0.4 Prancis

"Nenek."

Hazel menyapa seseorang wanita tua yang sedang duduk di depan televisi dengan kedua tangan yang penuh membawa dua kantong kresek anggur hijau dan ungu serta satu kantong berisi kotak makanan yang Hazel buat pagi tadi. Untung saja, letak apartemen Neneknya berada di lantai satu. Jadi ia tidak merasa kelelahan membawa dua barang berat di tangannya.

Abim datang beberapa menit kemudian sedikit terlambat karena tak sengaja menggores salah satu mobil penghuni apartemen ketika memarkirkan mobil tadi. Mau tak mau, ia harus melapor kepada pihak yang bertugas untuk mengatakan kepada pemilik mobil itu. Sedangkan Hazel ia suruh untuk ke tempat Neneknya terlebih dahulu.

"Bagaimana dengan pemilik mobil itu?" tanya Hazel.

Abim berjalan mendekati Nenek Hazel kemudian berkata, "hanya kompensasi sepuluh juta."

Hazel membeo, padahal goresan itu hanya sepanjang jari kelingking saja, malah lebih besar goresan pada mobil mewah Abim. Mengapa orang-orang sekarang memanfaatkan keadaan seperti itu? Bagaimana jika bukan Abim yang tidak sengaja melakukan itu, melainkan orang yang berkebutuhan rendah. Bukankah itu yang disebut pemerasan?

"Bukankah itu pemerasan?"

"Tak masalah," pungkas Abim.

Ya, mungkin orang yang memeras Abim melihat tampilan pria itu. Semua yang dipakai Abim adalah barang branded dengan merk ternama. Siapa yang tidak akan tergiur untuk memanfaatkan keadaan seperti itu. Mungkin bagi Abim uang sepuluh juta itu uang yang kecil, tapi tetap saja Hazel merasa jengkel dengan pemilik mobil yang memeras suaminya.

"Bi Imah, apa Nenek makan dengan baik?" tanya Hazel seraya meletakkan anggur di atas meja.

"Iya Nona, hanya saja ... terkadang Nenek menginginkan makanan yang dilarang dokter terus-menerus," sahut wanita muda di depan Hazel.

"Apa kamu memberikannya?"

Wanita yang dipanggil Imah itu mengangguk. "Nenek memaksa, jika tidak diberikan akan merajuk dan tidak mau makan."

Hazel menghela napas kasar kemudian meninggalkan dapur, dan berkalan mendekati Neneknya yang sedang tertawa melihat sinetron di televisi. "Nenek, ikuti anjuran Dokter, jangan makan makanan yang tidak sehat untuk Nenek!" titah Hazel.

"Lihatlah Hazel, akhirnya Tuan Muda mencintai istrinya," sentak Nenek dengan ekspreksi berbinar yang langsung membuat Hazel terbatuk.

"Apa maksud, Nenek?" tanya Hazel seraya duduk di samping kanan Neneknya, dengan mata yang mencuri-curi pandangan terhadap sosok pria yang duduk di sebelah kiri Neneknya.

Nenek Hazel menunjuk serial di televisi. "Itu, film yang Nenek tonton terus. Walaupun Tuan Muda terlihat cuek, dia ternyata punya hati yang sangat baik."

"Sudahlah, Nenek. Itu hanya cerita fiksi, jauh berbeda dengan dunia asli kita," ujar Hazel sia-sia, Neneknya bahkan tidak mendengarkan ucapannya dan fokus bersorak menonton adegan romantis di film itu.

°°°

Hari sudah menjelang sore, Hazel segera berpamitan dengan Neneknya untuk pulang. Sebenarnya ia tidak terlalu enak hati melihat Abim yang sepertinya tidak betah berlama-lama di sana. Namun sedari tadi siang, Neneknya terus merajuk dan meminta Hazel untuk tidak pulang terlalu cepat. Alhasil, Hazel harus meminta maaf kepada Abim dan memaklumi keadaan Neneknya.

"Maafkan Nenek saya, Anda jadi menunggu lama," lirih Hazel setelah mereka duduk di dalam mobil.

"Hmm."

Setidaknya ia sudah meminta maaf, masalah tanggapan pria itu. Hazel sudah terbiasa, entah marah atau senang ekspresi Abim terlalu sulit untuk ditebak.

"Kita akan ke salon?" Hazel kembali membuka mulutnya untuk menghindari kecanggungan di dalam mobil.

"Iya," sahut Abim pelan.

Baru beberapa menit, mobil itu sudah berhenti di depan salon kecantikan yang biasa mereka datangi. Tempat itu begitu mewah dengan desain yang rata-rata bernuansa glamor. Setahu Hazel, salon itu tempat yang terkenal di orang-orang kalangan atas. Rata-rata pengunjungnya adalah artis, model, atau keluarga konglomerat.

Mereka memasuki ruangan seperti biasanya, memanggil pegawai yang khusus menangani Hazel. Baru datang saja, wanita berparas cantik dengan rambut panjang itu langsung tahu maksud pelanggan tetapnya.

"Apa Anda tidak menyukai rambut panjang, Nona?" tanya wanita muda itu.

Hazel hanya merespons dengan senyuman, sebenarnya ia bingung menjawab seperti apa pertanyaan yang menurutnya sangat sulit itu. Jadi, ia hanya bisa menjawab anggukan saja.

Setelah dua puluh menit berlalu, Hazel sudah selesai dengan kegiatan potong rambutnya. Ia melihat pantulan dirinya di depan cermin, tidak ada yang berubah, sama saja seperti sebelum-sebelumnya.

"Ayo kita pulang," titah Hazel kepada pria yang tengah duduk dengan majalah di tangannya.

Setiap kali Hazel memotong rambut, Abim pasti akan berekspresi seakan-akan baru pertama kali melihat Hazel. Walaupun sedikit, pria itu menunjukkan seakan-akan tengah terkejut melihat wanita lain.

°°°

Tiga hari kemudian.

Hazel berjalan mengekori Abim setelah mereka di instruksikan turun dari pesawat. Membutuhkan waktu 18 jam untuk mereka sampai di bandara Prancis, sudah ke sepuluh kalinya Hazel datang ke sana. Namun ia masih saja bingung dengan tempat itu, ditambah ia belum mahir berbahasa Prancis atau bahasa Inggris.

Hazel melihat Abim sedang berbicara kepada sopir yang biasa menjemput mereka. Baru setelah itu, Abim menyuruh Hazel untuk masuk ke dalam mobil bersamanya.

Perusahaan Louis keluarga Abim berada di Kota Lyon, tepatnya di Vieux Lyon yang terletak di dekat dermaga River Saõne. Mereka biasanya akan menginap di hotel Artelit yang berjarak 5 km dari perusahaan, karena Abim tidak suka tinggal di rumah kedua orang tuanya. Lebih tepatnya, pria itu tidak suka jika kedua orang tuanya selalu mengatur ini-itu ketika ia datang ke sana.

Dari Bandara Utara Internasional Saint, Prancis. Mereka membutuhkan waktu 44 menit untuk sampai ke kota Lyon, dan Hazel sudah benar-benar lelah dengan itu, tapi harus tetap bertahan. Mereka turun di TGV dari Brussel dan kembali naik ke mobil pribadi yang disiapkan perusahaan Abim ke Rue de Boef, setelah itu mereka harus berjalan sedikit ke beberapa blok kawasan tua untuk menemukan hotel Artelit. Hazel tidak tahu mengapa harus Artelit dari berbagai hotel di Prancis, padahal letak hotel itu sedikit membutuhkan usaha jalan kaki juga. Abim pernah sedikit berkata jika pria itu suka nuansa Artelit. Namun dari gerak-gerik pria itu yang tidak seperti biasanya terlihat, seperti ada kenangan di dalam sana. Entah itu apa Hazel tidak mau memikirkannya telalu jauh.

"Bienvenue," ucap dua pria yang berdiri di depan gerbang hotel untuk menyambut.

Abim hanya mengangguk, sepertinya itu adalah kata sambutan dalam bahasa Prancis. Hazel juga ikut mengangguk dengan senyum, selain penduduknya yang mayoritas memiliki wajah tampan dan cantik, orang-orang Prancis juga terkesan sangat ramah.

Setelah masuk ke dalam kamar yang mereka pesan, Hazel membersihkan diri terlebih dahulu yang sudah sangat lengket dan bau. Baru setelah itu ia memasak makanan instans sembari menunggu Abim yang tengah mandi.

TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top