25 🌐 Ada Kesalahan di Sini

⚠️ Ada adegan yang membutuhkan kelegalan usia. Di bawah 21+ mohon menyingkir dulu ya, adek.

🌐

"What the fuck!"

Umpatan itu akhirnya lolos juga dari bibir Lintang. Paginya seakan kacau, sisa mabuk semalam meninggalkan halusinasi di pikiran hingga telinganya. Suara rintihan minta dilepaskan terus saja mengusik, belum lagi kenyataan yang harus Lintang saksikan sendiri. Tanda kemerahan yang tercetak jelas di leher Achala membuatnya semakin geram.

"Sialan! Berani-beraninya dia main di belakang gue. Dasar perempuan tidak tahu diuntung."

Ada apa sebenarnya dengan Lintang? Bukankah beberapa saat lalu ia sendiri yang terang-terangan memberi izin pada Achala, jika wanita itu punya kekasih mereka bebas mau melakukan apa. Bukankah Lintang tidak pernah peduli dengan kehidupan yang Achala jalani. Pasti ada kesalahan di sini.

Namun, semakin banyak ia mengumpat, semakin besar pula ia ingin kembali ke rumah mereka. Tangan Lintang semakin kencang mencengkeram stir mobilnya, tetapi nyatanya yang ia lakukan itu tidak mengurangi kekesalan di dadanya.

Tanpa harus berpikir terlalu lama, pria itu memutar kemudi dan kembali ke rumah saat mobilnya sudah beberapa meter keluar dari gerbang utama komplek perumahan yang sudah ia tinggali sejak menikah dengan Achala.

Lintang sendiri bahkan tidak mengerti untuk apa ia kembali pulang. Memastikan apa saja yang dilakukan Achala jika di belakangnya? Atau membuat perhitungan pada istrinya karena sudah berbuat curang? Lalu bagaimana dengan dirinya? Bukankah dia lebih bajingan lebih dulu.

Dahinya sempat mengernyit saat mobil yang ia kemudikan sudah kembali memasuki perkarangan luas rumahnya. Matanya fokus pada sebuah mobil mewah berwarna merah padam yang terparkir di depannya. Pria itu tidak segera turun untuk memberi pelajaran pada Achala, pikirannya kembali bergulat. Kenapa kereta besi milik Trishia bisa ada di sini, ada keperluan apa perempuan kesayangannya itu datang ke kediamannya.

Lintang pikir kesalahpahaman yang terjadi di antara dirinya dan Trishia kemarin, sudah selesai diluruskan dengan ditukar kehangatan yang wanita itu—biasa—berikan semalam. Ia percaya apa yang terjadi antara dirinya dan Trishia hanya kesalahpahaman saja.

Meski sempat ragu. Akhirnya, pria itu bergegas turun saat mendengar teriakan Achala dari dalam rumah. Ya, teriakan istrinya lah yang membawa langkah jenjang itu terayun cemas.

"Ada apa ini?!"

Mata elang pria itu semakin tajam menatap Achala, berani-beraninya perempuan itu meneriaki Trishia dengan kata-kata kasar. Bukannya merasa takut atau terancam, Achala tak kalah nyalang membalas tatapan Lintang.

"Sayang, perempuan itu menuduh aku yang bukan-bukan. Katanya, dia pasti bisa memuaskan kamu di ranjang. Itu bohong, kan? Kamu nggak mungkin tidur dengan dia, kan?"

Segala aduan dengan nada manja, Trishia utarakan pada Lintang. Termasuk ucapan Achala yang menuduhnya menjual tubuh dengan banyak pria. Sungguh Lintang tidak terima dengan perlakuan Achala pada kekasihnya. Ia ingin memberi pelajaran, tetapi ada sesuatu yang menghalanginya untuk tidak melakukannya. Sudut logikanya berbisik, apa yang dikatakan istrinya adalah sebuah kebenaran. Apa yang terjadi kemarin dengan Trishia bukan salah paham. Emosi Lintang kembali merangsak naik.

"Bagaimana jika pertanyaan dibalik? Sehebat apa pria itu memuaskanmu hingga aku saja tidak cukup bagi—"

Pipinya terasa panas, jemari lentik Trishia mungkin tercetak merah di sana. Lintang patut mendapatkan itu, bukankah masalah kemarin hanya salah paham saja. Ya setidaknya itu yang ia yakini kemarin, pria yang ia dapati dalam keadaan setengah telanjang di apartemen Trishia itu hanya sekadar teman bisnis. Lalu kenapa Lintang ungkit kembali? Nyatanya kehangatan Trishia hanya untuk dirinya. Seperti yang terjadi semalam, seingatnya.

Suara derit dari roda koper yang Achala seret mengalihkan atensi Lintang. Achala sudah tidak peduli dengan drama murahan pasangan itu. Sikap yang Achala tunjukkan ini membuat pertanyaan besar di kepala Lintang. Mau ke mana wanita berstatus istrinya itu? Pikiran Lintang sempat cemas memikirkan apa yang akan Achala lakukan setelah ini. Menggugatnya ceraikah?

Namun, Lintang percaya Achala tidak akan melakukannya. Sesuai perjanjian yang telah mereka sepakati, pernikahan mereka akan berakhir jika mertuanya itu sudah pulih atau keadaan perusahaan ayahnya sudah stabil. Dua poin penting itu belum sepenuhnya tercapai.

"Sayang, maafin aku. Mana yang sakit?" Trishia mengusap pipi Lintang.

Wanita ini benar-benar menyesal telah menampar prianya. Terbukti, wajahnya sudah sendu, matanya sudah mengembun. Lintang tidak pernah tega melihat Trishia bersedih, bahkan sampai menangis.

Sepeninggalan Achala, Lintang meraih pergelangan tangan Trishia, membawa wanita itu ke dalam ruang kerjanya. Hanya tempat itu yang terdekat dari ruang tamu.

"Lintang, maaf. Aku nggak sengaja"

Ucapan Trishia terputus saat wajahnya yang menunduk sudah ditangkup oleh telapak tangan Lintang, belum lagi dekapan bibirnya bermain rakus di bibir ranum wanita itu. Langkah Trishia berjalan mundur, meski kesulitan melangkah karena pagutan intim tak juga Lintang uraikan.

Tubuh Trishia berhenti bergerak, meja kerja Lintang membuatnya terperangkap. Deru napas memburu bersahutan dari dua sejoli itu. Trishia sedikit tersentak saat tubuhnya diangkat dan didudukkan di atas meja. Cumbuan Lintang kembali membuat Trishia mabuk, tangannya melingkar di ceruk leher pria itu, kaki jenjangnya membelit pinggang Lintang. Belum lagi erangan halus nan menggoda semakin membuat Lintang gila.

"Lintang ...."

Desahan tertahan Trishia tak bisa Lintang abaikan seiring tercetak hasil karyanya di bawah tulang selangka wanita itu. Tangan Lintang sibuk mengusap paha wanita itu, rok gaun pendek yang ia kenakan semakin menyingkat memamerkan kulit putih wanita itu. Lintang kembali membuat karya terindah di leher Trishia, pun tangannya aktif di pinggul Trishia, mencari cara menurunkan underwear yang wanita itu kenakan.

"Honey, a-aku kangen kamu," ucap Trishia dengan terbata dan diselingi desahan menggoda di telinga.

Lintang menegang, sedikit menguraikan tubuh Trishia yang menempel di tubuhnya. Tatapannya menelisik keadaan wanita itu. Bagian bawah roknya sudah terangkat hingga batas pinggul, sebelah tali tipis dari gaunnya sudah melorot hingga sedikit memperlihatkan aset berharga bagian dada wanita itu.

Lagi-lagi suara lenguhan Trishia sangat berbeda dengan yang semalam ia dengar. Jika semalam lebih ke arah memohon untuk dilepaskan, kali ini suara yang ia dengar kembali seperti Trishia yang biasanya.

"Sebaiknya kamu pulang, rapikan penampilan kamu sebelum keluar dari sini."

"Kamu tidak kangen aku, Honey?" goda Trishia menarik tengkuk Lintang dan mengecup bibir pria itu.

Lintang melepaskan lengan Trishia dari lehernya. Pria itu mundur beberapa langkah. "Tris, ini salah. Seharusnya kita nggak melakukan di sini."

"Apa yang salah? Perempuan itu udah nggak ada, Sayang. Peduli apa kamu sama dia."

Trishia turun dari atas meja, merapikan baju serta penampilannya yang berantakan. Jemari lentik itu menyisir rambut lurus yang diwarnai pirang. Memoleskan lipstik kembali pada bibir seksinya.

"Tunggu aku di apartemen kamu. Nanti aku ke sana, oke?" Lintang berujar seraya mengecup sekilas bahu Trishia yang terekspos bebas.

Namun, tidak ada sahutan dari wanita yang terlanjur merajuk itu. Lintang berusaha membujuk wanitanya. Sebegitu cintanya Lintang pada wanita ini, apa pun yang Trishia lakukan, sekecewa bagaimanapun Lintang terhadap perbuatan Trishia. Tetap saja pria—bodoh—itu menyiapkan segala pengampunan.

Trishia keluar dengan segala kekesalan yang ia bawa. Melenggang tanpa memedulikan Lintang. Pria itu menghela napas, bingung ada apa dengan dirinya. Ia menginginkan Trishia, tetapi ada bisikan lain yang membuatnya menghentikan.

Sepuluh menit sepeninggalan kekasih hatinya, Lintang pun turut keluar dari ruang kerjanya. Berjalan gontai dengan pertanyaan di kepala. Mau ke mana Achala, apa yang akan wanita itu lakukan setelah kejadian tadi terjadi.

Tanjung Enim. 22 Desember 2021
Republish, 26 Sept 2023

Salam Sayang
RinBee 🐝

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top