Part 10

Holaaa readers, dengan rasa haru aku mau ucapin terima kasih tetap setia bersamaku, eaaaa😁, Happy reading aja deh yaah
Oh iya, yg belum follow, kuy lah follow yes. VoMen jan lupa 😘

Mika menekuk wajahnya. Ada nampak genangan di mata gadis kecil itu. Melihat kesedihan di wajahnya, segera Panji membawa Mika ke dalam pelukannya.

"Mika, papa tidak akan pernah mengganti mamamu dengan siapapun. Percayalah, sayang."

***

Malam menjelang, sebagai pengantin baru ada hal sakral yang di tunggu saat malam pertama. Widuri masih melayani Sena membuatkan wedang jahe di dapur.

"Eh, Cah Ayu, wes ke kamar sana!" Suara ibunya mengejutkan Widuri.

"Nggih, Bu. Ini juga mau ke kamar." Widuri melangkah meninggalkan dapur membawa nampan berisi wedang jahe untuk suaminya.

Sampai di kamar ia tak melihat Sena, pelan Widuri meletakkan cangkir di nakas, kemudian mencari suaminya. Terdengar suara seseorang tengah bicara, ia mengikuti arah suara tersebut. Mata indahnya menangkap Sena tengah berbicara melalui telepon dengan mimik muka serius.

Meski ragu, ia melangkah mendekat.

"Mengertilah, aku hanya butuh waktu dua minggu untuk kemudian kembali ke sana." Sena berkata dengan seseorang di seberang yang Widuri tidak tahu siapa itu.

"Ya sudah, besok aku telepon lagi, kamu baik-baik di sana." Pria itu menutup telepon, saat berbalik wajah itu tampak terkejut menyadari Widuri ada di belakangnya.

"Diajeng? Sudah dari tadi di sini?"

Widuri tersenyum menggeleng.

"Ya sudah, ayo kita masuk." Sena merengkuh lembut bahu Widuri, mereka berdua masuk rumah.

"Mas Sena barusan telepon siapa?" tanya Widuri setelah mereka berdua di kamar.

Sena tersenyum, ia meneguk pelan wedang jahe buatan Widuri.

"Bukan siapa-siapa, hanya rekan kerja."

"Dua minggu lagi, Mas kembali ke Kalimantan?" Widuri berkata dengan wajah redup.

Sena tak menjawab, dengan isyarat ia mengajak Widuri mendekat.

"Diajeng, itu yang harus aku lakukan untuk pekerjaanku. Meski diri dan hati tak menginginkannya. Kumohon, Diajeng bisa mengerti." Lelaki itu mengusap lembut pipi mulus istrinya. Widuri mengangguk mencoba memahami.

"Jadi, apa bisa kita mulai upacaranya, Diajeng?" Kerling nakal terbit di mata Sena. Gadis itu menunduk malu seraya menggeleng. Kernyit tampak di kening Sena.

"Maaf, Mas. Saya sedang datang bulan, baru saja."

Sena menarik napas panjang, kemudian tersenyum maklum.

"Nggak apa-apa, kita bisa lakukan itu nanti. Sekarang ayo tidur, sudah larut," ajaknya.

Widuri membaringkan tubuh di samping Sena. Lelaki itu lembut memeluk istrinya, dan menyematkan kecupan hangat di bibir Widuri.

***

Panji tengah duduk di teras depan sambil sesekali memainkan ponselnya. Sore itu ia sedang santai menemani putrinya Mika bermain di halaman.

"Papaaa!" Panggilan dari Mika mengejutkannya. Gadis kecil itu tampak menyambut kedatangan wanita tak asing. Wajah Mikayla berseri menggandeng tamu itu. Sementara Panji hanya menatap sekilas.

"Ayo masuk, Aunty."

Widuri mengekor langkah Mika.

"Papa, Aunty datang, boleh Mika ajak ke kamar?"

Panji hanya mengangguk, kemudian kembali ke ponselnya. Mika bersorak, kemudian ia mengajak Widuri masuk.

"Aunty, lama banget sih nggak ke rumah Mika? Aunty lupain Mika ya?" tanyanya manja saat mereka tiba di kamar.

Widuri menggeleng seraya mencubit pipi gadis itu.

"Aunty nggak lupain Mika kok! Justru Aunty ke sini karena ingat Mika," ujarnya tersenyum.

Mika tampak puas dengan jawaban Widuri.

"Aunty, mana Oom Sena?"

"Oom Sena sedang bertemu kawan bisnisnya, nanti juga Oom jemput ke sini."

Bibir Mika membulat tanda mengerti.

"Ayo Aunty, dengar ya, Mika sekarang udah bisa baca!"

"Oh ya? Coba bacakan buku ini, Aunty mau dengar."

Mikayla dengan percaya diri membaca kisah putri salju dengan lancar. Mata Widuri berbinar bahagia. Setelah Mika selesai membaca, ia bertepuk tangan memberi selamat untuk gadis kecil itu.

"Mika hebat! Siapa yang ajari?"

"Papa!"

Widuri tersenyum tipis. Dengan lembut ia mengusap kepala Mika.

"Mika, sepertinya kita akan lama tidak berjumpa ...." Suara Widuri terdengar lirih.

Mika menatap penuh tanya dengan mata beningnya.

"Aunty mau kemana?"

"Aunty mau ikut ke Kalimantan bersama Oom Sena."

Mendengar ucapan Widuri, mata Mika mengembun. Nafasnya naik turun menahan tangis. Segera ia membenamkan wajah ke bantal menumpahkan air mata di sana.

"Aunty jahat!" teriaknya di sela tangis.

"Mika, Aunty nggak seperti itu, Aunty sayang sama Mika ...."

Gadis kecil itu masih terisak. Sedang Widuri mencoba membujuknya agar tenang.

"Kamu apakan Mika?" Suara dingin Panji tiba-tiba muncul.

"Nggak, saya hanya bilang ...."

"Bilang kalau mau pergi kan? Seharusnya tidak perlu! Lagipula nanti dia akan terbiasa tanpa kamu!" ucap Panji ketus seraya menghampiri putrinya.

Widuri sedikit menjauhkan posisi saat Panji mendekat ke petiduran Mika.

"Papa ...."

"Sudah, jangan menangis lagi."

"Sebaiknya kamu pulang!" Panji menatap tajam pada Widuri.

"Iya, saya menunggu Mas Sena menjemput."

"Bagus."

Panji beranjak seraya menggendong Mikayla.

"Aunty ..., kapan berangkat?" tanyanya dengan wajah sendu.

"Empat hari lagi."

***

Plakkk

"Berhenti bertanya soal itu, aku kan sudah bilang dia bukan siapa-siapa!" hardik Sena. Widuri memegang pipinya yang memerah dengan mata berkaca-kaca.

"Mas, tidak bolehkah saya tahu? Bukankah saya istri Mas?" Suaranya lirih terdengar.

"Bukankah sudah kujelaskan, hah! Dia bukan siapa-siapa! Paham!" Kemarahan Sena memuncak, kuat ia pukul kemudi di depannya. Sementara hujan di luar semakin deras.

Malam itu sedianya mereka berdua belanja beberapa kebutuhan untuk dibawa ke Kalimantan. Rasa lapar membuat mereka mampir ke restoran untuk makan malam, saat Sena ke toilet, ada panggilan dari seseorang, tertulis di sana nama Andini.

Tanpa prasangka, Widuri menerima panggilan itu. Kalimat mesra meluncur dari si penelpon tanpa tahu bahwa Widuri yang menerima. Satu kalimat dari seseorang di sana yang membuat Widuri terhenyak. Perempuan itu berkata bahwa dia sudah terlambat datang bulan.

"Mas, kalau memang dia bukan siapa-siapa, lalu kenapa dia berkata mesra dan mengatakan bahwa dia sudah terlambat datang bulan?" Widuri mencoba bertanya setenang mungkin.

Sena diam, matanya memandang lurus ke depan. Mobil masih posisi berhenti di tempat parkir.

"Widuri, kamu percaya padaku kan?" tanyanya kali ini dengan nada lembut.

"Tapi Mas sudah menyakiti saya, selama ini Mas tidak pernah berkata kasar, apalagi memukul, Mas. Katakan kenapa?"

"Tolong, jawab saja pertanyaanku, apa kamu masih percaya padaku, Diajeng?"

Widuri tak menyahut, air mata masih menetes, bahunya terguncang menahan luapan emosi. Sena mencoba mendekat mengusap pipi istrinya yang basah. Tapi ia itu menghindar. Hal itu membuat geram Sena. Rahang lelaki itu mengeras, tangannya mengepal kuat hingga tampak buku-buku jarinya memutih.

"Bahkan kamu enggan kusentuh? Apa ini karena laki-laki itu? Hah!" Sena menggeram kesal.

Widuri menghapus air matanya, ia menatap tajam pada Sena.

"Laki-laki mana, Mas? Laki-laki mana yang kamu maksud?"

Bibir Sena membentuk seringai.

"Kamu pikir aku tidak tahu, kedekatanmu dengan anak perempuannya itu hanya supaya kamu bisa dekat dengan Panji kan?" tuduhnya melirik dengan tatapan melecehkan.

Widuri mengernyit tak percaya mendengar ucapan Sena.

"Mas bicara apa barusan? Mas bilang saya ...."

"Iya, kamu berusaha mendekati ayah anak perempuan itu kan? Memalukan!"

Wajah Widuri memerah, mata yang tadinya sendu berganti tajam. Ia mencoba melayangkan tangan ke pipi Sena, tapi cepat lelaki itu menahan.

"Bahkan kamu sekarang juga berani kurang ajar! Itu hasil dari cintamu yang ditolak kan?" cecar Sena kembali melecehkan.

"Cukup, Mas! Saya tidak mengerti apa maksud semua ini, kenapa mas berubah? Kemana Mas Sena yang dulu, yang sayang pada saya? Jika benar seperti yang Mas tuduhkan, buktikan, dan kenapa Mas tetap menikahi saya?"

"Karena aku mencintaimu, Widuri! Aku tidak ingin kamu dimiliki oleh lelaki manapun! Paham?"

"Lalu jika cinta kenapa Mas menyiksaku? Mas berubah menjadi seorang yang menakutkan."

"Aarrgh!" Sena berteriak kembali memukul kuat kemudi.

Widuri mengemas tasnya, berniat turun. Namun, pergelangan tangannya di cekal kuat oleh Sena.

"Diajeng, maafkan aku. Tolong jangan pergi, maafkan aku ...." pintanya mengiba.

Widuri menggeleng mencoba melepaskan diri.

"Lepas, Mas, kumohon. Kamu telah membuatku takut," balasnya.

"Diajeng, tolonglah, maafkan aku, sungguh aku hanya cemburu itu saja. Maafkan aku jika telah membuat takut."

Widuri diam, ia tampak mengurungkan niat untuk keluar dari mobil. Sementara hujan tak ada tanda-tanda akan reda. Petir dan kilat justru semakin bersahutan.

Hening.

Keduanya seakan saling menyelami perasaan masing-masing.

"Mas, kita menikah belum genap dua pekan. Kenapa harus ada kecurigaan? Itu tidak baik, Mas." Widuri membuka pembicaraan kembali.

Sena bergeming.

"Katakan, apa ada yang Mas sembunyikan dari saya? Siapa Andini?"

***

Sementara itu Mika dan Panji tengah berdua menikmati makan malam di salah satu restoran cepat saji favorit mereka. Sesekali tampak keduanya bercanda.

"Papa, kira-kita aunty suka ngga sama jam tangan tadi?" Mika bertanya dengan mulut penuh pizza.

Panji terkekeh menggeleng melihat tingkah putrinya.

"Mika, kalau mau bicara, itu yang di mulut dihabiskan dulu."

Gadis kecil itu tertawa mendengar saran papanya. Setelah makanan berpindah ke perut kembali Mika menanyakan hal yang sama.

Panji hanya mengedikkan bahu kemudian menggeleng.

"Entah, bisa suka bisa nggak."

"Ish, papa, kalau ditanya pasti begitu," protes Mika mengerucutkan bibirnya.

"Kan betul, Sayang, papa ngga tahu selera aunty. Tapi semoga dia suka, ya kan?"

Mika mengangguk kembali melanjutkan makannya.

***

Pelan Panji melajukan mobilnya menuju rumah, hujan masih turun meski petir tak lagi ada. Meski malam kian beranjak tapi jalanan masih cukup ramai. Alunan suara merdu dari Celine Dion menemaninya. Mika telah terlelap tampak lelah setelah berputar-putar mencari kado kenangan untuk Widuri.

Pria itu menyipitkan mata seraya memperlambat laju mobilnya ketika dia melihat seseorang di halte sedang duduk sendiri.

***Bersambung***

Siapakah yang duduk di halte? Senipsirin? Aku tunggu VoMen ciamiknya yaa
Mamachihh udah setia ngikutin kisah ini. Colek manja jika typo ya😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top