersenyum lebar. Cowok itu menepuk puncak kepala Nayya pelan sebelum memasuki lapangan basket untuk latihan.

Ternyata sikap aneh Valdy tidak berhenti sampai di situ. Selesai latihan, Valdy kembali menghampiri Nayya. Yasa yang biasanya menempel pada cowok itu pun masih mengekorinya sampai Valdy harus susah payah mengusirnya.

"Udah sana pulang ke rumah. Nggak usah ke kos!"

"Kenapa kamu mengusirku wahai Valdy?" tanya Yasa dengan gaya didramatisir.

"Ini akhir pekan, ya. Siapa tau emak ngundang cewek cakep ke rumah."

"Oh iya ya. Jodohku, tunggu aku datang...." Valdy bergidik sendiri melihat kelakuan absurd sahabatnya itu.

"Kamu nggak pulang ke rumah, Nay?" tanya Ranita ketika mereka hendak meninggalkan lapangan basket.

"Nggak. Kenapa?"

"Aku sama Lalita mau langsung pulang. Kamu ke kosan sendirian nggak apa-apa? Udah malem loh ini?" kata Ranita khawatir.

"Nayya bareng aku aja!" Valdy yang sempat mendengar obrolan ketiga cewek itu langsung mengajukan diri.

"Kalo gitu kita titip jagain Nayya ya, Kak!" ucap Lalita dengan senyum penuh arti dan berkedip nakal ke arah Nayya.

"Eh, emangnya aku anak kecil yang perlu dijagain?" protes Nayya.

"Hmm. Nayya pasti aman," ucap Valdy sambil mengangguk yakin.

"Kalo gitu kita duluan ya, Nay. Daaah!" Ranita dan Lalita melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam angkot yang akan mereka tumpangi.

"Sebelum pulang kita ke sana dulu."

"Ngapain?"

"Makan. Kan kamu bilang lapar tadi." Valdy menggandeng tangan Nayya menyeberangi jalan raya di depan kampus dan membawanya ke sebuah kedai soto.

Anehnya, Nayya bahkan tak menolak genggaman tangan cowok itu di tangannya.

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top