14. Petaka Sebuah Foto
Baru sehari Nayya tidak datang ke kampus karena kakinya terkilir dan suasana kampus kini terasa seperti ruang kedap udara yang menyesakkannya. Ke manapun kakinya melangkah, Nayya merasa banyak tatapan terpusat padanya. Suasana terasa aneh saat para mahasiswi mulai saling berbisik di belakangnya. Tak hanya Nayya, kedua temannya pun merasakan hal yang sama. Lalita bahkan beberapa kali mengeluarkan cermin lipatnya untuk memeriksa tampilan wajahnya.
"Nay, di mukaku nggak ada yang aneh kan? Apa pakaianku ada yang sobek?" tanya Lalita sambil memutar tubuhnya di depan Nayya dan Ranita.
"Enggak ada?"
"Coba kamu berbalik juga? Siapa tahu ada yang salah dengan pakaianmu!" Lalita memutar tubuh Nayya dan Ranita dengan heboh untuk memeriksa pakaian mereka. "Enggak ada yang salah sama sekali. Terus kenapa rasanya kayak ada yang aneh, ya?"
"Itu cuma perasaan kamu aja kali, La!" celetuk Ranita cuek.
"Ih, kamu peka sedikit dong, Ta!" pekik Lalita gemas. Gadis itu menggoyangkan telapak tangannya untuk membuat kedua temannya mendekat ke arahnya. "Kalian emang nggak ngerasa kalo dari tadi dilihatin seantero kampus?"
Nayya terdiam berpikir sedangkan Ranita menggeleng cepat.
"Ih, coba deh perhatikan lagi. Setiap kita lewat, mereka itu ngelihatin kita dengan tatapan aneh."
"Mereka?" Ranita mengerenyit dan menelengkan kepala bingung.
"Lihat tuh!" Lalita menunjuk empat orang mahasiswi yang duduk di seberang mereka dengan dagunya. "Para cewek-cewek yang duduk di seberang kita dari tadi bolak-balik ngelihatin kita sambil berbisik-bisik."
Nayya dan Ranita kompak menoleh ke arah yang ditunjuk Lalita. Tepat pada saat itu para mahasiswi tersebut memalingkan wajah mereka berpura-pura menghabiskan makanan yang sedang mereka makan.
"Kayaknya bukan anak fakultas kita deh," lanjut Lalita dengan tatapan penuh selidik.
"Emang sedikit aneh sih," kata Nayya pada akhirnya.
"Tuh, kan. Apa kubilang!" Lalita bertepuk tangan sekali. Lalu mengamati sekelilingnya seperti intel mencari musuh.
Suasana canggung di dalam kantin itu tiba-tiba berubah semakin mencekam ketika suara Yasa terdengar. Diikuti seseorang dengan aura dominannya masuk ke dalam kantin dan menyita perhatian semua pengunjung. Siapa lagi kalau bukan Valdy yang selalu menjadi pusat perhatian seluruh mahasiswi Gunadhya.
Mata yang setajam elang itu tak sengaja bertemu pandang dengan tatapan Nayya. Refleks, Nayya memalingkan wajahnya. Entah kenapa hari ini dia tak ingin bersinggungan dengan Valdy sedikit pun. Rasanya akan ada bahaya yang datang kalau saja cowok itu berada di dekatnya. Sayangnya, Valdy justru melangkah mantap menghampirinya.
Nayya yang waspada seakan ada bahaya menerjangnya hanya bisa menundukkan wajah berharap Valdy tidak melihat keberadaannya. Namun harapannya tak terkabul, Valdy justru berhenti di samping meja Nayya dan meletakkan sebotol susu UHT rasa stroberi di hadapannya. Otomatis Nayya mengangkat wajahnya. Kali ini keduanya saling pandang. Nayya bahkan menangkap senyum yang amat tipis di wajah kaku Valdy.
"Banyakin minum susu biar tulangmu kuat!" ucap Valdy sambil menepuk pelan puncak kepala Nayya. Untuk sesaat Nayya sempat terperangah. Namun baru saja Nayya hendak membalas, cowok itu sudah melangkah menjauh dan menempati meja di sudut ruangan.
Nayya melongo bingung, kedua sahabatnya pun sama. Mereka seakan kehilangan suara mereka. Tak ada satu pun yang berkomentar. Hanya menyaksikan kejadian tersebut dengan mulut nyaris terbuka.
Suasana kantin yang awalnya hening, tetapi begitu Valdy berlalu, gemuruh bisikan terasa jelas terdengar. Kini setiap mahasiswi yang ada di kantin menatap Nayya terang-terangan. Beberapa menyiratkan ketidaksukaan, beberapa lagi saling berbisik dengan temannya dan ada beberapa juga yang sibuk menarik perhatian Valdy dengan saling berebut duduk pada salah satu bangku kosong di meja pria itu. Sayangnya Valdy terkenal sebagai pematah hati wanita, siapapun yang mendekatinya hanya akan mendapat tatapan dingin yang tajam seperti pedang yang menghunjam tepat ke jantung. Mematikan.
Ranita menyikut Lalita yang duduk tepat di sebelahnya. "Lihat kan, La?"
"Iya, Ta. Benar kata kamu." Keduanya pun manggut-manggut setuju sampai pelototan Nayya membuat mereka sadar.
"Tuh kan, Nay. Kayaknya sikap Kak Valdy cuma spesial sama kamu aja, deh. Sampe tepuk-tepuk kepala gitu." Ranita bersedekap sambil manggut-manggut.
"Iya, benar. Dia bahkan nggak ngelirik yang lain, cuma kamu doang yang dilihat," tambah Lalita.
Nayya berdehem pelan, berusaha merilekskan tubuhnya sebelum berkata, "Nggak usah mikir macem-macem. Bisa jadi dia baik karena lagi ada maunya."
"Iya, mau deketin kamu maksudnya," tandas Lalita. "Kemarin aja sampe bela-belain bawa makanan buat kamu ke kosan, kan?"
Nayya terlambat membekap mulut Lalita yang terbiasa ceplas ceplos. Dengan takut-takut Nayya melirik keadaan sekitarnya. Jelas saja suara cempreng Lalita berhasil menarik perhatian mahasiswi kelaparan yang ada di sekeliling mereka.
Nayya berdecak resah lalu meminta Lalita mendekat. "Jangan bahas itu di sini, La. Kamu nggak lihat mereka kayak mau makan aku?" bisik Nayya kesal.
"Ups, sori Nay." Lalita ikut melirik keadaan di sekitar mereka dan benar saja kalau mata ganas mahasiswi yang haus akan informasi tentang Valdy itu kini menatap mereka tajam seolah hendak mencabik-cabik.
"Ke kelas aja yuk!" Nayya mengambil tasnya dan menarik kedua temannya pergi.
Menjauh dari kantin membuat Nayya bisa sedikit bernapas lega. Masih tak menyangka pengaruh tindakan kecil Valdy barusan sungguh mempengaruhi harinya seekstrem ini. Nayya bergidik, sungguh mengerikan.
"Akhirnya aku tahu kenapa sejak masuk kampus perasaanku seperti ada yang memperhatikan kita. Ternyata yang mereka perhatikan itu kamu, Nay. Pasti ada hubungannya sama gosip di Gu-date itu."
"Ngomong-ngomong Gu-date, barusan ada yang mengunggah foto Nayya dibonceng Kak Valdy kemarin. " Ranita mengacungkan ponselnya dan menatap Nayya ngeri.
"Foto kejadian barusan di kantin juga ada, Nay." Kali ini Lalita yang menatap Nayya prihatin.
"Jangan-jangan mereka yang di kantin itu penggemarnya Kak Valdy semua lagi?" Ranita dan Lalita saling pandang.
"Kayaknya kamu harus siap-siap jaga diri deh, Nay," ucap Lalita penuh kekhawatiran.
"Saran apaan itu?" sergah Nayya cepat.
"Bukannya apa-apa. Aku hanya takut kalo sesuatu yang nggak terduga bakal terjadi sama kamu."
"Ih, jangan nakutin gitu deh, La. Kamu udah kayak Shita aja!"
"Nay, awan gelap, petir dan angin badai ada di sekeliling kamu. Sebaiknya kamu bawa payungku aja." Tiba-tiba Shita datang memberikan payung berwarna ungu ke tangan Nayya kemudian melewati mereka begitu saja untuk duduk di barisan paling belakang kelas. Sontak, ketiganya menatap Shita dengan tatapan horor. Aura gadis itu saja sudah cukup menyeramkan ditambah lagi setiap perkataannya yang membuat bulu roma semakin bergidik.
"Apa kalian ngerti apa maksudnya?" tanya Lalita yang masih melongo seperti orang linglung.
"Sudah jelas, kan? Sore nanti kayaknya bakal hujan," sahut Ranita asal.
"Kayaknya bukan itu deh. Seperti sesuatu yang nggak enak bakal muncul."
"Hush, jangan ngomong gitu dong, La! Aku jadi beneran takut nih. Masalahnya yang dikasih payung kan aku. Dia nggak lagi ngeramal nasibku sore ini, kan?" cicit Nayya yang nyalinya tiba-tiba saja menciut.
"Aku cuma bisa doain yang terbaik buat kamu, Nay." Lalita mengucapkan kalimatnya dengan tatapan sendu seakan mengasihani nasib Nayya ke depannya.
"Kampret!"
****
Selamat malam mingguan.
Semoga hari kalian menyenangkan.
Jangan lupa klik bintang 🌟🌟🌟dan komennya ya.
Salam sayang dari aku 💕💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top