8b
Lengkung di wajah itu menaut bagian yang sama, terasa lembut dan hangat. Hal seperti ini sudah menjadi hal yang biasa sekarang. Sedikit membalas, bukan karena ingin menyenangkan hatinya, tubuhku meresponya seperti itu, perintah dari otak yang kadang mulai limbung.
"Jangan mengodaku, atau aku akan kembali menarikmu kekamar," ucapnya dengan nafas terdengar berat. Aku hanya sedikit membalasnya.
"Lalu aku harus bagaimana?" tanyaku lirih.
"Entahlah, aku juga tak tau," jawabnya, bibir itu beralih mengecup keningku.
Bara melepas pelukannya, tanganya mengandengku seperti biasa.
"Bagus tempatnya," ucapku, sambil mengedarkan pandangan.
"Lengkap fasilitasnya di sini."
Kembali aku harus berhadapan dengan lift, tubuh ini belum terbiasa juga. Bara tertawa melihatku, dan menarikku merapat padanya. Sewaktu mau keluarpun aku bingung mau melangkah dengan kaki sebelah mana terlebih dahulu.
Kami turun langsung di tempat parkir, yang Bara sebut Basement. Seperti biasa dia membukakan pintu untukku. Mobil melaju pelan kemudian sedang, membelah jalanan yang juga cukup padat sekarang.
"Kamu ingin membeli sesuatu?" tanyanya di tengah perjalanan.
Aku mengelengkan kepala.
"Beneran?"
"Iya, takut di marahi lagi. Nggak boleh banyak ngemil nanti gendut," ucapku, mengingat omelan Mami Erna.
Pria di sampingku tertawa mendengarku bicara.
"Jajanku di sita, di ambil sama Mami," lanjutku. Rasanya dongkol sekali hati ini, padahal hanya itu kesenangan dan hiburanku.
"Kita beli lagi ya?" ucap Bara sambil mengusap rambutku. Dia masih menertawai keapesanku.
"Nggak usah percuma, ntar juga di ambil lagi," jawabku dengan bibir manyun.
Pria itu tak berhenti tertawa melihatku. Jajanan itu sudah kusembunyikan bersama baju, tetap saja ketauan.
"Beli sedikit saja, jangan banyak-banyak, taruk saja di bawah ranjang," ucap Bara.
Benar saja, tanpa aku mengiyakan, Bara menghentikan mobilnya di depan sebuah mini market. Ragu aku untuk turun, tapi Bara menarikku. Belanjaanku tak sebanyak kemarin, tapi sedikit menghibur.
Tak banyak yang aku lakukan di tempat Mami Erna, aku di sendirikan, tak di beri kamar di bangunan samping. Dua hari sekali di minta olahraga bersama Jenny, katanya biar badanku tidak lembek.
Temanku mengobrol hanya para pembantu di rumah itu, itu juga jarang-jarang karena mereka terlalu sibuk. Sesampainya di rumah Mami Erna mobil Bara langsung menuju halaman belakang, seperti biasanya.
"Aku tidak turun, ada janji," ucapnya.
Aku masih bergeming, tak beranjak. Bara menatapku, dan menyipitkan matanya.
"Kenapa? Oh iya, sebuah ciuman?" godanya, aku mengelengkan kepalaku. Dagu itu sedikit terangkat, seolah menunggu jawabanku.
"Nanti malam ...."
Bara tersenyum melihatku, tanganya mengusap pipiku lembut.
"Kamu denganku," ucapnya. Senyumku langsung terbit, tapi ...
"Sampai kapan?"
"Entahlah, tarifmu masih terlalu mahal hahaha, aku tak tau, hanya ini yang bisa aku lakukan sementara."
"Aku akan mengembalikan uangmu," ucapku.
"Ini bisnis, kamu tak akan mengerti, dan kalau aku tak sangup lagi membayarmu, maafkan aku."
"Kenapa kau begitu baik padaku, kenapa kau mau membantuku?" tanyaku, padanya. Mataku tiba-tiba kembali mengembun.
"Jangan menangis, aku tak suka melihatnya, jangan juga tanya mengapa, aku sendiri tak mengerti, kenapa repot-repot membantumu." Bara mengusap air mataku denga ibu jarinya. Sebuah kecupan dia berikan di keningku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top