27 🌐 Cinta Pertama
🌍🌍🌍
Gesekan sandal rumahan di lantai marmer sudah terdengar berisik sejak beberapa jam lalu. Entah apa yang mengganggu pikiran Lintang, pria itu mondar-mandir di sebuah kamar apartemen mewah. Helaan napas gusar sudah berulang kali diembuskan.
Bukankah ia sudah meminta maaf pada kekasih hatinya dan menjelaskan kalau dia mabuk, tidak berniat untuk meniduri Achala. Trishia pun memaafkannya. Namun, kenapa ia masih saja gusar dan merasa bersalah.
Lintang menoleh pada sosok wanita yang terbaring di atas tempat tidur, hanya berbalut selimut menutupi tubuh polosnya. Ia mengeratkan simpulan tali bathrobe-nya. Setelah pergumulan panjang yang ia lewati dengan Trishia, nyatanya pikiran laki-laki itu tak jua tenang, ada sosok Achala yang terselip diam-diam mengusik daya pikir dan ketenangan hatinya.
Tungkainya yang panjang melangkah ke tempat tidur, duduk di tepi ranjang memperhatikan sang cinta pertama yang masih dibuai mimpi. Tangannya terulur mengusap pipi tirus Trishia, menyingkirkan rambut-rambut alus yang menutupi wajah cantik sang kekasih.
Trishia menggeliat, ia masih lelah. Berat sekali rasanya membuka mata. Namun, usapan Lintang membuatnya tertantang mengalahkan rasa kantuk. Bulu mata lentiknya bergerak, perlahan mata berbentuk almond itu terbuka menatap Lintang dengan binarnya.
"Jam berapa sekarang?" tanyanya serak seraya merentangkan lengan.
Lintang beringsut naik kembali ke tempat tidur, menyambut pelukan hangat Trishia. "Ini baru juga mau malam, Sayang. Jam delapan lewat sepuluh menit. Tidur aja lagi," ujarnya.
"Aku kira udah subuh, aku ketiduran. Habisnya kecapekan banget. Ini gara-gara kamu, sih, siang-siang ngajakin."
Lintang terkekeh, mau siang ataupun malam ia tidak akan pernah sanggup menahan hasratnya pada wanita dengan sejuta pesona ini. Tubuh Trishia benar-benar menjadi candu baginya. Pelukan ia eratkan, membenahi selimut Trishia yang melorot.
"Are you hungry?" tanya wanita itu menahan sesuatu di perutnya.
"Lapar dalam artian apa? Kamu menawarkan untuk dimakan lagi?"
Trishia memukul pelan dada Lintang. Ia paham akan dimakan yang pria itu maksud. "No! Aku lapar beneran, Honey."
"Di dapur ada yang bisa dimakan?"
Trishia menggeleng di dada Lintang. "Kamu kan tahu, aku nggak pernah gunain dapur."
"So, apa yang akan kita lakuin, Baby?"
"I want ... dimasakin sama kamu?"
"Are you kidding? Aku nggak bisa masak, Sayang." Lintang mengecup bibir Trishia sekilas. "Hmm ... gimana kalau aku beliin di bawah?"
Pria itu benar-benar dimabuk asmara, apa pun akan ia lakukan demi perempuan kesayangan. Jangankan sekadar keluar membeli makanan, mungkin nyawa pun akan ia taruhkan demi wanita ini. Hati dan matanya sudah benar-benar ditutupi kubangan dosa.
Lintang beranjak dari posisinya, menguraikan pelukan Trishia. Bergegas ia menanggalkan bathrobe dan menggantinya dengan kaus oblong dan celana panjang yang ia kenakan tadi siang. Meraih ponselnya dan kembali lagi tempat tidur.
"Tunggu, ya. Aku cari makan di bawah," ucapnya pada Trishia yang bersandar di headboard tempat tidur. Tidak lupa kecupan hangat ia tinggalkan untuk sang pemilik hati.
"Honey, kamu tahu aku makan apa?" tanya Trishia saat Lintang hampir sampai di pintu kamar.
"Yes, I know all about you, Baby."
Tentu saja Lintang tahu semua tentang Trishia, termasuk apa yang perempuan itu makan. Profesi seorang model menuntut ia menjaga pola makan. Perempuan itu tidak akan makan jika sudah lewat pukul tujuh malam, kecuali ... salad sayur atau buah.
Tungkai Lintang terus melaju keluar dari apartemen Trishia. Hatinya berbunga, sejenak ia melupakan tentang Achala yang tadi sempat mengganggu pikiran. Lintang setuju jika Trishia lebih baik dalam hal apa pun dibandingkan dengan sang istri. Buktinya, kehadiran wanita itu selalu mampu menghapus tentang status Achala. Baginya apa yang ia lakukan bukanlah kesalahan, yang salah adalah orang tua dan mertuanya yang menjodohkan mereka.
Baru juga Lintang keluar dari restoran cepat saji yang terletak di depan kawasan gedung apartemen Trishia, tangannya menenteng dua kantong plastik. Ponselnya berbunyi, segera ia angkat panggilan itu.
"Halo, Bu."
"Lintang! Kamu di mana?"
Lintang mengernyit, bukan suara ibunya di seberang sana. Melainkan ayahnya. Apa yang terjadi dengan ibunya, sampai sang ayah menelepon menggunakan ponsel ibunya.
"Di mana otak kamu? Mertuamu kritis di ICU, istrimu sendirian di sini. Dasar anak kurang ajar!" murka ayahnya.
Sungguh Lintang tidak tahu apa yang terjadi dengan mertuanya, ia paham sekarang mengapa Achala pulang ke rumah orang tuanya dengan membawa koper besar.
"Maaf, Yah. Aku kira papa sakit biasa. Acha nggak bilang."
"Cepat kamu ke sini, kasihan Acha nangis terus. Ayah khawatir Acha jadi ikutan sakit."
"Baik, Yah."
Lintang menggeram, ponselnya ia genggam erat. Ada-ada saja hal yang mengganggu kesenangannya, baru juga menikmati waktu bersama Trishia setelah kemarin terjadi kesalahpahaman.
Pria itu gamang, haruskah ia mengikuti perintah ayahnya atau memperjuangkan hak bahagia yang harusnya ia dapatkan bersama Trishia sejak dulu. Lintang memilih opsi ke dua, ia mengambil jalan kembali ke apartemen Trishia.
"Nggak. Kali ini ayah yang harus mengerti aku. Sudah cukup aku menuruti keinginan konyol mereka," gumam Lintang mantap akan keputusannya.
***
"Jadi, keputusan kamu ke sini karena apa, Acha?" tanya Lintang lagi.
"Kan udah aku bilang, Mas. Aku nggak tega ninggalin kamu sendirian lagi sakit gini."
Lintang tersenyum pahit, ia terlalu banyak berharap jika kedatangan Achala kembali ke sini karena ada sesuatu yang lebih dari rasa kasihan. Lintang tidak butuh dikasihani, pun rasanya terlalu kurang ajar jika meminta lebih setelah apa yang terjadi di masa lalu.
Achala mondar-mandir di dapur, sesekali wanita itu berjalan ke depan kompor, mengaduk pelan yang sedang ia masak. Sementara Lintang hanya memperhatikan, duduk bersandar pada kursi pantry.
"Mas Lintang kalau kepalanya pusing, istirahat aja di kamar. Nanti kalau buburnya udah siap, aku bawa ke kamar," ujar Achala tanpa repot memindai atensi pada daun seledri yang sedang ia iris halus.
Tidak ada sahutan dari pria itu, ia masih terpaku memperhatikan dengan saksama bagaimana cekatan tubuh mungil itu menyiapkan segala keperluan dan kebutuhannya untuk makan malam.
"Oh, iya. Mas Lintang suka wortel, kan? Mau dibanyakin nggak?" Achala mendongak, ia berdeham canggung saat tatapannya beradu dengan netra kelam Lintang yang sejak tadi tak melepaskan atensi.
"Dia pacar kamu?"
Alih-alih menjawab pertanyaan Achala, pria itu justru menjawabnya dengan pertanyaan pula.
Dahi Achala mengernyit, kenapa tiba-tiba Lintang membahas tentang kekasih. "Gimana, Mas? Maksudnya pacar siapa?"
"Laki-laki yang sering ke apartemen kamu, kalian sudah berteman dari kecil, kan? Sekarang ... dia pacar kamu?"
Achala tertawa pelan, ia baru mengerti yang dimaksud Lintang adalah Affandra. Lucu rasanya jika itu benar terjadi, seorang Affandra yang statusnya sahabat kecil berubah menjadi kekasih atau bahkan calon suami.
"Atau dia ... your first love?"
Achala tergelak, pertanyaan pertama saja belum ia jawab. Lintang sudah berasumsi yang macam-macam. First love? Lintang tidak tahu saja siapa cinta pertamanya Achala.
Kompor Achala matikan, aroma bubur ayam sayur yang Achala masak sudah menggugah selera. Ia menyiapkan satu mangkuk bubur dengan taburan bawang goreng di atasnya lalu mengangsurkan ke depan Lintang.
"Makan dulu, Mas. Hati-hati masih panas."
Achala duduk bergabung di meja pantry berseberangan dengan Lintang. Ia menarik senyum, memperhatikan Lintang yang hanya memandang buburnya tanpa minat. Achala tidak berkecil hati jika makanan yang ia buat tidak segera Lintang sambut hangat. Mungkin pria itu sedang tidak berselera makan karena lidahnya terasa pahit.
"Aku sama Affa sudah banyak menghabiskan waktu bersama, Mas. Mungkin Affa orang yang benar-benar tahu siapa aku, selain keluarga. Dari kami kecil, aku biasa bergantung dengan Affa, dia teman yang baik. Maybe, juga bisa jadi pasangan yang baik."
Lintang menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Bodoh! Mungkin itu julukan yang tepat untuk Lintang sekarang. Sudah tahu tubuh dalam kondisi yang kurang sehat. Malah menambah sakit hati dengan mengorek tentang Affandra di hidup Achala.
"Jadi, benar kalian punya hubungan?"
"Iya, bisa dibilang begitu. Hubungan kami—"
"Your first love, right?"
Lagi-lagi Achala terkekeh tentang pertanyaan Lintang tentang cinta pertama. Ia menarik senyum, andai saja pria ini tahu cinta pertamanya jatuh pada sosok yang sekarang melemparkan pertanyaan tersebut. Sosok Lintang remaja yang tanpa ia sadari sudah mencuri hati gadis kecil bernama Achala Annandhita.
"No, my first love is ...."
Achala sengaja menjeda ucapannya, pria itu sudah menampilkan mimik tegang menanti pernyataan Achala selanjutnya.
"Almarhum papa. Aku setuju kalau ada yang bilang, cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya. And ... that is right."
Hening, tidak ada percakapan lagi setelahnya. Sampai suara bel unit Lintang berbunyi rusuh kemudian disusul suara ponsel Achala berteriak tanda peringatan waktu telah habis. Bisa ditebak siapa pelaku di balik ini semua? Siapa lagi kalau bukan Affandra Bujur Putra.
Tanjung Enim, 28 Desember 2021
Republish, 28 September 2023
Stay Healthy ya, gengs.
Salam Sayang
RinBee 🐝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top