Part 2
Hallo, selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan, semoga ramadhan kali ini berkah yaa
Happy reading guys
❤❤❤
Hari sudah beranjak siang, sementara Mika masih enggan sarapan, hal itu membuat Panji harus merayu dengan berbagai macam janji. Namun, gadis kecil itu bergeming.
Sejak sang papa melarang Widuri datang ke rumah, Mikayla tak ceria seperti sebelumnya. Dan hari ini seminggu sudah Widuri tak lagi mengajar Mika.
"Mika sayang, jangan gitu dong, kalau Mika nggak mau makan, nanti sakit." Panji lembut mengusap kepala putrinya. Mika menggeleng kesal.
"Oke, papa suapin ya."
"Nggak mau!"
Panji diam, dia sengaja membatasi Mika untuk dekat dengan Widuri. Baginya, Widuri dan ibunya adalah benalu yang memanfaatkan kekayaan sang ayah. Widuri dan ibunya memang bukan dari kalangan orang berada. Kebencian Panji semakin menjadi tatkala gadis itu pelan-pelan mulai mengalihkan perhatian Mikayla.
"Oke, Mika mau apa? Jalan-jalan? Atau mau beli mainan baru lagi?"
Mika kembali menggeleng, kali ini mata beningnya berkaca-kaca. Panji paling tidak kuat bila menyaksikan putrinya itu bersedih.
"Oke, Mika mau apa, Sayang?"
"Mika mau Aunty Widuri!" jawabnya dengan tangis, "Kenapa aunty nggak pernah ke sini lagi? Papa larang ya?" tanyanya masih menangis.
Panji terdiam mengusap wajahnya.
"Mika, Mika boleh minta apapun dari papa, tapi jangan meminta Aunty Widuri ke sini."
"Kenapa?"
"Aunty Widuri sibuk, sekarang kan. dia sudah bekerja, jadi Mika sudah nggak bisa lagi ketemu seperti dulu."
Mika tergugu, baginya Widuri adalah sosok perempuan yang bisa melindungi layaknya seorang ibu. Hal itu wajar, sebab gadis kecil bermata bening itu belum sempat merasakan belaian wanita yang telah melahirkannya. Saat dia masih bayi, Diandra telah pergi untuk selamanya.
Mendengar tangis Mika, Panji seolah bisa merasakan.
"Mika, besok ikut papa terapi yuk! Kalau ditemani Mika, papa yakin bisa langsung jalan," ujar Panji membelai pipi putrinya.
Wajah Mika berubah cerah, mata yang masih berkaca-kaca itu berubah binarnya.
"Beneran, Pa? Besok Mika boleh ikut terapi?"
Panji mengangguk tersenyum menatap putrinya yang melonjak kegirangan.
❤❤
Hari ke hari fungsi kaki Panji perlahan mulai kembali seperti semula. Meski belum sepenuhnya baik, tetapi dia tak lagi menggunakan kursi roda. Lelaki itu menggunakan kruk untuk membantunya. Hal ini sangat membahagiakan bagi Mika. Tak bosan-bosan gadis itu mengajak papanya ke taman untuk bermain bersama.
Siang itu Panji tengah serius mengontrol keuangan perusahaannya. Sejak kakinya bermasalah, lelaki itu tak pernah hanya sesekali saja datang ke kantornya. Dia hanya mengawasi dari rumah perkembangan bisnis jasanya.
"Papa!"
"Eh, cantiknya papa, sini! Ada apa Mika?"
Mika berlari mendekat, duduk di samping Panji.
"Mika lapar!"
Panji menghentikan aktivitasnya menatap Mika.
"Loh, Mbok Ratri kemana?"
Mika menggeleng sedih. Seakan mengingat sesuatu, Panji menepuk keningnya.
"God! Papa lupa, Mika. Maafin papa, seminggu ini Mbok pamit pulang kampung, ada hajatan keluarganya," ujar Panji mengacak rambutnya.
"Oke, ayo kita masak!" ajaknya.
"Papa bisa masak?" tanya Mika tak percaya.
"Bisa dong!"
"Yeay! Ayo Pa," ajak Mika bahagia.
Mereka berdua menuju dapur.
"Papa mau masak apa?"
"Eum ..., Mika mau makan apa?"
"Mika mau ayam goreng crispy, Pa!"
"Ah, itu sih keciil," sambut Panji menjentikkan jari, disambut tepukan putrinya.
Panji semangat menyiapkan makan siang untuk Mika. Meski dapur menjadi berantakan, tapi dia puas saat Mika memuji masa. kannya.
"Enak, Pa! Mika suka!" cetus Mika seraya terus memasukkan nasi dan ayam ke mulutnya.
"Besok kalau makan lagi, pakai sayur ya," ucap Panji.
"Sayur? Nggak mau, Mika nggak suka sayur, Pa."
"Mika, sayur itu sangat baik bagi kesehatan, apalagi sayuran hijau," jelas Panji pelan.
"Nggak mau! Papa sama kayak Aunty Widuri, suka nyuruh Mika makan sayur," ucap Mika masih sibuk makan.
Mendengar nama Widuri disebut, wajah Panji berubah.
"Mika, besok guru privat Mika yang baru akan datang, papa yakin Mika senang, dia lebih pintar dari aunty Widuri."
Sejak Widuri tak lagi datang, dia memang telah mencari guru privat yang pas bagi putrinya.
Mendengar kalimat papanya, Mika menatap sambil menggeleng.
"Mika nggak mau belajar kalau nggak sama Aunty Widuri, Pa!"
Panji menghela napas menyadari sikap putrinya yang keras kepala.
"Mika, percaya deh sama papa, guru yang baru ini pasti Mika senang," ujar Panji meyakinkan.
"Papa, hari ini bisa antar Mika ke rumah eyang? Mika kangen eyang sama aunty ..., bisa ya Pa?"
Belum sempat Panji menjawab pertanyaan Mika, terdengar deru mobil berhenti di halaman rumah mereka.
"Assalamualaikum." Suara terdengar dari luar. Mata Mika membulat segera berlari menghampiri arah suara seraya berteriak.
"Eyaaang ...."
Broto hangat merangkul cucu semata wayangnya itu.
"Coba tebak! Eyang ke sini sama siapa?"
"Sama ..., aunty? Mana aunty eyang?" tanya Mikayla antusias.
"Halo, Mika ...." Widuri muncul dari pintu menyapa Mika. Cepat gadis kecil itu menghampiri Widuri, dengan manja meminta digendong. Ada binar bahagia di mata keduanya saat kembali bertemu setelah lama dicegah Panji dengan alasan tidak jelas.
"Romo dengar Mbok Ratri ijin seminggu, apa itu benar, Panji?" tanya Romo menghampiri Panji di meja makan. Lelaki itu kembali memasang wajah dingin tak mempedulikan sang ayah.
"Panji, romo sedang bertanya padamu!"
"Iya, memang kenapa?" jawabnya acuh.
"Kalau begitu, biarkan Widuri di sini atau Mika yang tinggal di rumah Romo, supaya kamu tidak repot."
"Romo, Mika adalah anak Panji! Dia tidak boleh kemana-mana, ini rumahnya!" ketusnya.
Sejenak Broto diam, dia tahu Panji sebenarnya lelaki berhati lembut. Namun beberapa peristiwa membuatnya terluka. Terlebih sejak kematian Diandra dan kenyataan bahwa dirinya menikah lagi.
"Baik, dengarkan romo sebentar, Mika anakmu, romo tahu, tetapi seusia dia sedang lincah-lincahnya, romo hanya tidak ingin kamu terlalu repot menyiapkan segala kebutuhan putrimu dengan .... "
" Dengan keadaan kaki seperti ini? Begitu maksud Romo?" tanyanya nampak tersinggung.
"Bukan begitu."
"Sudahlah Romo! Tidak perlu mengasihaniku. Dan jangan pernah bawa perempuan itu lagi ke rumah!"
Beruntung pembicaraan mereka berdua tak di dengar Widuri, gadis itu tengah berada di kamar Mikayla. Terdengar tawa mereka melepas rindu.
"Panji! Jaga mulutmu! Widuri gadis baik, dia sangat menyayangi Mika, tidakkah kau tahu itu?"
Panji tersenyum miring.
"Tidakkah Romo tahu, dibalik kepolosan ibu dan anak perempuannya ada rencana licik yang mereka buat?"
Plakkk ...
Tamparan tangan romo mendarat di pipi Panji, membuat berdarah di ujung bibirnya.
"Romo selalu mengajarkan kebaikan selama ini padamu, tapi romo tak menyangka jika dirimu dipenuhi dendam yang tak beralasan!"
Panji meraih kruknya, masih dengan tatapan tajam.
"Aku mau istirahat," ujarnya melangkah pelan ke kamar.
❤❤
Panji mengurung diri di kamarnya, berkali-kali dia mengepalkan tangan dengan rahang yang mengeras. Hati lelaki itu diliputi kebencian.
Ketukan pintu dan suara Mika membuatnya menarik napas panjang.
"Masuk, Mika."
Pintu terbuka, wajah cantik putrinya nampak bahagia berdampingan dengan Widuri yang menunduk. Tangan Mika nampak memegang erat jemari gadis semampai itu.
"Ayo Aunty, masuk!" ajak Mika, dibalas gelengan dari Widuri.
"Ada apa, Mika?"
"Papa, boleh ya, selama seminggu ini Mika di rumah eyang? Mika mau belajar ...."
"No, Mika! Tidak boleh!" tegas Panji menatap tajam ke Widuri.
Mendengar jawaban Papanya, gadis kecil itu mencebik. Bibirnya nampak cemberut.
"Papa ...."
"Tidak, Mika, papa tidak izinkan! Jelas?"
"Papa jahat!" Mika berlari meninggalkan kamar Panji, saat Widuri hendak mengikuti Mika, suara Panji mencegahnya.
"Tunggu! Kamu sudah meracuni otak putriku sehingga ia tak ingin tinggal di rumahnya sendiri! Apa maumu hah!" hardik Panji masih duduk di petiduran, "Kamu mau harta? Bukankah sudah kamu dapat? Apa. Masih kurang? Jawab!"
Wajah Widuri memerah, mulutnya terkatup rapat dengan mata nanar menatap Panji. Perlahan dia mendekat.
"Mas Panji! Jaga ucapan Anda! Harta telah membutakan otak Anda, sehingga menganggap semua dengan landasan harta! Anda tahu, Anda orang bebal tak punya perasaan! Lanjutkan saja kebencian Anda! Jika Mas Panji berpikir saya kalah, jawabnya tidak! Saya tidak akan kalah! Saya jamin itu! Oh iya, satu lagi, Mika memang anak Mas Panji, tapi dia akan merasa malu jika tahu papanya berpikiran sempit seperti Anda! Permisi!"
Widuri cepat melangkah meninggalkan kamar Panji dengan wajah masih merah.
Sementara Panji terdiam mencoba mencerna ucapan Widuri, untuk kemudian tangan itu kembali mengepal.
❤❤
Mika masih menangis di kamar, saat eyangnya dan Widuri pamit.
"Eyang, biarkan aunty tinggal di sini kalau papa nggak bolehin Mika ke rumah Eyang," pintanya di sela isakan.
Broto menatap sekilas pada Widuri, gadis itu diam tak bereaksi.
"Aunty ..., tinggal di sini ya,"mohon Mikayla seraya meraih tangan gadis itu.
"Romo, saya kan harus kerja, bagaimana?" tanyanya berharap bisa menghindari permintaan Mika.
"Terserah kamu, jika kamu mau, kamu bisa berangkat kerja dari sini, toh lokasi tempat mengajar kamu tidak jauh dari sini," jawab Romo.
"Tapi, Romo, Mas Panji ...."
"Romo mengerti, dia memang keras kepala. Tapi sebenarnya dia berhati lembut. Percayalah," jelas Romo lagi.
"Aunty, temani Mika ...." Kali ini Mika kembali menangis bahkan lebih kencang.
"Mikayla," panggil Panji yang sudah ada di tengah-tengah mereka.
Mendengar suara Papanya, tangis gadis kecil itu semakin nyaring.
"Mas Panji, tidakkah Mas merasa kasihan dengan Mika?" tanya Widuri kesal.
"Jangan ajari aku tentang belas kasih!" ketusnya.
"Panji! Jaga ucapanmu pada Widuri!"
Panji tersenyum sinis.
"Romo, maaf apa aku bisa meminta sesuatu?" tanya Panji.
"Katakan! apa yang kamu minta?"
Panji menatap romo dan Widuri bergantian, menghela napas dan membuangnya kasar.
"Bisakah Romo dan dia pergi dari rumah ini sekarang?"
To be continued, Mbeib💚💛💜
Uugh, si Panji ngeselin yes... Colek aja deh kalau ada typo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top