Koninklijk

Sejak hari itu, kami tidak saling bertemu. Meskipun bertemu kami tidak saling menyapa. Freid memilih acuh ketika aku menegurnya dengan senyuman. Mungkin dia masih murka denganku, atau mungkin memang tidak ada yang diharapkannya lagi dariku sehingga dia memilih mundur.

Kupikir ada benarnya dia melakukan itu. Pertama, karena aku sudah akan melakukan pernikahan setelah ramadhan. Dan yang kudua, dia adalah seorang belanda. Ada Pemisahan yang ketat antara warga Eropa dan kaum Inlander diakui di dalam undang-undang. Lambat laun kupikir aku tidak akan peduli dengan Freid dan mungkin juga akan melupakannya dengan mudah.

Tapi ternyata tidak. Aku masih sering mencari tahu tentangnya, beberapa kali aku menyelinap diantara bambu-bambu yang tidak jauh dari loji belanda untuk mengintainya yang sedang bekerja di balik meja atau mengamatinya ketika dia sedang bersandar di jendela tinggi dan sedang menikmati secangkir minuman. Atau ketika aku baru saja pulang dari rumah mardi, aku sengaja lewat ketika dia sedang melakukan baris ber baris dengan teman-temannya.

Aku tidak tahu perpangkatan dianatara tentara belanda. Tapi yang aku tahu, dia selalu menjadi pemimpin diantara pasukannya. Dia berdiri di depan podium untuk mendapatkan laporan dari pamimpin barisan. Wanita-wanita jawa dan belanda yang juga melakukan kegiatan yang sama denganku yaitu mengamati para tentara berbaris memanggilnya Perwira.

Ada sebuah sore yang nampak berbeda di lapangan banteng. Biasanya hanya segerombolan anak-anak yang bermain bola. Waktu itu aku tidak sengaja untuk lewat sana, disana sudah banyak orang-orang pribumi yang mengantri dan duduk berjejer. Rasa penasaranku berkata untuk mendekat, ketika Mas Danu dan Mas Mardi mencolekku dari belakang.

Aku sedikit pangkling dengan Mas Mardi yang semakin waktu dia terlihat lebih tampan dan bersahaja. Kami tidak pernah bertemu kecuali saat dia liburan dan pulang ke desa. Meski demikian kami sering bertukar kabar lewat surat, aku tahu kedatangannya di bulan-bulan ini. tapi aku tidak menyangka akan kedatangannya hari ini.

"Mas Mardi kok mboten ngendikan kalau bade wangsul?" tanyaku malu-malu. (mas Mardi kok gak bilang kalau pulang?"

Mas Mardi tertawa dengan sikapku jujur saja aku malu. Aku malu untuk menatap wajahnya, aku tidak tahu kenapa. Sedangkan Mas Danu hanya menatap dengan sinis. "kok awakmu wes onok nang kene, diajak konco londomu yo?" tanyanya Mas Danu ketus. (kok kamu sudah ada disini, diajak temen belandamu yo?)

"enggak" jawabku dengan nada tinggi, tapi langsung menunduk karena ada Mas Mardi yang menatapku. Oh, bagaimanapun aku harus bisa menjaga sikap. "sopo memang konco londoku?" tanyaku lirih menyimpan kesal dengan Mas Danu.

"he, memangnya mas Danu gak tahu. kamu sering ngintip di loji-loji londo" tanya Mas Danu mengetuk kepalaku dengan telunjuknya.

"kan memang kalau kerumahnya Mas Mardi, lewat sana" ujarku sewot. Mas Mardi tersenyum, membuatku salah tingkah. Dia pasti berpikir kalau aku sering datang kerumahnya untuk menunggu kedatangannya. Ah, bodohnya aku mengapa aku tidak bisa menjaga sikap seperti ini. batinku kesal.

"memang ada apa disini?" tanyaku mengalihkan rasa malu meski dengan nada Sewot.

"mereka bilang ada De Klimmast" jawab Mas Mardi dengan nada yang halus. Dia melipat tangannya sembari mengangguk.

"apa itu?" tanyaku. Mas Danu menggeleng, Tapi Mas Mardi tersenyum.

"lihat saja yuk" ajak Mas Mardi memegang pundakku. Mas Danu menatap sinis dan ia berjalan lebih dahulu.

Mas Mardi membayar tiket masuk yang dijaga tentara belanda. Ditengah lapangan ada tiga buah tiang dimana diatasnya dipasang pakaian, sekarung kecil beras, sepatu dan lain sebagainya. Aku, Mas Danu dan Mas Mardi duduk bersamaan dengan tentara belanda dan mungkin para noni-noninya. Meski demikian juga banyak warga pribumi yang sudah duduk lesehan dengan membawa kacang dan es sinom.

Tentara Belanda duduk lebih depan, mataku terus mencari posisi Freid. Hingga aku menemukan bayangan itu. disana aku juga melihat Freid yang sedang merangkul seorang perempuan jawa. Entah mengapa Ada rasa sakit yang menusuk didalam hatiku, ada rasa cemburu yang membakar kalbuku.

Aku membuang mukaku agar tidak melihat itu. Tapi mataku terus melirik Freid yang bercumbu dengan wanitanya. Mas Mardi menggandeng tanganku meskipun dia menatap kearah lain. diwajahnya ada kilatan senyum yang tidak kentara. Aku menyandarkan kepalaku di bahu Mas Mardi, berharap tubuhnya akan menutupi Freid dan pasangannya.

Acarapun dimulai. orang-orang yang mengantri tadi sudah memasuki arena. Mereka yang duduk mengantri giliran untuk memanjat tiang atau lebih tepatnya sebuah pohon yang ditanam di tanah dan dilumuri suatu pelumas yang berbau menyengat. Satu pohon diisi oleh 5 orang, mereka bersusah payah untuk naik ke atas dan meraih hadiah yang disediakan.

Gelak tawa membungkus tontonan itu. ketika seseorang yang hendak mencapai puncak merosot kebawah atau seorang yang celananya melorot karena ditarik oleh temannya yang lain. Mas Mardi tertawa terpingkal-pingkal begitu juga Mas Danu, tapi tidak denganku.

"aku tidak suka dengan tontonan ini" ujarku tegas dengan Mas Mardi yang seketika berhenti tertawa.

"kenapa?" tanyanya.

"bukankah permainan ini merendahkan martabat pribumi?" tanyaku Mas mardi dan Mas Danu terbatuk seketika. "lihat mereka disana, mereka saling menginjak untuk mengambil barang yang tidak penting bagi londo-londo. Sedangkan para belanda tertawa melihat aksi konyol mereka" ujarku memaki.

Mas Mardi dan Mas Danu terdiam. Suara tawa menggelegar di antara kami bertiga yang terdiam. "selama ini pribumi selalu diinjak, baik hidup ataupun harga diri. kita selalu direndahkan, mereka selalu mengatakan bahwa kasta mereka lebih tinggi. Mereka bangga dengan darah biru ke-belandaan mereka. Dan permainan konyol ini adalah bentuk dari itu" ujarku berdebah dengan bahsa belanda.

Beberapa tentara belanda melihat kearahku. termasuk juga Freid, aku tidak takut. Memang begitu keadaannya. Aku sebagai pribumi benar-benar tersinggung dengan permainan bodoh itu.

Mas Mardi tersenyum, begitu Mas Danu yang menyadari bahwa yang ikut mendengar ocehanku tidak hanya mereka berdua. Mas Mardi menyenggol Mas Danu yang dianggukkan oleh Mas Danu. Mereka segera membuka baju, meninggalkannya sembarangan, lalu berlari ke tengah lapangan untuk mendaftar. Bahkan Mas Mardi memberikan sekotak uang entah untuk apa.

Mas Mardi dan Mas Danu harusnya berada di barisan paling akhir, tapi mereka segera naik ke tiang berpelumas itu bersama dengan 3 orang prbumi lainnya. Jujur saja aku kaget, mengapa mereka melakukan itu. mengapa mereka mau di rendahakan seperti itu. aku sedikit marah, tapi marah itu terganti saat Mas Danu bisa meraih hadiah-hadiah itu dan menjatuhkannya ke tanah. Dari bawah orang-orang sudah menyerbu hadiah-hadiah itu, Mas Danu dan Mas Mardi tidak mendapatkan apapun. tapi mereka tetap tertawa.

Penduduk mengangkat Mas Danu untuk di gendong karena berhasil mendapatkan kemenangan. Mas Mardi berjalan kearahku yang sudah pasti akan terkena omelanku. Dia duduk dibawahku yang sedang terduduk dengan kesal.

"kamu menuntut kesetaraan kasta. Apakah kamu tahu Sayang, kalau semua orang adalah sama dihadapan tuhan." ujar Mas Mardi dengan bahasa belanda yang membuatku tidak jadi marah, yang ada aku malah meleleh.

"eroh gak sih ndok?. Biarpun londo merendah kita, menjajah kita, tapi bukan berarti kita di bawah mereka, bukan berarti kita tidak bahagia. mungkin kita sengsara karena kekurangan makan, tapi tidak serta merta membuat kita tidak bahagia. Nusantara adalah alasan kita untuk bahagia, dan kau benar kita harus membelanya. Merdeka adalah harga mati bukan, itu sebabnya aku trisno sliramu" ujar Mas Mardi.

Aku terdiam, badanku berdesir. "aku tidak dapat sekantung beras. Tapi aku dapet ini" ujar Mas Mardi mengeluarkan sekotak besi yang berisi cicin berlian. Aku menatap cicin itu takjub. "wil je met me trouwen?" (will you merry me?)


Sebuah cicin emas yang indah. Dengan satu permata yang tertatah di tengahnya. Aku menengok kearah Freid yang ternyata sudah tidak ada lagi di tempat duduknya. Aku terdiam, tidak bisa berujar. Disaat hati dan pikiranku tidak ingin menjadi satu. Pikiranku mengatakan bahwa dengan Mas Mardi aku memiliki masa depan, tapi hatiku memaksa untuk tetap mendamba Freid.

Seorang wanita menyolekku, dia adalah Nyai Juminem. Mas Mardi berdiri, mempersilahkan Nyai Juminem berbincang-bincang denganku. "awakmu ada hubungan sama Ndoro Freid?" tanya beliau.

"tidak ada" jawabku tegas. "aku akan menikah dengan Mas Mardi anak kiayi Rojiun"

Nyai Juminem mengangguk. "Ndoro Freid menyuruhku untuk menyampaikan pesan bahwa dia menunggu ditempat pertama kalian bertemu" suruhnya.

Aku menatap Nyai Juminem, dari wajah centilnya aku tidak menemukan kebohongan darinya. Tapi untuk apa aku menumuinya, aku bahkan tidak memiliki hubungan dengan lelaki itu. dia hanya akan mencari kesenangan denganku, apalagi hari sudah mau petang. Awal pertemuan kita adalah di sumur dekat sungai dimana tempat itu jauh dari keramaian. Bisa saja dia memperkosaku mengingat bahwa dia meminta itu terang-terangan di hadapanku.

"dia tetap akan menunggu sampai kau datang" teriak Nyai Juminem.

"katakan padanya aku tidak akan datang" ujarku ketus berjalan mendekati Mas Danu dan Mas Mardi yang sudah kotor. Mereka berdua mengajakku ke sumur dekat sungai untuk membersihkan badan sebelum pulang. Tentu saja aku menolak, yang ada aku akan bertemu dengan Freid. Aku memutuskan untuk berpamitan pulang terlebih dahulu.

Disepanjang perjalanan aku terus berpikir. Haruskah aku datang menemuinya atau tetap meneruskan langkahku untuk pulang. Aku menarik napas panjang, aku pikir tidak ada salahnya untuk menemui lelaki belanda itu untuk yang terakhir kali. Setelah itu aku berusah menumbuhkan cinta untuk Mas Mardi seorang.

Mas Mardi dan Mas Danu mandi dengan suara tawa saat mereka bermain air di sungai mereka nampak seperti anak kecil bodoh. Freid tengah duduk menyandar dibawah pohon, sedangkan aku mengamati di balik semak-semak. Dimana nyamuk sudah menggigit kakiku. hari semakin senja, lama aku menunggu akhirnya Mas Danu dan Mas Mardi mentas dari tempat sungai.

Setelah mereka pergi agak jauh, aku mendekat kepada Freid. Dia langsung berdiri ketika aku datang. Ditangannya ada lingkaran yang terbuat dari rotan dan dihias rerumputan dan bunga. membawa barang itu membuat Freid terlihat manis. "u komt?" (kau datang)


Aku mengangguk. Dia memberikan lingkaran rotan yang terlihat seperti mahkota bunga itu kepadaku. Tapi aku enggan untuk menerimanya. "aku mencoba untuk tidak merindukanmu mooi meisje, tapi aku tidak bisa" ujarnya.


Aku mengangkat tangan kananku. menunjukkan cicin yang melingkar di jari manisku. Freid mengangguk, tidak ada ekspresi diwajahnya. Dia mengangguk seolah pasrah, dan itu menyakitiku. "aku minta maaf atas kejadian kemarin. Tidak seharusnya aku meminta itu darimu." Ujarnya.

"karena kau mengangap semua orang jawa sama, rendah darimu" ujarku penuh penekanan.

Freid menggeleng. "kau berbeda. Kau adalah seorang gadis yang bisa membuatku menunduk, aku tidak tahu kenapa tapi kupikir kau spesial." Ujarnya. membuatku terdiam.

Aku menatap Freid dan aku jatuh cinta lagi dan lagi. Dia seperti candu yang memabukkan. "bolehkah aku memintamu untuk menjadi milikku?" tanyanya. Ingin aku mengatakn Iya, tapi egoku memaksa untuk mengatakan tidak.

"aku tidak memaksa sungguh. Karena aku tahu emas dan berlian tidaklah cukup untukmu. Seribu Kehidupan baik yang aku berikan-pun tidak akan cukup untuk membuatmu bahagia." ujarnya. "tapi aku tidak ingin kita berpisah karena itu menyiksaku dengan sangat. Kau tahu meskipun ada 1000 wanita yang melayaniku aku tidak akan pernah puas, tapi menatapmu sedekat ini saja itu sudah membuatku merasa berarti" lanjutnya dengan lirih.

Aku mengambil lingkaran bunga itu dan memakainya di kepalaku. Mahkota bunga yang pas dikepalaku. Freid menatapku dengan terkejut, aku tersenyum. "bukankah aku terlihat Cantik dengan Mahkota bunga ini daripada aku harus menggunakan emas dan berlian?" tanyaku.

"kau selalu cantik di mataku. mooi meisje" Ujarnya dengan nada yang hampir berbisik. Tapi aku mendengarnya dengan baik, aku bisa menatap kesungguhan dari kilatan matanya.


Aku tersenyum. Bolehkah aku mencium bibirnya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top