Mimpi Buruk (Lagi)



Perubahan sikap Puput yang tiba-tiba menjadi garang membuat Jata meragukan diri sendiri. Benarkah apa yang baru saja dialami itu memang kejadian yang sesungguhnya, atau jangan-jangan dirinya mengalami halusinasi. Bukankah halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa? Oh, Jata semakin cemas. Satu masalah belum selesai, telah datang masalah baru.

Dengan langkah gontai Jata menyusul istrinya ke kamar. Di sana, ia menemukan Puput telah tertidur pulas. Jata terheran. Secepat itu Puput terlelap? Sungguh di luar kebiasaan. Biasanya Jatalah yang tertidur lebih dulu.

Jata membaringkan diri di samping istrinya. Puput menggeliat sedikit saat Jata membisikkan kata sayang, mengecup pipi, dan menyusupkan lengan ke pinggangnya. Malam itu, Jata tidur dengan lelap. Tidak ada bunyi-bunyi aneh, bau aneh, atau penampakan aneh.

Seperti biasa, selepas puncak malam Jata terjaga karena panggilan alam. Saat membuka mata, ia tidak mengenali kamar tempatnya berbaring. Ternyata ia tidak terbangun di dalam kamar, melainkan di sofa ruang tengah. Apa yang terjadi? Jelas-jelas tadi malam ia membaringkan diri di samping istrinya di dalam kamar. Ia bahkan masih ingat mencium, membisikkan kata sayang, lalu memeluk sang istri. Mengapa dirinya bisa terbangun di ruang tengah? Seingatnya, dirinya tidak mempunyai gangguan berjalan dalam tidur.

Jata bergerak untuk bangkit. Saat itulah ia merasa seluruh tubuhnya kaku dan ngilu. Tenaganya pun terkuras seperti habis dipukuli orang sekampung. Dengan mengerang lirih, dipaksanya bangkit untuk bergerak ke kamar mandi.

Lampu kamar mandi dinyalakan dan suara air mengalir terdengar. Betapa kagetnya ia. Saat matanya telah terbuka lebar, terlihat biru-biru lebam di lengan dan kedua tungkai. Lebam itu nyeri bila ditekan. Sangat mirip lebam karena pukulan. Dibukanya kaus. Jantungnya berdenyut keras. Lebam itu pun ada di sana! Bahkan beberapa! Apa yang terjadi selama tidur tadi? Apakah seseorang menyerang diam-diam? Bila benar seperti itu, mengapa ia tidak merasakan apa pun?

Serta merta, Jata mencemaskan Puput. Ia bergegas ke kamar untuk mengecek kondisinya. Istrinya masih tergolek, namun mengigau. Jata menyalakan lampu kamar.

☆☆☆

Puput menemukan pintu kamar telah terbuka dan Jata tidak berada di tempat. Ia bangkit dari kasur kemudian berjalan keluar. Berada di ruang tengah, kulitnya diterpa udara dingin dari arah depan. Puput berjalan ke ruang tamu dan melihat pintu depan terbuka. Keningnya berkerut. Apakah Jata keluar rumah di pagi buta seperti ini? Kakinya melangkah keluar menuju teras. Saat itulah terlihat punggung suaminya bergerak di kejauhan, keluar melalui gerbang depan.

Puput bisa saja memanggil suaminya, akan tetapi nalurinya mengatakan untuk menutup mulut. Dengan perlahan ia menuruni tangga teras, hati- hati mengendap dari jarak yang aman, ingin mengetahui ke mana lelaki itu pergi.

Cukup lama Puput membuntuti suaminya. Lelaki itu berjalan di keremangan pagi. Langkahnya cepat dan sesekali menoleh ke kiri dan ke kanan, seolah ingin memastikan keberadaannya tidak diketahui orang lain. Pada suatu tempat, Jata berbelok ke kanan, memasuki jalan setapak yang menurun. Puput bertanya dalam hati, ke mana jalan itu menuju. Setelah beberapa saat, akhirnya ia tahu jalan itu menuju Bendungan Riam Kanan. Hatinya semakin penasaran. Untuk apa Jata mendatangi bendungan sepagi ini?

Upaya membuntuti Jata akhirnya menemukan titik akhir. Di pinggir bendungan, di sebuah ruang terbuka yang dinaungi pohon akasia, Jata berhenti. Ia berdiri di bawah pohon dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana. Sesekali lelaki itu menengok jam tangan dan menoleh ke kiri dan ke kanan. Puput menduga suaminya tengah menunggu seseorang. Ia semakin penasaran. Benar saja, tak lama kemudian muncul sosok lain dari balik perdu. Sosok perempuan. Hati Puput berdebar tidak karuan manakala mendengar Jata menyapa.

"Hey, Win!" Sapaan itu renyah sekali, seperti bukan diucapkan oleh Jata. Seingatnya, kata-kata Jata selalu bernada tegas.

Puput mengernyit. Win? Jadi itu yang bernama Wina?

"Jata! Aku kangen!" Suara perempuan bertubuh tinggi bak model itu tak kalah renyah.

Puput mengamati wajahnya. Walau tersembunyi dalam keremangan bagi, Puput bisa tahu bahwa wajah itu sangat cantik. Dadanya mulai memanas. Mereka mau apa berduaan di bendungan dalam gelap? Jawabannya tak perlu ditunggu lama.

Wina melingkarkan lengan di leher suaminya. Tubuhnya kini merapat dan bergayut manja. Matanya memandang penuh cinta. Dan yang membuat hati Puput serasa membara adalah Jata membalasnya dengan sama mesra. Lengan lelaki itu melingkar di pinggang Wina.

"Aku juga kangen." Terdengar Jata membalas dengan lembut. "Kangeeen banget." Sepasang lengan kekar itu kini merengkuh tubuh sintal Wina lebih erat, lalu mengusap-usap punggungnya.

Pemandangan itu membuat jantung Puput seperti teraliri arus listrik, kram dan nyeri bersamaan. Saat kepala Jata maju untuk mengulum bibir Wina, Puput tak tahan lagi. Ia memutar badan, mencari sesuatu yang dapat digunakan untuk memukul. Dilihatnya sepotong bambu tergeletak di antara ilalang. Tanpa berpikir panjang, dengan bambu itu berada dalam genggaman, didekatinya sejoli tak tahu diri itu. Bambu berayun berkali-kali menimpa tubuh Jata diiringi pekikan keras dan derai air mata. Bertubi-tubi, hingga lelaki itu tersungkur di tanah.

"Put, Puput!" Terdengar teriakan Jata dengan nada frustrasi.

Saat itulah badan Puput seperti diseret ke tempat lain. Ia membuka mata di kamarnya, dengan bahu diguncang-guncang oleh sang suami. Sungguh, itu tadi mimpi yang menyeramkan.

☆☆☆

"Put, Put! Bangun, Put!" Jata masih berusaha membangunkan.

Puput menoleh. Matanya langsung mengernyit karena silau. "Kak? Kamu di sini?" tanya spontan.

Jata tidak menjawab. Pertanyaan itu terasa aneh. Apakah Puput tahu dirinya berpindah tidur? "Kamu mimpi apa, kok sampai teriak-teriak begitu?"

Puput menatap nanar. Tidak mungkin menceritakan mimpinya ke Jata. Nanti dikira cemburu buta, sampai terbawa mimpi. "Mimpi dikejar-kejar anjing," bohongnya. Saat itulah matanya tertumbuk pada lengan dan tungkai Jata. "Loh, kenapa tangan dan kaki Kakak biru-biru?"

Jata menggeleng. "Nggak tahu bangun-bangun sudah begini. Kamu tahu kapan aku pindah ke ruang tengah?"

Puput menggeleng. "Kamu pindah ke ruang tengah? Aku nggak tahu."

Jata terduduk di samping kasur. Wajahnya langsung terlihat bingung.

"Sini, Kak. Kuoles balsam." Gadis mungil itu berdiri untuk mengambil balsam. "Coba buka baju, siapa tahu ada memar juga di badan."

Jata menarik kaus ke atas. Puput terpekik kecil melihat banyaknya lebam kebiruan di punggung suaminya. "Kaaak! Kamu sakit apa?" Kedua tangan Puput meraba lebam itu dengan hati kalut.

Jata mengecek punggungnya di cermin. Ia turut kaget mendapati punggung yang berubah belang-belang karena memar.

"Sakit?" tanya Puput seraya mengoleskan balsam.

"Sakit. Kayak bekas terbentur atau dipukul."

Puput menggigit bibir. Apakah ini hanya perasaannya saja? Mengapa mimpinya bisa terhubung ke dunia nyata?

"Aku tadi ke kamar mandi, Put, lalu nemu biru-biru ini."

"Yakin nggak jatuh atau menghantam sesuatu sewaktu pindah tadi? Kamu punya penyakit berjalan dalam tidur?"

"Enggak pernah sama sekali. Dan aku nggak ingat menabrak atau jatuh. Pindah ke sana aja aku nggak ingat."

Keduanya terdiam cukup lama, larut dalam pikiran masing-masing. Kantuk mereka lenyap, membuat keduanya terjaga hingga pagi.

===TBC===

Buat Sobat yang nggak sabar nunggu apdetan, meluncur aja ke Dreame. Judulnya sama.
Buat yang mager ke sana, tenang aja, bakalan posting di sini, kok. Tapi sewaktu-waktu ya, jangan ditagih-tagih wkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top