Part 3
Hello readers, udah pada follow blm? Jangan cuma baca yes, kl difollow kita bisa lebih saling tahu, eaaa. Oh iyaa, mana bintang cantiknya untuk kisah ini? Jangan lupa yaaa😘💜
"Bisakah Romo dan dia pergi dari rumah ini sekarang?"
Broto menatap anak lelakinya dengan tatapan menusuk. Lelaki yang sebagian rambutnya nampak memutih itu hampir saja mengayunkan tangan ke wajah Panji, tapi cepat ditahan Widuri.
"Kita pulang, Romo." Widuri menggandeng tangan ayahnya melangkah keluar kamar Mika.
"Aunty! Mika ikuuuuutttt ...," teriak Mika turun dari ranjang berlari mengejar Widuri.
"Mika," panggil Panji, gadis kecil itu menoleh sebentar kemudian kembali melangkah meninggalkan papanya.
"Aunty! Mika ikut boleh yaa," ucapnya memohon dengan pipi yang basah oleh airmata.
"Widuri, coba kamu kasi pengertian pada Mika, Romo tunggu di mobil," ujar Broto meneruskan langkahnya.
Widuri menggendong Mika, membawanya duduk di sofa.
"Sayang, hari ini Mika harus nurut apa kata papa ya," ujarnya mengusap pipi gadis berambut ikal itu.
"Aunty, tapi ...."
"Sstt, kalau nanti Mika nurut, aunty yakin papa bakal kasi izin," ucap Widuri menatap sekilas lelaki yang tengah berdiri dengan kruknya.
"Baik, Aunty, Mika nurut papa."
Gadis bermata indah itu tersenyum lega setelah Mika mau menuruti ucapannya.
"Sekarang, aunty pergi dulu ya, jangan lupa belajar, Mika."
"Ya, Aunty."
Widuri tersenyum menatap gadis kecil yang kini wajahnya kembali cerah. Sementara Panji memilih masuk ke kamarnya.
***
Tiga hari sudah Mbok Ratri tidak datang, itu artinya masih ada beberapa hari lagi Panji disibukkan oleh kemanjaan Mika. Namun, Panji type penyabar jika berhubungan dengan kemauan Mika, kecuali jika gadis kecilnya itu merengek ingin bertemu Widuri.
Siang itu mereka berdua sedang makan siang di sebuah rumah makan cepat saji, sepulang dari terapi. Wajah Mika nampak murung meski semua keinginannya telah dipenuhi oleh Panji.
"Sayang, kenapa mulutnya manyun gitu?" tanya Panji.
"Pa, pulang dari sini, boleh ya mampir ke rumah eyang bentar?" rajuknya menatap penuh harap.
Lelaki berhidung mancung itu menghela nafas, mengangguk pelan. Melihat anggukan dari papanya, wajah Mika berseri dan tersenyum.
"Yeayy, makasih, Pa! Papa baik banget, benar kata aunty, kalau Mika nurut sama papa, nanti pasti papa izinkan permintaan Mika," ujarnya gembira. Panji tersenyum singkat, setelah sebelumnya mengecup kening putrinya.
"Pa, aunty paling suka makan itu, kita belikan, Pa!" Mika menunjuk pie buah yang berjajar di etalase toko roti yang mereka lewati. Sejenak Panji terdiam, kemudian dia mengangguk menuruti kemauan Mika.
Setelah membeli buah tangan untuk Widuri, mereka berdua pergi meninggalkan mall menuju kediaman keluarga Broto.
Seperti biasa, suasana rumah besar itu selalu sejuk dan asri. Tanaman bunga mawar berjajar berwarna warni, demikian juga dengan bunga anggrek yang bergantung rapi. Pohon mangga besar di depan rumah menjadikan rumah itu semakin nyaman.
"Yeay, sudah sampai! Ayo kita turun, Pa!" ajak Mika antusias. Melihat kebahagiaan di mata Mika, Panji ikut tersenyum.
"Mika, Mika aja yang turun ya, Papa mau ke kantor, ada urusan sebentar. Nanti sore papa jemput."
Sejenak gadis kecil itu menatap penuh tanya, tapi kemudian dia mengangguk mengerti.
"Mika turun dulu ya, Pa." Segera gadis kecil itu membuka pintu mobil dan turun.
"Bye, Papa, Mika tunggu sore nanti ya, hati-hati, Pa!" ucapnya melambaikan tangan, disambut Panji dengan senyuman.
Setelah mobil Panji tak nampak lagi, Mika berlari ke dalam rumah.
"Eyaaang ...."
Broto dan istrinya terkejut melihat kehadiran cucu mereka.
"Eh, Mika! Papa mana?" tanya eyang putri menyambut dengan pelukan.
Gadis itu menggeleng.
"Papa bilang, mau ke kantor. Nanti sore Mika dijemput," jelas Mika.
Mata gadis itu nampak mencari seseorang. Broto paham siapa yang sedang dia cari.
"Aunty sedang tidak di rumah, dia masih kerja, nanti sore baru pulang," jelas Broto. Nampak wajah Mika kecewa mendengar penjelasan itu. Paper bag berisi pie buah dia letakkan begitu saja di meja makan.
"Buat siapa ini, Mika?" tanya eyang putri ramah.
"Buat Aunty Widuri, Eyang."
"Dari Mika?"
Gadis itu mengangguk pelan.
"Makasih, Sayang, aunty pasti senang," ucap Broto disambut senyum oleh eyang putri.
"Sambil menunggu Aunty datang, ayo ikut eyang ke kolam ikan di belakang," ajak Broto menggandeng Mika. Antusias gadis itu mengangguk gembira.
***
Langit mulai memerah, tanda senja tiba. Gadis semampai dengan tas di tangan tengah resah menanti bis yang biasa membawanya. Sesekali dia memeriksa ponsel. Wajahnya semringah ketika nampak seseorang merapat ke halte menawarkan tumpangan.
"Ibu Widuri? Mari saya antar pulang," ajak pria dari belakang kemudi.
"Ibu Widuri, ayo naik, Marsya antar sama Oom" seru anak perempuan kecil melongokkan kepalanya.
"Tidak, terima kasih, lain kali saja, Marsya ...," tolaknya halus.
Widuri adalah pengajar di sebuah sekolah full day. Pembawaannya yang ramah membuat banyak murid jatuh cinta.
"Beneran nggak mau, Bu?" tanya pria berkacamata itu. Widuri tersenyum menggeleng sambil merapatkan telapak tangan di dadanya tanda terima kasih.
"Baik, sampai ketemu lagi, Bu Guru," ucap Marsya dan Oomnya berlalu.
Tak lama sepeninggal mobil Marsya, nampak sebuah Fortuner putih mendekat. Widuri terkesiap melihat pria di dalamnya. Mata abu-abu milik lelaki itu menatapnya tajam.
"Masuk! Kebetulan aku mau jemput putriku di rumahmu!" perintah seseorang dari balik kemudi.
"Eum, maaf! Saya terbiasa naik kendaraan umum," tolak Widuri pelan.
"Kamu tahu, anakku dari siang tadi merengek minta ke rumahmu, dia ingin bertemu denganmu. Dia pasti sekarang sedang menunggu, supaya cepat, aku sarankan kamu masuk, aku tidak ingin dia menangis lagi dengan alasan belum bertemu denganmu!" perintah Panji dingin.
"Baik, saya ikuti perintah, Mas, tapi ini demi Mika!"
"Terserah kamu saja, toh aku tidak sengaja melihatmu di sini, kalau bukan karena Mika, buat apa aku memaksamu," ujar Panji sinis. Setelah Widuri masuk, mobil pun meluncur.
Sepanjang perjalanan mereka berdua membisu, hanya denting piano Yiruma yang terdengar dari tape mobil Panji.
Widuri hanya menatap ke samping jendela menikmati pemandangan yang di lewati. Meski sudah seringkali di laluinya, tetapi gadis itu merasa enggan menatap atau sekedar mengajak bicara lelaki keras kepala di sampingnya.
Saat mereka melewati minimarket, Widuri meminta pada Panji berhenti. Gadis yang memiliki bibir merah muda itu ingin membeli sesuatu untuk Mikayla.
"Tidak perlu, kita harus segera pulang! Lagipula aku tidak ingin dia terlalu tergantung padamu." Panji bicara tanpa menatap Widuri.
"Cukup! Aku harap Mas jangan terus mencurigaiku seolah mencoba merebut perhatian Mika, aku hanya ingin putrimu bahagia!"
"Aku bisa memberi kebahagiaan buatnya, dia tidak butuh dibahagiakan orang lain!"
"Oh ya? Mas yakin Mika bahagia? Mas yakin putri Mas bahagia setelah beberapa waktu yang lalu dia menangis karena keegoisan Mas?"
"Kamu sedang menghakimi aku? Memang kamu siapa?" ucap Panji datar bahkan terdengar meremehkan.
Widuri terdiam, paras ayunya memerah dengan bibir terkatup rapat. Terdengar helaan napas darinya.
"Aku paham aku bukan siapa-siapa! Tapi aku tahu rasanya dikekang! Aku tahu rasanya perasaan tertekan dan harus menerima keegoisan!" sergah gadis itu.
Sudut bibir Panji sedikit terangkat.
"Itu urusanmu, bukan urusanku! Jadi berhenti menyamakan perasaan Mika dengan perasaanmu! Karena kalian jelas beda."
Panji sedikit melajukan mobilnya. Mata abu-abunya lurus memperhatikan jalanan. Sementara senja semakin merangkak.
***
Papa ..., Aunty Widuri ...." sambut Mika berlari kearah keduanya. Sementara masih menutup pintu mobil, Mika sudah bercanda melepas rindu dengan Widuri.
Hal itu tak luput dari perhatiannya. Pria itu memandang tak suka dengan apa yang dia lihat. Nampak sudut mata Widuri menangkap hal itu.
"Mika, jangan lupa, sambut papa Mika juga, tadi belum salim kan?" tanya Widuri pada Mika yang menggelandot manja.
"Eh iya, sebentar ya Aunty." Gadis itu berlari ke arah Panji. Bergegas Widuri melangkah ke kamarnya.
"Papa, kenapa papa bisa pulang bareng aunty?" tanya Mika setelah mengurai pelukannya.
"Papa kebetulan ketemu tadi," jawab Panji mengusap kepala putrinya.
"Pa, kita pulang nanti aja ya," Mika merajuk.
"Tapi ini sudah hampir malam, Mika."
"Besok kan hari minggu, Pa. Les sama Bu Lastri libur, Papa juga libur, Aunty Widuri juga libur, boleh ya, Pa." Mika kembali memohon.
Panji tidak pernah membolehkan Mika menginap di rumah orangtuanya. Menurut dia, rumah ini penuh dengan orang-orang licik yang ingin menghasut sang ayah, dan dia tidak ingin Mika ada di dalamnya pada waktu yang lama.
"Besok aja, kita ke sini lagi, gimana?" Panji mencoba bernegoisasi dengan putrinya itu. Namun, gadis kecil itu menggeleng kesal menatapnya.
"Kalau begitu, biar Aunty Widuri aja yang ikut kita pulang, boleh kan, Pa?"
Permintaan Mika di dengar langsung oleh Widuri yang baru saja keluar dari kamar. Gadis itu nampak segar setelah mandi. Mata Elang milik Panji sekilas menatapnya, tapi kemudian beralih pada Mika.
"Boleh ya, Pa?"
"Terserah! Mika tanya aja, Aunty Widuri mau atau nggak. Kalau nggak mau, cepat ke mobil, papa tunggu di sana," ucap Panji melangkah keluar rumah.
Sementara Widuri masih berdiri mematung menatap punggung pria yang masih menggunakan kruknya itu.
"Aunty! Mau ya, malam ini temenin tidur di rumah Mika? Besok kita ajak papa jalan-jalan ...."
Suara renyah Mikayla tak mengalihkan tatapan Widuri dari punggung Panji.
Bersambung
Yuhuuu, Widuri mau nggak yaaa, haha
Colek cantik jika typo💜😘
Btw suka nggak sama kisahnya? Aku tunggu komen tercetarnya😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top