80. Mencari Benang Merah

Deka dan Puput turun ke lantai satu setelah makan. Urai tidak mau turun karena mengerjakan skripsi. Aktivitas toko sudah dimulai sejak pagi. Beberapa pembeli yang sebagian besar langganan, tengah melakukan transaksi. Sambil mengawasi pegawainya bekerja, Deka kembali menggali kemungkinan-kemungkinan hubungan semua orang.

Bersama Puput, Deka mereka mengumpulkan berbagai berita dari internet terkait tragedi-tragedi kematian di sekitar Bendungan Riam Kanan dan Matang Kaladan. Mereka menemukan beberapa. Ada berita yang telah berusia puluhan tahun.

"Put, perhatikan korban-korban ini. Kamu menemukan kesamaan, nggak?"

"Kita udah boleh ngomong?" tanya Puput.

"Udah. Tuh, ada naga putih melingkar di atap."

Puput bergegas keluar, memandang atap ruko. "Mana? Aku nggak lihat."

"Yang ini nggak mau terlihat olehmu. Tingkatannya lebih tinggi. Frekuensi energinya berbeda dari buaya tadi."

Puput kembali duduk di samping Deka, memelototi layar laptopnya.

Deka mengheningkan cipta sebentar. "Hmm, energi para jata ini sangat berbeda. Mau dibilang gelap, nyatanya tidak gelap. Mau dibilang kotor, nyatanya mereka netral aja seperti energi dunia manusia. Tapi apa ya ... kuat dan kasar? Aneh."

"Kasar? Pantas Kak Jata makin emosian setelah mengenal mereka. Sifatnya makin keras aja."

"Itu yang aku takutkan, Put. Karena menyatu dengan kekuatan para jata, pasti kepribadian suamimu akan berubah. Kamu siap mental aja."

Puput mendesah dengan sedih. Deka menjadi kasihan. Gadis semuda itu harus menjalani masalah seberat ini.

"Tapi energimu unik lho, Put," kata Deka tulus untuk menghibur gadis itu. "Halus, tapi terasa banget. Sayangnya masih lemah. Coba kalau dilatih, mungkin bisa sangat kuat."

"Gimana cara melatihnya?"

Deka tercenung. "Aku baru ketemu yang model begini, Put. Mana kutahu gimana melatihnya."

Otomatis Puput mencibir mendengar itu. Matanya kembali ke laptop dan catatan yang dibuat. "Kesamaan semua korban adalah mereka pasangan. Aku belum nemu korban tunggal."

Deka membenarkan. "Yang ini, pasangan terlarang, seorang suami dengan selingkuhannya. Tiga terakhir sama, semua pasangan. Semua mempunyai riwayat hubungan yang tidak baik. Korban terakhir adalah istri cemburu yang membunuh suaminya. Si istri menjadi gila setelah membunuh, lalu bunuh diri."

Puput mengamati data pasangan korban terakhir itu. "Menarik. Suaminya sering memukul, selingkuh, dan tidak memberi nafkah. Istrinya diduga stres karena kekerasan itu."

"Ada yang aneh nggak sih, Put? Suami sekuat ini, kenapa bisa dibujuk untuk datang ke Riam Kanan?"

Bersamaan mereka berseru, "Naaah!"

"Sesuatu mempengaruhi kejiwaan mereka, seperti aku dan Kak Asrul," lanjut Puput.

Deka tiba-tiba teringat sesuatu. "Bang Asrul bilang, dia melihat makhluk hitam yang matanya menyala merah sebelum masuk jurang."

"Tapi kenapa dia korban tunggal?"

"Beda pola biasanya beda motivasi, Put."

Mereka terdiam sejenak, sebelum Puput menemukan berita terbaru. "Ada lagi korban tunggal. Seorang paranormal yang ditemukan lumpuh di jurang dekat Desa Aranio."

Deka mengamati berita itu sejenak. "Aku tahu orang ini. Ilmu hitamnya tingkat tinggi."

"Wah, dia kecelakaan atau apa?"

"Katanya nggak ada tanda-tanda terluka atau kekerasan. Nggak ada kendaraan di sekitarnya, jadi gimana dia sampai di jurang itu kalau bukan dibuang seseorang?"

"Seseorang atau sesuatu?" timpal Puput.

Deka kembali memejamkan mata, berusaha menerawang ke kejadian nahas tersebut. "Dia lumpuh begitu saja dan tergeletak. Sebelumnya dia di ... Ah, dia mendatangi perempuan yang bernama Wina."

"Wina? Wina mantan Kak Jata?"

Deka mengangguk. Ia tidak menyebutkan bahwa dalam penerawangannya, Wina mendesahkan nama Jata berkali-kali. "Si paranormal ini ternyata mau meminta kesaktian dari makhluk Matang Kaladan, tapi malah menjadi korban, disedot kekuatannya."

"Kita datangi dia?" usul Puput.

Deka berpikir. "Sebentar. Kasus paranormal ini kan beda. Dia korban tunggal, bukan pasangan. Udah jelas kenapa dia dilukai. Nanti aja, kalau diperlukan keterangannya, baru kita datangi."

"Iya, benar. Kita fokus ke korban pasangan aja."

"Kasus Asrul bagaimana, Put? Biarpun korban tunggal, tapi karena sebelummya ada kasus dengan kalian, kita harus cermati. Kamu merasakan sendiri kekuatan makhluk itu, kan?"

Puput mendesah. "Makhluk itu menempel kuat banget sampai aku nggak bisa melawan."

"Kamu masih sadar waktu semua itu terjadi?" Deka bertanya dengan keheranan.

"Mmm ... kayak dalam mimpi, samar, tapi aku ingat semuanya."

"Berarti bukan kesurupan, ya. Kalau kesurupan, tubuhmu diambil alih seluruhnya. Kamu nggak akan ingat apa-apa kayak Urai. Ini aneh banget."

Puput merengut. "Udah berapa kali kamu ngomong 'aneh' pagi ini."

Deka terkekeh. "Baiklah, nanti kita datangi lagi Kak Asrul. Kita lihat latar belakang keluarganya dulu."

"Nggak bisa diterawang aja?"

"Kalau beberapa metode digabung kan lebih bagus, Put?" Deka memejamkan mata sesudah itu. Ia mengembuskan napas berkali-kali sebelum membuka mata.

"Ternyata sedih banget riwayat Bang Asrul," kata Deka. "Ibunya selingkuhan seseorang. Dulu, ibunya memakai pelet untuk mendapatkan ayah kandung Bang Asrul. Saat pengaruh peletnya ditangkal oleh istri sahnya, ayah Bang Asrul ninggalin ibunya. Pas waktu itu dia hamil. Jadi sampai sekarang si ayah nggak tahu kalau dia punya anak dari selingkuhannya."

"Aneh. Apa hubungan Kak Asrul dengan masalah ini?"

Deka menggeleng beberapa kali. Rasa pening mulai menyergap. Ia menyeduh kopi untuk membuat dirinya nyaman.

"Sekarang Wina," kata Puput. "Kita punya informasi apa?"

Deka nyengir lebar. "Kalau soal Wina, lebih baik tanya suamimu. Mereka kan pacaran dulu."

Puput mendesah kesal. Ia malas mengorek masa lalu, cinta pertama pula.

"Jangan begitu. Dahulukan logika. Kita butuh informasi, kan?"

Puput terpaksa menelepon suaminya. Cukup lama panggilannya baru dijawab. Rupanya suaminya tidur setelah kelelahan berlatih semalam. Informasi yang didapat dari Jata ternyata cukup lengkap. Wina anak satu-satunya seorang lelaki bernama Dirman. Ibunya istri kedua setelah istri pertama kabur tidak jelas. Setelah menikah sepuluh tahun, mereka baru mendapat anak.

"Di mana Pak Dirman sekarang, Kak?"

"Setahuku di daerah Kayu Tangi. Coba nanti kutanya Wina," jawab Jata.

"Nggak usah!" semprot Puput segera.

Jata terkekeh. "Cemburu?"

"Jangan coba-coba!"

"Iya, iya, Sayang. Mau tanya apa lagi?"

"Istri pertama Pak Dirman ke mana sebenarnya?"

"Kata Wina, hilang. Pergi nggak jelas, gitu. Dulu, sebelum menikah dengan ibunya Wina, Pak Dirman pernah bekerja di PLTA ini. Nah, waktu itulah istrinya kabur."

"Kapan Pak Dirman kerja di PLN? Bagian apa?"

"Oh, dia bukan pegawai PLN, tapi pekerja yang membangun PLTA Riam Kanan tahap kedua. Berarti sekitar tahun 1980 - 1981. Ada lagi?"

Puput terdiam sejenak. "Itu dulu, Kak. Kamu gimana setelah latihan?"

"Agak demam. Tapi udah minum ramuan dari Pak Dehen. Tinggal ngantuknya ... nggak tahan."

"Tidur kalau begitu."

"Oke. Hmm ... Put?"

"Apa?"

"Aku kangen."

Wajah Puput memerah seketika. "Aku juga," bisiknya sambil berputar ke arah lain agar tidak didengar Deka.

Deka kembali melihat cahaya itu memancar dari dada Puput. Berbagai pertanyaan segera mengganggu ketenangannya.

"Ternyata orang tua Wina punya kaitan dengan PLTA, ya," komentar Deka kemudian. Ia sempat risih mendengar pasangan itu berkata sayang-sayang. Tingkah orang yang sedang dimabuk cinta itu menggelikan.

Puput mengangguk. "Pembangunan PLTA Riam Kanan," gumamnya sambil mengetik di mesin pencari. "Oh, pernah ada masalah soal pembebasan tanah di sembilan desa yang ditenggelamkan untuk membuat waduk."

Deka tertarik. "Apa ada korban jiwa?"

Keduanya kemudian sibuk mencari, namun hingga kepala dan mata panas, data tersebut tidak ditemukan.

"Mungkin memang tidak ada korban jiwa," putus Deka kemudian.

"Ada kesamaan latar belakang keluarga Kak Asrul dan Wina," kata Puput. "Mereka sama-sama lahir dari wanita kedua."

"Oh, bener! Bedanya, ibu Bang Asrul istri selingkuhan. Ibu Wina istri sah."

"Para korban semuanya bermasalah dengan pernikahan," sahut Deka.

"Dan sebagian korban Riam Kanan adalah pasangan mesum. Kamu bisa lihat benang merahnya, kan?" timpal Puput.

Mereka terdiam. Keterangan itu adalah jawaban yang menuntun ke pertanyaan berikutnya, apa kaitan persoalan rumah tangga dengan makhluk Matang Kaladan?


////////////

Bersambung minggu depan. Sabar, ya. Buat yang ingin maraton sampai tamat, silakan cuuus ke Dreame.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top