86. Salsabila


Cengkeraman Fitri di leher Asrul terasa sangat ketat. Sekuat apa pun melerai, tangan itu tetap melekat di sana. Wajah Asrul menjadi merah kebiruan karena kekurangan oksigen.

"Hmmmmph! Hmmmmph!" Asrul masih bisa melawan. Dengan sisa tenaga, kakinya terangkat lalu menendang dada gadis itu dengan sekuat mungkin. Usaha itu membuahkan hasil. Tubuh Fitri terpelanting ke belakang dan terjerembap ke lantai. Cekikannya terlepas. Asrul segera menghirup udara dengan kasar.

Kebebasan itu hanya sementara. Fitri bangkit dari lantai dengan perlahan. Ia menatap tajam. Asrul menelan ludah. Mata gadis itu merah membara! Ia berniat melarikan diri, namun gadis itu jauh lebih cepat. Dengan meloncat, ia naik ke ranjang dan duduk di atas perut Asrul. Kedua tangannya kembali mencekik pemuda itu.

Asrul berusaha melawan. Ia menendang-nendang sekuat tenaga. Tangannya berusaha melerai tangan Fitri yang melingkar di leher. Namun sayang, lengan itu bagai besi, keras dan kuat. Asrul hampir kehabisan napas. Wajahnya memerah, lidahnya keluar dan matanya membelalak.

Dalam beberapa detik, gerakan Asrul melemah. Wajahnya mulai membiru. Di saat genting itu, muncul bayangan kelabu panjang menerjang Fitri. Gadis itu terlempar dari atas ranjang kemudian tersungkur tak sadarkan diri di lantai. Dari dalam tubuhnya keluar sosok perempuan berjubah hitam dan bertanduk panjang. Seekor buaya raksasa tiba – tiba berada di kamar itu dengan mulut menganga.

Sosok itu melesat pergi dengan gesit. Buaya raksasa mengejar dan berhasil menangkap sosok hitam itu lalu berusaha meremukkannya dengan rahang yang besar. Namun sosok perempuan itu jauh lebih kuat. Dengan sekali cakar, buaya itu terpelanting dan jatuh dengan suara keras. Benturan itu sampai menggetarkan lantai.

☆☆☆

Deka melajukan mobil menuju rumah sakit di mana Asrul dirawat. Jata telah pergi meninggalkan mereka untuk kembali ke tempat latihan. Saat mendekati rumah sakit, tiba-tiba naga yang menjaga mereka gelisah. Sebuah bayangan putih, yang ternyata juga seekor naga putih, melintas mendahului mereka, menuju rumah sakit.

"Sial!" Deka mengumpat.

"Ada apa?" tanya Puput.

"Nggak tahu, Put. Perasaanku nggak enak. Kita harus segera sampai di tempat Bang Asrul."

Mobil dilarikan secepat mungkin. Begitu sampai di rumah sakit, Deka segera meminta informasi kamar perawatan Asrul. Begitu mendapat nomor kamarnya, ia berlari secepat mungkin ke kamar itu. Puput berusaha mengikuti, namun tidak dapat mengimbangi laju lari pemuda itu. Ia tertinggal jauh di belakang.

Kamar itu tertutup. Deka membukanya dengan paksa. Ia terbelalak, karena begitu masuk, bukan kamar biasa yang nampak, melainkan medan laga gaib. Seekor buaya raksasa sepanjang sepuluh meter terkapar tak berdaya. Di tempat lain, seekor naga putih tengah bertempur melawan seorang perempuan bertanduk yang berjubah hitam. Melihat mata yang merah menyala milik perempuan itu, Deka segera tahu bahwa makhluk itu dikirim untuk membinasakan Asrul.

Deka yakin sosok itu bukan Kanaya. Ia hafal dengan senyum dan suara perempuan jadi – jadian yang satu itu. Akan tetapi, melihat tanduknya yang panjang, Deka yakin makhluk ini setingkat dengan Kanaya. Itu berarti dia salah satu dari lima panglima tertinggi Matang Kaladan!

Astaga! desah batin Deka. Mereka telah mengirim panglima untuk membunuh Asrul!

Deka terpaku di tempat. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Selama ini ia mengobati orang dengan meraba auranya dan menyalurkan prana. Ia tidak pernah menggunakan prana sebagai senjata.

"Heaaahh! Heyaaahhhh!" Makhluk itu menyerang naga dengan gencar. Tubuhnya bergerak sangat cepat sehingga menyerupai kilasan berwarna hitam. Naga putih melawan dengan menggigit, dan menyemburkan awan api. Ekornya menyapu ke arah lawan berkali-kali.

Tak perlu waktu lama, segera terlihat siapa yang lebih unggul. Gerakan naga melemah saat tubuhnya dilukai dengan cakar beracun panglima Matang Kaladan itu. Tubuh putihnya menghitam di beberapa bagian yang menunjukkan bahwa ia terluka parah.

"Heeyyyaaahhhh!" Sang panglima menghambur untuk melancarkan serangan pamungkas yang akan mengakhiri perlawanan naga untuk selamanya. Kabut hitam muncul dan menggumpal di sekeliling tubuhnya.

Sang naga tak tinggal diam. Dengan sisa tenaga ia menghadang perempuan itu dengan semburan api dan sapuan ekor. Keduanya bergulung di antara kabut hitam dan awan api. Teriakan nyaring kembali terdengar dan sebuah benturan energi melemparkan kedua makhluk itu ke belakang. Perempuan itu masih bisa bangkit, namun sang naga terkapar tak berdaya di samping buaya raksasa.

Pandangan Deka kini mengarah ke Asrul. Setelah buaya dan naga dikalahkan, tak ada yang bisa menghalangi untuk membunuhnya.

"Lariiiii!" pekik Deka seraya menghambur untuk menyeret lelaki itu keluar. Dengan kekuatannya, ia membentuk bola energi di sekeliling mereka.

Perempuan itu menyerang tanpa ampun. Namun mendadak ia menarik tangannya. "Arrrrrhhh!" pekiknya.

Ternyata bola energi itu hanya mampu menahan sang panglima sementara. Saat perempuan itu menyerang kembali dengan kekuatan yang lebih besar, bola itu hancur. Cakar pun mengarah ke leher Asrul.

Deka berteriak. Tanpa berpikir panjang, ia memberikan badannya sebagai tameng. Makhluk itu menabrak tubuh Deka dengan keras. Deka terpelanting dan tersungkur di lantai. Energi tubuh pemuda itu membuat cakar sang panglima tidak bisa merobek kulitnya. Makhluk itu terhuyung sejenak ke belakang, lalu meluncur kembali dengan kecepatan penuh menuju Asrul.

Di saat genting itu, muncul sosok lain. Kehadirannya disertai embusan angin kencang dan percikan air. Jata datang disertai tiga naga putih yang meluncur mendahului. Ia bertelanjang dada, tidak mengenakan alas kaki, dan hanya mengenakan celana panjang berwarna putih. Wajahnya terlihat lebih bercahaya.

Pertempuran segera terjadi antara para naga dengan sosok perempuan yang belum diketahui namanya itu. Jata hanya berdiri sambil menggerakkan tangan untuk memberi energi dan arah. Ketiga naga itulah yang bertempur. Naga yang dibawa ini lebih kecil, namun lebih kuat dan gesit. Pertempuran dahsyat kembali terjadi. Kini sudah tidak jelas gerakan mereka karena gulungan awan hitam dan putih yang menyelimuti mereka. Hanya benturan – benturan energi tak kasat mata yang menyembur keluar dari gulungan itu menunjukkan betapa sengit pertempuran di dalamnya.

Deka sudah bisa bangun. Puput datang untuk menolong.

"Put, mana catatan nama-nama lima bersaudara tadi?" pintanya.

Puput mengeluarkan buku kecil dari tas, lalu menyerahkannya kepada Deka. Pemuda itu segera meneriakkan nama-nama itu sekuat paru-parunya.

"Salbila!"

"Fauziah!"

"Siti!"

"Nuraini!"

"Fatika!"

"Salbilaaa! Fauziaaahh! Sitiiii! Nurainiiii! Fatikaaa!"

Sosok itu mencuat keluar dari awan karena namanya dipanggil. Keran itulah ia menjadi lengah. "Arrrgghhh!" pekik perempuan itu. Rupanya sapuan ekor naga mengenai dan membuatnya terpelanting jauh.

Melihat itu, para naga tidak menunggu lagi. salah satu dari mereka meluncur untuk menyergap. Pinggang sang panglima remuk terjepit dua rahang yang mengatup dengan kuat. Ia kalah dengan telak. Tubuhnya menyusut cepat hingga menjadi sebentuk energi pucat.

Deka berteriak kepada Jata untuk menghentikan serangan. Lelaki itu menurut. Naganya memuntahkan sosok pucat itu ke lantai. Deka segera menghampiri. Ternyata itu adalah arwah seorang remaja perempuan. Kondisinya mengenaskan.

"Siapa kamu? Salbila, Fauziah, Siti, Nuraini, atau Fatika?" tanya Deka.

"Salbila," jawab sosok itu lirih sambil tergolek lemah.

"Siapa namamu di dunia gaib?"

"Kalila."

"Salbila, kenapa kamu sampai masuk ke kerajaan Matang Kaladan?"

Salbila tidak mau menjawab. Agaknya ia ketakutan akan sesuatu.

"Siapa nama pemimpinmu?"

Salbila tetap bungkam. Akhirnya Deka menyerah.

"Salbila, dengarkan aku. Kamu harus kembali ke tempat seharusnya kamu berada. Kamu mau?"

Salbila mengangguk.

Deka menggumamkan doa sambil memejamkan mata dan tersenyum. Salbila terbaring tenang, lalu ikut tersenyum. Tak lama kemudian, cahaya putih turun dari langit. Tubuh Salbila berubah menjadi percikan bunga api putih yang melebur ke dalam cahaya dari langit tersebut. Deka mengucapkan selamat jalan kepada jiwa Salbila yang telah menemukan ketenangan.

"Terima kasih, Deka." Salbila tersenyum bahagia dari atas sana.

Deka pun turut tersenyum bahagia. Ia mulai mengerti ujung misteri ini. Belum puas Deka menikmati peristiwa indah itu, lengkingan Puput terdengar.

"Kak Jataaaa!"

Deka menoleh ke arah Jata berada. Lelaki itu telah terkapar dengan darah mengucur dari hidung dan mulut.

===TBC===

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top