Part 17

Hayoo siapa yng nggak sabar? Sok baca, eitss vote nya yes, 😁😘😘

"Terima kasih, Bu. Saya merasa menemukan kembali ibu saya," ucapnya lirih.

Damar ikut bahagia, dia merasa senang bisa membuat gadis itu tersenyum.

***

Minggu pagi saat Widuri sedang membersihkan kamar, ponselnya bergetar. Pengingat di ponselnya mengatakan bahwa hari ini adalah ulang tahun Mikayla. Baru saja ia hendak meletakkan benda pipih itu ke nakas, nada panggil terdengar. Tertulis Mikayla memanggil.

"Hai, Sayang ...."

" .... "

"Oh, maaf."

" .... "

"Baik, saya siap-siap."

" ...."

"Oke."

Cepat ia mengirim lokasi tempat ia tinggal. Panji satu jam lagi akan menjemput untuk memberikan kejutan ulang tahun pada putrinya. Baru saja terkirim lokasi tempat tinggalnya, gadis itu tersadar.

"Seharusnya aku tidak berikan lokasi ini!" gumamnya menepuk kening. Cepat ia membersihkan diri mengingat sebentar lagi Panji datang.

Waktu berjalan cepat, tak banyak berpikir ia mengenakan gaun yang dibelikan Panji beberapa waktu lalu. Dengan pulasan make up flawless dan membiarkan rambut tergerai, ia terlihat segar memesona. Tas tangan berwarna putih menjadi pelengkap penampilan.

Tak lama sebuah mobil putih berhenti di depan pagar kostnya. Turun seorang lelaki memakai kemeja putih dengan celana panjang coklat tanah dengan sepatu yang senada. Ia melepas kaca mata hitamnya, kemudian melangkah menuju pagar.

Sejenak Widuri mematung, tapi tak lama kemudian tersadar segera keluar dari rumah.

"Sudah siap?" tanya Panji setelah gadis itu di depannya.

Tersenyum gugup ia mengangguk.

"Ayo."

Mereka berdua memasuki mobil.

"Kita kemana?" tanya Widuri berusaha menghilangkan rasa gugup.

"Kamu akan tahu nanti."

Mendengar ucapan Panji ia tak lagi bertanya. Sepanjang perjalanan mereka saling diam. Sayup-sayup terdengar suara lagu dari tape mobil.

"Apa kabar?" sapa Panji memecah sunyi.

"Baik, Mika gimana? Sudah lama sekali rasanya saya nggak ketemu," sahutnya menoleh sekilas. Mendadak ia merasa rindu pada keangkuhan lelaki di sebelahnya.

"Baik! Mika baik. Nanti kita kasi kejutan dia."

"Sekarang dia ada di mana?"

"Di rumah romo. Aku tiga hari ini di luar kota, ada pekerjaan yang mengharuskan aku turun tangan." Baru kali ini lelaki itu bicara panjang lebar dengannya. Meski ia masih seperti biasa, bicara tanpa pernah lama menatap.

"Jadi Mika?"

"Iya, dia bersama Mbok Ratri dan Mbok Asih di rumah romo," pungkasnya. Widuri merasa bersalah selama ini tak pernah lagi menemui gadis kecil itu.

"Kenapa tidak menghubungi saya, supaya Mika bisa bersama ...."

"Aku nggak mau Mika mengganggu kesibukanmu."

Widuri cepat menggeleng.

"Tentu saja tidak, Mika tidak pernah mengganggu saya."

"Kamu yakin?"

"Tentu saja, ada apa memangnya, Mas?" Widuri curiga.

Panji tersenyum miring, ia menggeleng.

Mobil terus meluncur.

"Kita beli kado buat Mika dulu." Panji mengarahkan mobilnya ke sebuah mall. Widuri mengikuti saja apa yang dikatakan lelaki itu. Mereka berdua berjalan beriringan, tanpa suara.

"Mas mau belikan apa untuk Mika?" tanyanya pelan.

"Menurut kamu?"

Senyum mengembang di bibir gadis itu.

"Gimana kalau baju lengkap dengan sepatunya?" usulnya menatap Panji.

"Boleh juga," sahut lelaki menangguk.

"Biar nanti, saya yang belikan dia mainan."

Panji kembali mengangguk. Kemudian mereka berdua memasuki gerak baju dan sepatu.

Seolah sepasang orang tua, mereka berdebat tentang warna kesukaan Mika. Demikian juga dengan model baju yang akan dipilih.

Tak jarang mereka saling bertukar senyum, kemudian saling mencuri pandang. Hingga tanpa disadari hari merangkak siang.

Baju, sepatu sudah siap di bungkus dalam satu kado cantik berpita warna pink.

"Kamu dari mana?" tanya Panji saat Widuri tiba di sampingnya.

"Beli mainan untuk Mika."

"Kenapa nggak nunggu aku?"

Widuri menahan tawa mendengar ucapan Panji.

"Kamu ngetawain aku?" tanyanya tersenyum.

Widuri menggeleng.

"Kalau kita beli mainan bareng nanti nggak akan ketemu mainan yang cocok," jelas Widuri tertawa kecil.

Panji tampak menikmati wajah wanita di depannya. Merasa manik abu-abu itu menatap intens, segera ia menghentikan tawa dan menyembunyikan wajahnya.

Lelaki itu kembali tersenyum setelah berhasil membuat Widuri tersipu.

Kembali mereka berdua melanjutkan perjalanan menuju tempat Mika.

***

"Papaaa ...," sambut Mikayla saat ia melihat Panji baru saja turun dari mobil. Gadis kecil itu berlari menghampiri.

"Hai, anak papa! Pinter kan selama ditinggal papa?" tanyanya seraya mencium puncak kepala Mika. Gadis kecil itu mengangguk tersenyum.

"Papa punya kejutan untuk Mika."

"Apa, Pa?"

"Mika pejamkan mata dulu," perintahnya. Mika mengikuti apa yang diucapkan Panji.

Perlahan Widuri turun dari mobil dengan membawa kado yang mereka beli tadi.

"Sekarang Mika bisa buka mata."

Gadis kecil itu pelan membuka matanya.

"Happy brithday, Mika ...." ujar Widuri menunduk hingga tubuhnya sejajar dengan Mikayla.

Melihat itu, Mika memekik bahagia, ia melompat kedalam pelukan Widuri.

"Aunty, Mika kangen ..., kenapa aunty nggak pernah ke sekolah Mika lagi?" rengeknya tak melepas pelukan.

Panji yang mendengar ucapan Mika sekilas menatap Widuri. Kembali mata mereka saling tatap. Ada senyum kembali terbit di bibir lelaki itu.

"Mika, ayo masuk," ajak Panji melangkah mendahului.

Di dalam Mbok Asih dan Mbok Ratri yang sedari tadi melihat pemandangan itu saling bertukar senyum saat melihat Panji masuk.

"Mas Panji, lah mbok ya udah," goda Mbok Asih tersenyum.

"Udah apa, Mbok?" tanyanya heran.

"Mbok ya udah, Mbak Widuri itu dijadikan mama untuk Mika," jelas Mbok Ratri ikut nimbrung.

Saat itu tampak Widuri telah berada di tengah-tengah mereka. Terlihat pipinya memerah.

"Aunty," panggil Mika pelan, gadis itu masih menempel di lengan Widuri.

"Iya, Mika?"

"Aunty mau kan?"

"Mau apa?"

"Jadi mama untuk Mika?"

Mendadak Widuri merasa tenggorokannya kering. Wajahnya kembali merona.

Panji tak terlihat lagi di ruangan, hal itu membuat Widuri lega. Namun, ia tidak tahu ada bibir tersenyum melihat bias malu yang tampak di wajah gadis itu.

"Aunty! Mau ya, nanti Mika bilang ke papa," ucapnya polos seraya mengguncang lembut tubuh Widuri.

"Kita buka kado yuk, kita lihat papa kasi kado apa untuk Mika." Gadis itu mengalihkan pembicaraan. Mikayla tersenyum senang, ia mengangguk seraya membuka kotak kado antusias.

Sore hari langit mendung, hujan mulai turun, rencana hendak pergi keluar merayakan ulang tahun gagal, karena hujan semakin deras dan petir saling menyambar.

"Aunty jangan pulang ya, tidur sini aja temani Mika," ujarnya memohon.

Widuri kali ini mengangguk.

"Yeayy, terima kasih, Aunty."

***

"Papa, ayo makan malam, Pa!" seru Mika mengetuk pintu kamar Panji. Lelaki itu membuka pintu, ia menunduk mengecup pipi putrinya.

"Siapa yang masak?"

"Aunty sama Mika, Pa! Ayo, Pa, masakan Aunty enak deh!" Tangan gadis kecil itu menarik lengan Panji.

"Oke."

Di meja sudah tersedia beberapa macam masakan. Sengaja Widuri memasak spesial untuk merayakan ulang tahun gadis kecil itu. Karena biasanya kulkas memang selalu siap dengan sayuran lengkap dan lauknya.

Mbok Ratri juga Mbok Asih ikut bahagia, mereka berkali-kali menggoda Widuri saat di dapur agar mau jadi pengganti Diandra.

Menanggapi itu, ia hanya tersenyum.

"Silakan, di nikmati, semoga suka," ucap Widuri saat Panji sampai di ruang makan.

"Kamu semua yang masak?"

Widuri mengangguk.

Panji tersenyum ia duduk di sebelah Mika yang tidak sabar untuk menikmati.

"Kita berdoa dulu ya, Mika." Widuri mengingatkan.

Acara makan malam berlangsung penuh kehangatan. Celoteh Mika menghidupkan suasana kaku antara ia dan Panji.

"Enak kan masakan Aunty, Pa?" tanya Mika setelah mereka selesai makan.

Panji mengangguk seraya meneguk air mineral. Melihat itu Widuri tersenyum senang.

Hujan di luar semakin deras. Mika, Widuri dan Panji saling bertukar tawa di ruang tengah. Tak ketinggalan juga kedua asisten rumah tangga dan Pak Mul. Semua malam itu ikut larut dalam bahagia.

Hingga malam semakin merangkak. Semua sudah meninggalkan tempat, tinggal Panji, Widuri dan Mika yang mulai mengantuk.

"Papa."

"Hmm?" Panji menyahut dengan mata menatap gadget.

"Kenapa papa nggak bilang sekarang?" suara Mika terdengar serak.

"Bilang apa, Sayang?"

"Bilang ke Aunty kalau papa juga mau Aunty jadi mama Mika ...."

Mendengar kalimat yang meluncur dari bibir gadis kecil itu, sontak mata kedua orang dewasa itu saling menatap. Ada bias yang tak bisa diartikan dari mata keduanya.

"Eum, Mika tidur dulu ya, besok kita jalan-jalan." Panji menyudahi kontak mata itu.

"Ayo, Aunty, kita tidur," ajak Mika manja. Widuri mengangguk, ia melangkah bersama Mika menuju kamar.

"Eum, Widuri," panggil Panji menghentikan langkahnya.

"Iya?"

"Ada yang ingin aku bicarakan nanti setelah Mika tidur. Kamu nggak keberatan kan?" tanyanya ragu.

Widuri menggeleng tersenyum.

"Nggak, Mas," jawabnya.

"Oke, aku tunggu."

***

Euleuh Euleuh yang wafer 😂😂😂
Kira kira Panji mau bicarakan apose yes, wkwwkk
Kuy lah komen sama vote jgn lupa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top