18. Jangan Jalan Sendirian

Nayya membawa setumpuk makalah untuk dikumpulkan ke ruangan dosen di dekat perpustakaan seorang diri. Teman-temannya langsung kabur begitu mata kuliah berakhir, masih ada tugas makalah lain yang harus mereka kerjakan katanya. Untungnya Nayya sekelompok dengan Rino dan cowok itu bersedia merapikan semua data yang sudah dikumpulkan teman sekelompoknya. Jadi, sore ini Nayya bebas tugas.

Keluar dari gedung ruangan dosen, Nayya melintasi taman di dekat perpustakaan sambil berpikir apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Akan tetapi, dua orang cowok mengadangnya di tengah jalan. Langkah Nayya pun terhenti. Cewek itu mengamati kedua cowok yang sedang menatapnya sambil menyeringai angkuh.

"Kamu Nayya, kan?" tanya salah satu cowok dengan rambut belah tengah dan sedikit gondrong. Sepertinya salah satu senior dari Jurusan Teknik, terlihat dari logo di jaket fakultas yang cowok itu kenakan.

"Iya."

"Tumben kamu sendirian? Udah bosen sama Kenan, ya?"

"Hah?" Nayya tak mengerti apa yang sedang cowok itu bicarakan.

"Kalo udah bosen sama Valdy dan Kenan, sama kita juga boleh kok," kata cowok lainnya yang memiliki rambut jabrik seperti daun nanas yang dengan lancang kini merangkul pundak Nayya.

Nayya yang merasa risih mencoba melepaskan tangan cowok itu dari bahunya. Sayangnya kedua cowok itu seolah mengapitnya erat. Nayya melangkah mundur mengelak dari kepungan kedua cowok yang kini memandangnya dengan tatapan mesum.

"Maaf, Kak. Aku masih punya urusan lain!" Nayya bersiap melarikan diri, tetapi lengannya keburu di tangkap si cowok jabrik.

"Kenapa buru-buru? Emang ada janji sama cowok mana lagi?" tanyanya dengan senyum menggoda. "Mending main sama kita aja. Nanti aku carikan tempat yang bagus. Mau berduaan boleh, main bareng sama-sama juga boleh."

Nayya mengerenyitkan keningnya, masih mencoba mencerna maksud kalimat yang mereka lontarkan. Namun kesempatan ini digunakan oleh si rambut jambrik untuk mendekatkan diri kepada Nayya. Cowok itu kembali mengulurkan tangan hendak merangkul pundak Nayya, sayangnya tangannya ditepis dengan cepat oleh seseorang.

Ya, Valdy sudah berdiri di belakang mereka lalu menarik lengan Nayya untuk berada di sisi cowok itu. Valdy terlihat murka. Rahang wajahnya terlihat mengeras dan ekspresi wajahnya menjadi dingin dengan tatapan tajam menghunjam menatap kedua cowok di depan Nayya.

"Yo, pahlawannya datang kesiangan, nih!" kata si rambut gondrong melipat kedua tangan di depan dada sambil menatap Valdy dengan tatapan mencemooh.

"Kamu masih mau sama dia, Nay? Mending sama aku aja. Dijamin jadi cewek resmiku bukan cuma selingkuhan," ucap si rambut jabrik dengan seringaian yang membuat Nayya ingin menabok wajah cowok itu.

"Nggak usah maruk, Val. Kasih satu sini buat aku!" kata si rambut jabrik lagi dengan tatapan menantang.

"Jangan bikin masalah kalau nggak punya kemampuan. Nayya nggak akan suka sama cowok model kalian!" Usai mengatakan hal tersebut, Valdy menarik Nayya pergi menjauh dari kedua cowok yang menggodanya barusan.

"Jangan sok hebat kamu! Besok buktiin aja di lapangan!" Teriakan si cowok jabrik masih terdengar dari beberapa meter di belakang Nayya. Cewek itu melirik wajah cowok di sampingnya yang masih terlihat marah. Mulut Valdy mengatup rapat dan tatapannya masih terlihat seperti memandarkan api neraka. Mengerikan sekali kalau cowok kaku sedang marah.

Akan tetapi, tangan Nayya mau sampai kapan ditarik seperti ini? Nayya memandang sekelilingnya. Mereka sudah jauh berjalan hingga ke taman fakultas ilmu komputer. Suasana kampus sore hari ini pun terlihat sepi karena jam perkuliahan sudah lama berakhir. Hanya segelintir mahasiswa yang hilir mudik di depan gedung praktikum. Lalu, untuk apa mereka ke taman?

Langkah mereka berhenti di salah satu bangku taman di bawah pohon kersen yang rindang. Valdy duduk dengan raut wajah masih kesal. Keningnya tertaut seperti sedang memikirkan suatu hal.

"Itu... tadi, makasih." Nayya membuka pembicaraan dengan canggung karena sedari tadi Valdy hanya diam mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Bahkan kini cowok itu hanya menatapnya tajam. "Kalo gitu... aku pamit pulang duluan, ya."

Baru saja membalikkan badan hendak pergi, tangan Nayya ditahan Valdy. Cowok itu menariknya hingga duduk dan mereka pun duduk bersisian.

"Duduk dulu! Nanti kuantar pulang."

"Tapi... itu... nanti pacar Kakak marah kalau tau Kakak sama aku." Valdy langsung menoleh menatap Nayya sengit.

Ya, ampun salah apa lagi coba?

"Kamu itu punya telinga apa enggak sih?" Valdy jelas terlihat sangat jengkel.

Kenapa malah ngata-ngatain aku? Nayya cuma menatap Valdy sambil memberengut tak membalas.

"Dari kemarin kan sudah kubilang. Aku-belum-pernah-punya-pacar!" Valdy seolah mengeja kalimat terakhir berharap Nayya bisa mengerti. Hanya saja respon otak Nayya yang lambat membuat cewek itu hanya menatapnya dalam diam.

"Untuk masalah tadi, aku minta maaf." Ucapan Valdy terdengar tulus dengan tatapan mata yang mulai melembut.

"Hah?" Nayya makin bingung. Sebenarnya dia dalam situasi seperti apa sih?

"Gara-gara gosip di Gu-date, cowok-cowok itu nganggep kamu cewek nakal."

"APA?!" Mata Nayya membulat. Baru paham maksud keseluruhan kejadian barusan. "Jadi mereka nganggep aku cewek gampangan gitu? Kampret!"

"Lain kali jangan pernah jalan sendirian lagi kalo sudah sore. Minta ditemani Ranita atau Lalita."

"Mereka ada tugas kelompok. Lagi pula mereka kan, bukan bodyguard-ku. Mana bisa meminta mereka menjagaku selama 24 jam."

"Pokoknya jangan jalan sendirian di tempat sepi kalau sudah mau gelap!"

"Kenapa nggak Kakak aja yang menyelesaikan masalah ini? Kan semua masalah awalnya gara-gara Kakak juga," balas Nayya ketus. "Kenapa selama ini Kakak diam aja? Kenapa nggak klarifikasi di Gu-date kalo Kakak belum punya pacar dan bilang kalo nggak ada hubungan apapun denganku. Selesai masalahnya."

"Nanti kupikirkan lagi caranya. Ayo pulang!" Valdy kembali menarik tangan Nayya untuk mengikutinya ke lapangan parkir motor.

"Loh, kok kita ke sini? Katanya mau pulang?" tanya Nayya saat motor Valdy bukan berhenti di halaman indekos tetapi di restoran siap saji dekat kampus mereka.

"Lapar, mau makan dulu!"

"Tapiii...." Tak menggubris jawaban Nayya, Valdy langsung menarik tangan cewek itu dan membawanya masuk ke dalam restoran.

Kenapa dia nyeret-nyeret aku semau dia, sih?

Pasrah, akhirnya Nayya duduk menunggu di salah satu meja di dekat jendela. Sedangkan Valdy masih antri di depan konter kasir untuk memesan makanan. Beberapa menit kemudian Valdy datang membawa nampan berisi makanan untuk mereka berdua.

"Ini menu anak-anak buat siapa?" tanya Nayya saat melihat seporsi menu anak lengkap dengan mainan hadiahnya.

"Untuk kamu." Lalu Valdy mulai menyusun menu makanan tersebut di hadapan Nayya.

"Hah?"

"Ada susunya, supaya kamu cepat tinggi." Kemudian senyum jahil terukir di bibir Valdy saat melihat Nayya mulai memberengut kesal. "Ini kebetulan mainannya bentuk kucing, jadi pas buat kamu."

"Kakak kira aku anak kecil?"

"Emangnya bukan?"

"Kak Valdy!"

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top