19. Tantangan
Nayya duduk di depan laptop ditemani Lion si kucing yang dia pungut di jalanan tempo hari. Kucing oren itu tidur melingkar di atas meja di samping laptop Nayya yang terbuka. Nayya baru saja selesai mengunggah sebuah bab dari webkomiknya dan kini jemarinya dengan lancar membuka satu persatu akun media sosialnya. Teringat kejadian sore tadi, Nayya mengunggah kata-kata yang menafsirkan kegundahan hatinya.
Kata 'orang ketiga' selalu dianggap memiliki makna yang tak baik. Orang yang mendapat label ini harus menanggung konsekuensi besar walau terkadang label yang tersemat belum tentu benar adanya.
Nayya mengunggah kalimatnya bersama gambar animasi seorang gadis yang duduk memeluk lututnya di tengah rintik hujan. Cewek itu membaca kembali kalimat yang sudah diunggahnya sambil menghela napas sampai denting notifikasi masuk ke dalam obrolan pribadinya. Seseorang mengomentari unggahannya melalui obrolan pribadi.
Terkadang manusia hanya melihat sekilas dari matanya dan tak peduli pada kebenaran dibaliknya, begitu balasan di kolom ruang obrolan pribadi milik Nayya.
Begitulah akun dengan gambar kartun kucing gemuk warna putih yang menggemaskan itu memulai percakapan dengan Nayya. Seperti saling berbagi rasa, Nayya menanggapi akun tersebut untuk saling bertukar cerita dan saling menyemangati.
Jangan patah semangat. Kebenaran pasti berpihak pada orang yang benar. Jangan pikirkan pendapat orang yang tak benar-benar mengenalmu. Semangat.
Makasih untuk semangatnya. Semangat juga untukmu, itulah akhir obrolan mereka berdua.
Nayya hanya tahu akun tersebut bernama Cimut. Si pemilik akun menolak memberitahukan nama aslinya. Nayya tak masalah. Setidaknya dia punya tempat untuk berkeluh kesah. Bukannya dia tidak percaya pada para sahabatnya, hanya saja Nayya tak bisa menceritakan kejadian tadi pada mereka, terutama Ranita. Kalau Ranita tahu, bisa-bisa terjadi keributan besar di kampus. Apalagi sohibnya yang satu itu tak kenal takut apapun. Kalau cuma dua cowok berandal macam tadi sih, Ranita juga sanggup menjatuhkan mereka dengan kemampuan bela dirinya. Jadi, Nayya pikir lebih baik tak menceritakan hal ini pada mereka demi keamanan dunia perkampusan.
***
Kantin siang ini, masih ramai dengan bisik-bisik yang tak mengenakkan. Meskipun begitu, Nayya mencoba tak peduli pada semua kritikan yang ditujukan pada dirinya lewat bisikan-bisikan tersebut. Walaupun bisikan tersebut makin kencang terdengar saat Valdy datang bersama Yasa dan Zelia.
Tak ingin menjadi target cemooh lagi, Nayya sengaja menundukkan wajah agar Valdy tak melihatnya. Seperti mengerti apa yang akan terjadi, Valdy yang sempat berhenti sejenak di dekat meja Nayya memilih untuk mengikuti Yasa duduk di meja lain di sudut kantin. Akan tetapi matanya tak lepas mengawasi Nayya, apalagi saat Kenan dan Rino datang bergabung ke meja cewek itu. Valdy terlihat mulai gelisah.
Tak hanya Valdy, Nayya pun diam-diam memandang ke sudut kantin untuk melihat apa yang sedang Valdy lakukan bersama si aslab cantik yang katanya pacar cowok idola itu. Sesekali bibir Nayya merengut menggerutu dalam desisan pelan.
Katanya mau cari cara gimana nyelesein masalah ini, kenapa yang kulihat justru ingin menambah masalah sih? Nayya menghela napas jengkel.
"Kamu kenapa, Nay?" tanya Kenan yang menangkap raut kesal di wajah Nayya. "Lagi suntuk, ya? Kita jalan lagi mau?"
"Mau... mau." Bukannya Nayya yang menjawab, justru Lalita yang berteriak penuh semangat. "Ke mana kak?"
"Kalau nanti sore enaknya ke pantai kali ya. Gimana menurut kalian?"
"Eh, jangan sore ini dong, Kak. Hari ini ada pertandingan basketnya anak Teknik." Ranita menatap Nayya dan Lalita dengan penuh permohonan.
"Oh iya juga ya, katanya anak Teknik Mesin lawan anak IT kalian."
"Ini kan Teknik Mesin Ta, emangnya Kak Davon ada?" tanya Lalita polos membuat Ranita mendelik jengkel pada Lalita karena membuka kartunya.
"Oh, jadi karena Davon." Kenan tersenyum menggoda Ranita dan cewek itu hanya bisa nyengir karena malu. "Kalo kalian mau nonton, nanti aku sisain tempat yang pastinya bisa lihat jelas gebetan kamu itu, Ta."
"Wuah, beneran nih, Kak?" Kenan mengangguk pasti. "Asiiik!!!" Ranita bersorak girang.
Nayya yang hanya mendengarkan sedari tadi justru melirik ke arah Valdy berada. Cowok itu ternyata juga sedang melirik ke arahnya dan membuat Nayya gelagapan hingga memalingkan tatapannya ke sembarang arah.
Apa pertandingan ini gara-gara kemarin, ya? Nayya mulai berpikir yang tidak-tidak sejak mendengar tim IT akan melawan tim Teknik Mesin. Karena seingatnya, cowok yang kemarin menggodanya memakai logo Teknik Mesin di baju yang mereka kenakan.
Nayya tak bisa berhenti penasaran, karena itu dia dengan sukarela ikut menemani Ranita menonton pertandingan basket tersebut. Saat mereka tiba di lapangan luar di antara gedung Fakultas Ilmu Komputer dan Fakultas Teknik, tempat duduk yang bisa melihat lapangan dengan begitu jelas sudah dipenuhi para penggemar Valdy. Terlihat bagaimana mereka semua mengacungkan bendera atau poster bergambar Valdy.
Untungnya Kenan sudah menyisakan tempat dengan sudut penglihatan yang bagus yang membuat Ranita semakin girang. Tentu saja, karena Davon ikut duduk menonton bersama mereka. Kenan bahkan mengenalkan Ranita pada cowok itu. Jangan tanyakan bagaimana reaksi Ranita saat gebetannya itu menyalaminya. Bisa-bisa Ranita tak akan mencuci tangannya selama setahun.
Tak lama kedua tim tiba, Nayya jelas melihat kedua cowok yang menggodanya ada di tim lawan. Keduanya menatap Valdy dengan tatapan meremehkan. Namun begitu keduanya melihat kehadiran Nayya di bangku penonton, senyum jahil pun terbit di wajah mereka. Keduanya berjalan menghampiri Nayya.
"Jadi, gimana keputusan kamu?" tanya si rambut jabrik bak daun nanas yang berdiri menjulang dengan angkuhnya di depan Nayya.
"Maksudnya?"
"Tuh, lihat! Dia lebih sibuk sama cewek cantik itu, kan?" Si jabrik menunjuk ke arah di mana Zelia sedang mengulurkan sebotol air mineral kepada Valdy. Ya, hanya kepada Valdy bukan pada semuanya, meskipun cewek itu adalah manajer tim basket IT. "Lebih baik sama aku aja. Dijamin servis memuaskan." Cowok itu mengedip nakal dan membuat Nayya mendelik marah.
"Kamu kenal dia, Nay?" tanya Ranita yang mulai waspada karena melihat Nayya tak nyaman.
"Jelas kenal dong. Aku penggemar Nayya," jawab si jabrik lagi dengan seringaian mesumnya.
"Nggak usah ngaku-ngaku!" balas Nayya sengit.
"Dia bukan pacar kamu kan, Nan? Kalo bukan, buatku aja!" kata si jabrik lagi. "Iya kan, Nay?" Si jabrik mengulurkan tangan hendak menyentuh puncak kepala Nayya, tetapi tangan itu langsung ditepis dengan kencang oleh Valdy yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Nayya.
"Nggak usah ngekhayal ketinggian. Dia nggak akan mau sama kamu!"
"Wuah, pahlawannya datang lagi rupanya. Nggak usah sok jagoan, Val." Si jabrik menatap sinis Valdy.
"Kita buktiin aja di lapangan!" tantang Valdy tanpa takut. Raut wajahnya terlihat amat serius. Nayya sampai takut akan muncul percikan api dari tatapan mata Valdy yang terlihat tajam seperti elang hendak mencabik mangsanya.
"Nay, apa ada sesuatu yang nggak kamu certain ke kita?" tanya Ranita sambil memicing curiga ke arah Nayya saat kedua cowok yang saling berbalas kata sengit itu memasuki lapangan basket.
"Ceritanya panjang." Nayya bergumam pelan dengan tatapan mata tak lepas dari pertandingan di lapangan yang baru saja di mulai. Nayya sangat berharap Valdy bisa memberikan pelajaran untuk kedua cowok kurang ajar tersebut.
****
Apa yang akan kalian lakukan kalau ada di posisi Nayya dan digosipin seantero kampus kayak gitu?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top