6a

Dia sengaja tak menyapaku, pura-pura tak mengenalku. Kenapa ada perih dalam hatiku. Apa juga alasanku, untuk sakit hati. Ah rasa ini kenapa menyesakkan hati, ada apa ini?

Aku menatap wajahku di cermin yang terpasang di dalam toilet, semua wanita pasti ingin terlahir dengan kecantikan alami, aku memilikinya. Namun, kecantikan ini pula yang akhirnya membawaku ke lembah hitam, dunia pelacu*an.

Haruskah aku syukuri, atau sebaliknya aku sesali anugerah kecantikan dan tubuh indah ini. Ah, tak ada gunanya mendebat takdir, bersahabat dengannya akan lebih baik untukku.

Aku mengambil bedak dari tasku, menyapukan tipis ke wajahku, lipstik berwarna lembut kuoleskan di bibir. Menyisir rambut dengan tanganku dan merapikan pakaianku.

Langkahku terhenti di depan toilet, pria muda itu berdiri di sana. Senyumnya terulas saat melihatku, dia tak melupakanku. Aku mengigit bibirku, ada rasa lega dan bahagia menyeruak, tapi kenapa dadaku sesak. Sepertinya hati ini terharu, melihat pria muda itu tersenyum, berarti dia masih mengingatku.

"Apa kabar?" tanyanya kemudian.

Kami berjalan pelan untuk saling mendekat, aku sedikit tercekat saat memandang manik mata coklat yang juga menatapku lekat.

"Baik, ka ... kamu?"

"Aku baik juga, terima kasih untuk bantuanya waktu itu," ucapnya padaku. Aku hanya tersenyum tipis menarik sedikit ujung bibirku.

"Senang melihatmu kembali," ucapnya.

"Aku juga," balasku pelan.

"Em ... mungkin kita bisa berteman mulai sekarang," ucapnya lagi.

"Te ... teman?"

"Iya, gimana kalau kita berteman? Bukankah kita punya rahasian masing-masing, tak ada salahnya kan kita menjadi teman, yang saling menjaga."

Pria muda itu tersenyum, manis sekali. Ah, kenapa rasa ini mengacak-acak hatiku. Perasaan apa ini sebenarnya, aku tak memahaminya. Yang aku tau aku sangat senang bisa bertemu dan bicara lagi dengannya.

"Berapa nomor telponmu?"

Aku menyebutkan nomor telponku padanya, dia memasukkan nomorku ke dalam ponselnya. Memberi nama Zanna, aku tau karena dia menunjukkan padaku.

"Ken ...."
Terdengar seseorang memanggil nama pria muda itu. Aku dan Kenzi bersamaan menoleh ke asal suara. Itu teman Kenzi yang tadi datang bersamanya.

"Lama amat," ucapnya sambil berjalan mendekat.

"Sorry, ketemu temen," ucap Kenzi pada temannya.

"Eh, kenalin napa, ini kan yang tadi ...." pria itu tak melanjutkan kalimatnya, hanya menujuk ke arah meja dengan jari telunjuknya.

"Ini Zanna." Kenzi memperkenalkanku pada temannya. Pria itu tersenyum ramah dan mengulurkan tangannya.

"Gue Richard," kenalnya padaku. Aku juga menyebutkan namaku singkat.

"Lepasin jangan lama-lama, nggak bisa banget, liat cewek cantik. Di gampar pacarnya baru tau rasa lo," ucap Kenzi, Richard hanya terkekeh.

"Eh, bentar gue kebelet, tungguin ya." Pria muda itu mengerlingkan matanya padaku. Kemudian beranjak ke toilet.

"Buaya dia, hati-hati. Kebanyakan modus," ucap Kenzi sambil melihat temannya itu.

"Dia bukan ...." Aku tak meneruskan kalimatku. Kenzi mengeleng, rautnya terlihat berubah.

"Em, maaf aku udah di tunggu temenku," pamitku padanya.

"Iya, semoga bisa bertemu lagi di lain waktu, aku butuh teman," ucapnya lagi. Aku tersenyum dan mengangguk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top